Beranda / Berita / Aceh / Dinas ESDM Aceh Sampaikan Potensi Pengembangan EBT Menuju Kemandirian Energi di Aceh

Dinas ESDM Aceh Sampaikan Potensi Pengembangan EBT Menuju Kemandirian Energi di Aceh

Rabu, 14 Oktober 2020 14:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Kepala Bidang Energi dan Ketenagalistrikan Dinas ESDM Aceh, Dedi M Roza ST. M.Si


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Percepatan pembangunan di suatu daerah dipengaruhi oleh berbagai faktor yang dapat menentukan keberhasilan dalam implementasinya.

Salah satu faktor yang berpengaruh secara signifikan dalam hal ini adalah ketersediaan listrik yang mencukupi dan dapat diandalkan untuk mendukung aktivitas masyarakat maupun pengembangan industri di wilayah tersebut.

Hal itu disampaikan oleh Kepala Bidang Energi dan Ketenagalistrikan Dinas ESDM Aceh, Dedi M Roza ST. M.Si kepada Dialeksis.com, Rabu (14/10/2020).

"Tak terkecuali halnya dengan daerah Aceh, yang saat ini terus memacu pengembangan energi untuk mencukupi kebutuhan listrik masyarakat," ungkap Dedi.

Ia melanjutkan, sebagian besar sumber energi Aceh diperoleh dari energi fosil seperti gas (38,64%), batubara (30,56%), dan diesel (27,07%). Di samping itu, sampai saat ini Aceh masih menerima suplai listrik dari sistem Sumatra Bagian Utara (SBU) sebesar 184 MW.

"Dalam upaya mengatasi ketergantungan pada suplai listrik dari luar Aceh serta mengantisipasi kebutuhan listrik masyarakat serta sektor industri di masa yang akan datang, Pemerintah Aceh telah melakukan pembangunan di sektor ketenagalistrikan," ungkap Dedi. 

"Sektor itu dengan menitikberatkan pada pengembangan potensi-potensi sumber daya energi baru terbarukan (EBT) yang terdapat dalam jumlah yang melimpah dan beragam di seluruh wilayah Aceh, seperti sumber daya energi air, panas bumi, tenaga surya maupun biomassa," tambahnya.

Kabid Energi dan Ketenagalistrikan Dinas ESDM Aceh berujar, hal ini sejalan dengan kebijakan Pemerintah Pusat yang dituangkan melalui Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional(RUEN), yang memberi prioritas pada pengembangan energi baru terbarukan (EBT) sebagai substitusi terhadap energi fosil.

Pengembangan potensi sumber daya EBT merupakan hal baru untuk wilayah Aceh dan hal ini diharapkan dapat menjadi pemicu dalam akselerasi pembangunan. Beberapa proyek pembangunan pembangkit listrik skala besar dan menengah saat ini sedang berjalan dan ditargetkan selesai dalam jangka waktu 5 tahun ke depan.

"Sumber EBT yang menjadi andalan dalam pengembangannya di Aceh adalah sumber energi air. Hal ini disebabkan karena ketersediaan potensi energi air dalam jumlah besar pada daerah-daerah aliran sungai di seluruh wilayah Aceh," jelas Dedi.

Berdasarkan hasil studi awal yang telah dilakukan, terdapat 17 (tujuh belas) titik potensi energi air di Aceh dengan total potensi 2.862 MW.

"Di samping sumber daya energi surya yang sangat potensial untuk dikembangkan di wilayah Aceh yang berada di dekat garis khatulistiwa, Aceh juga memiliki 17 lapangan panas bumi dengan total potensi 1.115 MW," jelas Kabid Energi dan Ketenagalistrikan Dinas ESDM Aceh itu.

"Ketersediaan sumber daya ini lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan listrik masyarakat Aceh saat ini (beban puncak kebutuhan listrik Aceh sebesar 495 MW berdasarkan data PLN, Maret 2020)," tambahnya.

Dalam rangka mewujudkan kemandirian energi di wilayah Aceh, Pemerintah Aceh bersama Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) telah menyusun Qanun Nomor 4 Tahun 2019 tentang Rencana Umum Energi Aceh (RUEA). Di dalam Qanun ini telah ditetapkan target bauran energi (energymix) Aceh sebesar 25,5% pada tahun 2025.

Angka ini lebih tinggi dari target nasional yang ditetapkan dalam RUEN yaitu sebesar 23%. Program pengembangan EBT yang direncanakan secara masif dalam jangka

waktu 5 (lima) tahun ke depan adalah juga sebagai bentuk dukungan terhadap pengembangan Kawasan Industri Aceh (KIA) di Ladong, Kabupaten Aceh Besar dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Arun Lhokseumawe. 

Kemandirian energi melalui pemanfaatan EBT sebagai energi masa depan rendah polusi yang ingin dicapai di Aceh akan memberi akses masyarakat terhadap listrik dengan harga terjangkau secara berkelanjutan dengan tetap memberi perlindungan terhadap lingkungan hidup. 

Di samping itu kemandirian energi di Aceh juga akan memiliki efek berganda (multipliereffect) terhadap akselerasi pembangunan serta pertumbuhan di sektor swasta (privatesector). 

"Hal ini diharapkan dapat menyerap tenaga lokal terampil (skillfullabor) dalam jumlah besar untuk dipekerjakan di setiap sektor pembangunan," jelas Dedi.

"Untuk mewujudkan hal ini Pemerintah Aceh perlu memaksimalkan potensi daerah serta potensi sumber daya manusia, di mana sumber daya EBT berperan sebagai modal pembangunan," pungkasnya.

Keyword:


Editor :
Sara Masroni

riset-JSI
Komentar Anda