Beranda / Berita / Aceh / DPKA Gelar Seminar Literasi, Kiat Sukses Survive di Era Globalisasi

DPKA Gelar Seminar Literasi, Kiat Sukses Survive di Era Globalisasi

Senin, 27 Juni 2022 22:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Akhyar

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Pemerintah Aceh melalui Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Aceh (DPKA) menggelar seminar lokakarya bertajuk literasi dengan tema Meningkatkan Kemampuan Berliterasi Masyarakat Aceh di Era Globalisasi. Seminar ini diselenggarakan di Gedung Perpustakaan Wilayah (Puswil) Aceh, Banda Aceh, Senin (27/6/2022).

Hadir sebagai panelis untuk mengisi kajian materi ialah Bunda Literasi Aceh Dr Dyah Erti Idawati, Ketua Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI) Provinsi Aceh Nazaruddin Musa, Pegiat Literasi Aceh Herman RN, dan Kepala Dinas DPKA Dr Edy Yandra.

Bunda Literasi Aceh Dr Dyah Erti Idawati menyatakan, literasi bukanlah hanya sekedar membaca dan menulis. Menurutnya, asas makna literasi ialah serapan ilmu yang bisa menjadi feedback (umpan balik) dalam kehidupan berkomunikasi.

Bagi Dr Dyah, literasi haruslah kegiatan yang dapat memicu untuk berpikir kritis, dalam artian ketika membaca dan menulis harus dimengerti atau dipahami dengan sebenar-benarnya.

Bila membaca dan menulis saja tapi tidak dibarengi dengan upaya untuk berpikir kritis, menurut Dr Dyah, hal tersebut masih jauh dari konteks literasi.

“Jadi rumusnya adalah berpikir kritis, kemudian mengimplementasikan ke dalam dunia nyata,” ujar Bunda Literasi Aceh Dr Dyah Erti 

Sementara itu, Ketua IPI Provinsi Aceh Nazaruddin Musa menyatakan, literasi digital sangatlah penting di masa sekarang, karena dunia saat ini sedang menuju fase era society 5.0.

Ia mengatakan, pemahaman literasi digital harus dikuasai kalangan muda sekarang. Berdasarkan indeks literasi Indonesia hasil riset Kemkominfo dan Katadata Insight Center (KIC) disebutkan bahwa literasi Provinsi Aceh berada pada urutan ke-9 dengan jumlah persentase 3,57 persen.

Di Aceh, kata dia, dari empat indikator yang diuji hanya satu indikator yang masih lemah, yakni indikator safety information (kerawanan informasi). 

“Keamanan digital kita masih sangat terbuka di dunia maya. Semua data pribadi kita terbuka. Jadi ini menjadi catatan penting buat kita semua. Indikator yang lain alhamdulillah sudah memenuhi target capaian,” jelas Nazaruddin Musa.

Untuk menghadapi fase society 5.0, menurut Nazaruddin, hal utama yang harus dilakukan ialah membenahi cara berpikir masyarakat dengan cara hidup berdampingan dengan teknologi, bukan hidup ditenggelamkan oleh teknologi.

“Masyarakat 5.0 itu adalah adalah masyarakat yang berpusat pada manusia. Masyarakat yang mengendalikan teknologi, bukan teknologi yang mengendalikan manusia,” tuturnya.

Di sisi lain, Pegiat Literasi Aceh Herman RN menyatakan, Islam telah mengajarkan bagaimana caranya berliterasi dengan bijak. Urutan dimensi literasi dalam Islam ialah membaca, inkubasi, klarifikasi, verifikasi dan menulis.

Dalam perspektif sejarah Islam, Herman menyatakan bahwa dimensi literasi ini sudah diaplikasikan oleh Nabi Muhammad Saw dan para sahabatnya. Awalnya ketika wahyu pertama diturunkan, Allah Swt memerintahkan Rasulullah untuk membaca surat Al-Alaq.

Kemudian, kata Herman, pada fase inkubasi wahyu, Nabi Muhammad Saw menyampaikannya ke para sahabatnya untuk dihafal dan diingat. Dalam fase klarifikasi, para sahabat diminta setor hafalan Alquran kepada Rasulullah untuk memastikan ketepatan dan kebenaran bacaan.

Lalu, lanjut Herman, pada fase verifikasi para sahabat dikumpulukan untuk saling membetulkan bacaan yang pernah didengarnya dari Rasulullah. Setelah itu pada fase terakhir, supaya bunyi Alquran terjaga keasliannya, para sahabatpun menuliskannya kembali.

“Di dalam literasi, ada hal yang harus kita ingat, yakni inkubasi, klarifikasi dan verifikasi. Hal inilah yang jarang kita lakukan saat ini,” jelas Herman.

Panelis terakhir, Kadis DPKA Dr Edy Yandra menyatakan, dalam upaya meningkatkan tingkat literasi, hal yang harus diperhatikan ialah membangun perpustakaan Aceh berkonsep perpustakaan abad 21 (era 4.0).

Yakni sebuah perpustakaan yang mendukung sarana-prasarana digital, seperti penyediaan buku digital (e-book), dan kemudahan akses ke berbagai fasilitas e-book secara nasional maupun lintas internasional.

Dr Edy Yandra melanjutkan, strategi pengembangan literasi diantaranya ialah dengan membentuk Qanun Aceh tentang Literasi, memberdayakan pegiat literasi, memaksimalkan pustaka keliling, campaign (kampanye) membaca, lokakarya, dan seminar literasi di tingkat kabupaten/kota.

Kemudian, lanjut Kadis DPKA itu, Sumber Daya Manusia (SDM) perpustakaan perlu dibina dengan sebaik mungkin, mengembangkan program perpustakaan berbasis inklusi sosial, serta memperbanyak publikasi literasi. [AKH]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda