Beranda / Berita / Aceh / GeRAK Aceh Barat Usut Penumpukan Batubara di Pelabuhan Calang yang Diduga Ilegal

GeRAK Aceh Barat Usut Penumpukan Batubara di Pelabuhan Calang yang Diduga Ilegal

Jum`at, 24 Desember 2021 19:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Koordinator Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh Barat, Edy Syahputra. [Foto: Ist] 


DIALEKSIS.COM | Aceh Barat - Koordinator Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh Barat, Edy Syahputra memberikan apresiasi kepada pemerintah Aceh Jaya yang telah menjelaskan secara terang benderang ke publik terkait aktifitas penumpukan batubara oleh PT. Prima Bara Mahadana (PBM) di Pelabuhan Calang, Desa Bahagia, Kecamatan Krueng Sabee, Aceh Jaya.  

Diketahui bahwa juru bicara (Jubir) Bupati Aceh Jaya, Fadjri melalui media menyatakan bahwa sejauh ini perusahaan belum menyampaikan dokumen permohonan apapun ke Pemerintah Aceh Jaya selain surat pemberitahuan bernomor 030/X/PBM/2021 tertanggal 15 Oktober 2021, dan atas pemberitahuan tersebut Pemerintah Aceh Jaya juga sudah menjawabnya sesuai dengan apa yang menjadi kewenangan pemerintah Kabupaten Aceh Jaya.  

"Selain itu juga adanya penegasan terkait izin. Tidak ada permohonan izin apapun dari pihak perusahaan kepada Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya," ungkap Fadjri.

Atas hal tersebut, pertama-tama, kami menduga ada sesuatu yang tak beres bila dilihat dari perspektif secara aturan (legalitas) yang berlaku dan menurut dugaan kami, ada oknum yang mencoba mengambil keuntungan atas aktifitas penumpukan batubara tersebut. 

Dikutip pada statemen media, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMTPSP) Kabupaten Aceh Jaya, Ibu Rosniar menyatakan, pihaknya tidak pernah mengeluarkan rekomendasi apapun terkait aktivitas penumpukan serta pengangkutan batu bara dari Aceh Barat menuju Pelabuhan Calang, Aceh Jaya. 

Artinya, proses perizinan terkait izin penumpukan batubara yang dilakukan oleh PT. PBM di duga tidak mencukupi syarat sesuai dengan aturan yang berlaku, tentu saja kami kembali mempertanyakan legalitasnya, dan jangan sampai nantinya terjadi dugaan pencemaran lingkungan karena tidak sesuai Amdal dan Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL). 

Bila kemudian terbukti, maka kami mendesak pemerintah untuk memberikan sanksi sesuai peraturan yang berlaku, mulai dari teguran, denda sampai dengan rekomendasi pencabutan izin dikarenakan tidak mematuhi aturan, seperti Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1827 K/30/MEM/2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Kaidah Tekhik Pertambangan Yang Baik.

Sementara disisi lainnya, diketahui bahwa staf bagian Humas Kantor Unit Penyelenggaraan Pelabuhan (UPP) Calang, Azwana Amru Harahap mengatakan, pihak Pelabuhan Calang tak ada wewenang untuk menerbitkan izin stockpile penumpukan batubara terhadap PT. PBM. 

Dalam pernyataan tersebut Ia mengatakan, wewenang pelabuhan ialah wajib menyediakan lapangan penumpukan untuk barang-barang berbahaya. Sementara untuk penerbitan izin stockpile, terbitnya dari pemerintah melalui dinas terkait. 

Yang menjadi pertanyaan bagaimana mungkin izin stockpile penumpukan batubara belum dikeluarkan, namun PT. PBM dengan leluasa melakukan aktifitas bongkar muat di Pelabuhan Calang, dan tanpa satu pun dinas terkait atau pihak berwenang melakukan penyegelan atau mencegah pelabuhan tidak lagi menerima tumpukan batubara tersebut. 

Padahal bila dilihat dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 14 tentang pencegahan menyebutkan bahwa Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup diantaranya menyebutkan tentang amdal dan UKL-UPL dan di pasal 22 kembali disebutkan tentang 'Wajib.'

Artinya itu bukan barang main-mainan kertas saja dan kami meminta negara untuk hadir dalam menyelesaikan persoalan ini.

Kedua, ia berharap, siapapun orangnya tidak melakukan penerimaan atau gratifikasi dalam bentuk apapun guna memuluskan penumpukan batubara di Pelabuhan Calang, Kabupaten Aceh Jaya tersebut, dan terhitung tidak kurang dari 3.000 metrik ton batubara telah tertumpuk di Pelabuhan tersebut yang dimulai pada 29 November 2021 lalu dan hingga saat ini terbiarkan begitu saja.

Atas dasar itu, GeRAK Aceh Barat, meminta agar pemerintah melakukan pengawasan secara optimal guna tidak memberikan peluang kepada pihak-pihak atau oknum tertentu yang bermain dalam hal ini yang kemudian di untungkan secara finansial, namun memberikan dampak buruk bagi negara terutama daerah penghasil. 

Hal ini karena menyangkut dengan proses perizinan UKL-APL dan juga Amdal yang sejatinya sudah dipersiapkan dari awal dan tidak lagi dalam proses pengurusan izin yang belum siap sedia namun dengan leluasa melakukan proses pengiriman ekspor ke luar daerah atau negeri. 

Hal lain yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana bisa mereka perusahaan melakukan penumpukan di pelabuhan dengan leluasa. Pertanyaan kita adalah, apakah PT. PBM sudah melakukan pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), padahal izin penumpukan belum begitu jelas. 

Bahkan GeRAK juga mempertanyakan statement dari Staf Bagian Humas Kantor Unit Penyelenggaraan Pelabuhan (UPP) Calang, Azwana Amru Harahap dimana dalam statement media disebutkan "Mereka bukan sewa di lapangan penumpukan kita. Mereka membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sesuai dengan PP 15 Tahun 2016.” 

 Atas kondisi tersebut, ia segera akan menyurati kementerian perhubungan, dimana bila mengacu kepada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor: PM 36 Tahun 2012 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan maka pihak yang bertanggungjawab atas penerimaan batubara tersebut adalah Kantor Unit Penyelenggaraan Pelabuhan (UPP) Calang. 

Tak tekecuali kita dalam waktu dekat akan melakukan kontak komunikasi atau mengirimkan surat secara resmi dengan pimpinan atau anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan mendesak mereka untuk segera turun melakukan inpeksi kelapangan dan juga memanggil pihak-pihak yang terlibat dalam hal ini.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI
Komentar Anda