Beranda / Berita / Aceh / Habitat Gajah Sumatra Terancam Pembukaan Lahan Untuk Perkebunan Kelapa Sawit

Habitat Gajah Sumatra Terancam Pembukaan Lahan Untuk Perkebunan Kelapa Sawit

Jum`at, 26 Juli 2019 10:42 WIB

Font: Ukuran: - +

Bukaan hutan baru di habitat gajah Sumatra oleh PT. Tualang Raya, 16 Mei 2019Koordinat GPS : N 4 48 17, 50 E 97 29 57, 36

DIALEKSIS.COM | Jakarta - Tim investigasi lapangan Rainforest Action Network mendokumentasikan bukti pembukaan baru di hutan hujan dataran rendah wilayah timur laut Kawasan Ekosistem Leuser pada bulan Mei 2019 lalu.

Kawasan hutan yang dibuka memiliki konsentrasi keanekaragaman hayati yang diakui secara internasional sebagai habitat penting gajah Sumatra yang terancam punah dan merupakan rute migrasi gajah Sumatra menuju wilayah hutan utuh yang lebih luas yang tersisa di Indonesia.

Para ahli satwa liar khawatir bahwa jumlah populasi gajah di kawasan tersebut lebih rendah dari yang diperlukan untuk mempertahankan populasi jangka panjang gajah Sumatra

"untuk mencegah agar spesies ini tidak punah sangat tergantung pada usaha menghentikan deforestasi yang terjadi pada lanskap hutan hujan dataran rendah kritis yang membentang melalui kabupaten Aceh Timur, kabupaten Aceh Utara, Aceh Tamiang hingga melintasi perbatasan Taman Nasional Gunung Leuser di Sumatera Utara." Ujar Kordinator Komunikasi Indonesia Rainforest Action Network, Leoni Rahmawati melalui siaran pers kepada Dialeksis.com, Jumat (26/7/2019)


Menurutnya, Kerusakan hutan terjadi terjadi di lahan yang dialokasikan untuk tiga perusahaan perkebunan kelapa sawit: PT. Nia Yulided, PT. Indo Alam dan PT. Tualang Raya.

"Ketiga perusahaan tersebut dimiliki oleh pengusaha Aceh. PT. Nia Yulided, perusahaan yang tercatat melakukan pembukaan lahan terbesar dan mendapatkan izin sejak Januari 2019 tersebut merupakan milik Bapak Dedi Sartika, menantu Tarmizi A Karim, mantan Gubernur sementara Aceh" jelas leoni.

International Union for the Conservation of Nature (IUCN) memperkirakan saat ini hanya sekitar 700-1000 gajah Sumatera tersisa di seluruh Sumatera, dimana sekitar 200 ekor bertahan hidup dan sangat bergantung pada hutan hujan dataran rendah dimana pembukaan hutan tersebut terjadi.

Satwa terancam punah yang tersisa ini semakin terisolasi, terpisah satu sama lain hingga terputus dari rute migrasi mereka karena fragmentasi hutan dan terkepung aktivitas pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit yang menyebabkan wilayah hutan hujan dataran rendah ini menyusut. (pd/rel)




Keyword:


Editor :
Pondek

riset-JSI
Komentar Anda