Beranda / Berita / Aceh / Harga Kedelai Mencekik Leher Produsen Tahu-Tempe, T Saiful Bahri Tawarkan Solusi Ini

Harga Kedelai Mencekik Leher Produsen Tahu-Tempe, T Saiful Bahri Tawarkan Solusi Ini

Minggu, 10 Januari 2021 11:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Roni
Akademisi Fakultas Pertanian USK, T Saiful Bahri. [IST]

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Para produsen tahu dan tempe di Aceh mengeluhkan lonjakan kenaikan kedelai yang pada harga normal di kisaran dari Rp 7.000 menjadi Rp 9.800 per kilogramnya. Beberapa di antaranya merugi hingga berencana tutup produksi.

Menanggapi hal itu, Akademisi Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala (USK) sekaligus Sekjen Ikatan Keluarga dan Alumni Sosial Ekonomi Pertanian Unsyiah, T Saiful Bahri menyampaikan beberapa tawaran solusi terhadap produksi pertanian kedelai di Aceh ke depan.

Menurutnya, perlu dilakukan semacam inovasi teknologi sehingga produktivitas kedelai itu bisa lebih tinggi dan petani akan membudidaya kedelai karena memenuhi prospek ekonomi yang baik.

"Kalau kebutuhan kedelai yang diproduksi petani di Aceh sudah terpenuhi, kita tidak perlu pasok lagi dari luar. Harga sering tidak stabil karena kita selalu berharap kedelai impor, kalau putus, begini jadinya, harga mahal," jelas Saiful saat dihubungi Dialeksis.com, Minggu (10/1/2021).

Ia melanjutkan, perlu dukungan agar petani kedelai di Aceh dapat bangkit dan memenuhi kebutuhan produksi bahan pokok tahu dan tempe itu. Salah satunya dengan insentif, bantuan, penyediaan benih berkualitas dan sebagainya dari pemerintah untuk menggalakkan petani dalam memproduksi kedelai di Aceh.

"Setelah petani merasa ini menguntungkan, nanti lama kelamaan pasti akan mandiri dia. Seiring kemudian, kebutuhan kedelai di Aceh juga akan terpenuhi," ungkap Saiful.

Akademisi Fakultas Pertanian USK ini juga menyarankan, inovasi yang bisa dilakukan sejak dini oleh para petani yakni disela waktu tunggu menanam padi, gunakan untuk menanam kedelai.

"Dengan menanam kedelai di lahan-lahan sawah itu, selain faktor ekonomi juga maka akan meningkatkan unsur hara tanah dan akan menopang produktivitas lahan untuk digunakan menanam padi musim selanjutnya," jelas Saiful.

"Ini perlu dukungan dulu, dari segi riset juga perlu, kemudian dari segi pengembangan secara massal di daerah-daerah potensial misalnya dari Pidie sampai ke Bireuen itu potensi kedelai dari zaman dulu. Perlu ada road map baru, pengembangan komunitas-komunitas yang sangat diperlukan oleh masyarakat," tambahnya.

Selanjutnya, Akademisi Fakultas Pertanian USK berpesan agar para alumni menjadi leader saat kembali ke kampung halamannya masing-masing, khususnya dalam hal pengelolaan pertanian.

"Semoga alumni-alumni pertanian mau bekerja di bidangnya, tidak di bidang lain. Baik di hulu maupun di hilir. Jadi tidak harus semuanya di hulu. Jadi kadang-kadang hulu itu akan berkembang kalau hilirnya itu ada demand (permintaan). Ke depan, bagaimana petani mengembangkan usaha taninya di sisi lain ada manufaktur dan jasa yang digerakkan untuk mengembangkan pertanian. Boleh mengambil di tengah, di hulu atau di hilirnya," jelas Saiful.

"Pertanian itu harusnya sebagai bisnis. Kita bisa melihat negara-negara seperti Australia, Amerika, petani itu makmur. Di kita memang persoalannya adalah skala usahanya masih sempit. Kalau luas skala usahanya sudah terpenuhi, saya kira petani kedelai akan sejahtera. Makanya itu perlu didukung terus," pungkasnya.

Keyword:


Editor :
Sara Masroni

riset-JSI
Komentar Anda