Beranda / Berita / Aceh / Hentikan Kriminalisasi Warga Aceh Tamiang

Hentikan Kriminalisasi Warga Aceh Tamiang

Sabtu, 07 Juli 2018 16:10 WIB

Font: Ukuran: - +


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Lembaga Bantuan Hukum Banda Aceh meminta Polda Aceh untuk menghentikan kriminalisasi terhadap warga Aceh Tamiang yang kini sedang berlangsung di Polres Aceh Tamiang.

"Dalam seminggu terakhir, tepatnya 2 hingga 6 Juli 2018, bertempat di Polres Aceh Tamiang, berlangsung pemeriksaan terhadap 25 (dua puluh lima) orang warga Desa Perkebunan Sungai Iyu, Kecamatan Bendahara, Aceh Tamiang." Sebut Chandra Darusman S, S.H., M.H.

Kepala Operasional LBH Banda Aceh ini menyebutkan warga yang diperiksa dalam statusnya sebagai tersangka dalam dugaan tindak pidana menguasai lahan atau rumah tanpa hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 jo Pasal 5 Perppu Nomor 51 Tahun 1960.

Sebelumnya, pada tanggal 5 dan 6 Juni 2018, mereka diperiksa sebagai Saksi dalam dugaan tindak pidana yang sama. Dalam proses pemeriksaan - baik dalam status hukum sebagai saksi maupun tersangka - warga didampingi oleh tim kuasa hukum dari LBH Banda Aceh.

Kondisi ini merupakan imbas lebih lanjut dari persoalan konflik pertanahan yang terjadi antara warga Desa Perkebunan Sungai Iyu, Kecamatan Bendahara,  Aceh Tamiang dan PT. Rapala yang telah berlangsung cukup lama.

Dalam perkembangannya, sejak 8 Februari 2018 yang lalu sudah ada informasi bahwasanya PT. Rapala akan melakukan pengusiran warga dengan alasan desa ini merupakan bagian dari objek HGU perusahaan, dan perusahaan meminta kepolisian untuk membantu perusahaan dalam pengusiran terhadap warga.

Untuk diketahui, desa ini berdiri sejak 1953 dan merupakan desa definitif serta terdaftar di Kementerian Dalam Negeri dan terdata pula dalam SK Gubernur Aceh.  Desa Perkebunan Sungai Iyu Kecamatan Bendahara adalah salah satu desa yang terdaftar,  legal, dan diakui eksistensinya secara hukum. Keberadaan desa tersebut telah ada jauh sebelum diterbitkannya HGU bagia PT. Parasawita untuk  pertama kalinya pada tahun 1973 dan perpanjangan di tahun 1990 yang kemudian beralih pada PT. Rapala pada tahun 2013.

Dalam rangka mendorong proses penyelesaian permasalahan ini, pada bulan Oktober 2017, LBH Banda Aceh bersama perwakilan masyarakat korban konflik telah melakukan komplain nasional terkait permasalahan ini. Komplain nasional tersebut dilakukan dengan cara menyampaikan pengaduan secara resmi dan langsung kepada beberapa institusi: diantaranya Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, dan Kantor Staff Kepresidenan Republik Indonesia.

LBH Banda Aceh kata Chandra Darusman menilai bahwasanya tindakan Kepolisian Resor Aceh Tamiang dalam melakukan pemanggilan dan pemeriksaan dan penetapan status tersangka terhadap 25 masyarakat Desa Perkebunan Sungai Iyu terkait dugaan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 jo Pasal 5 Perppu Nomor 51 Tahun 1960  tidak dapat dibenarkan menurut hukum.

"Karenakan aturan hukum yang digunakan bukanlah aturan yang melegitimasi kewenangan penyidik Kepolisian. Pasal-Pasal dalam Undang-Undang Nomor 51 tahun 1960 murni kewenangan Menteri Agraria dalam menyelesaikan permasalahan pemakaian tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya. Hal tersebut selaras dengan pengaturan yang terdapat dalam Pasal 5 ayat (1), (2), dan (3) Perpu Nomor 51 Tahun 1960 yang mengatur bahwa penyelesaian permasalahan mengenai pemakaian tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya diselesaikan menurut ketentuan, mekanisme dan prosedur yang ditetapkan oleh Menteri Agraria, bukan melalui mekanisme hukum acara pidana yang dilakukan oleh pihak Kepolisian." Sebut Chandra Darusman

Lebih lanjut dijelaskan bahwa dalam ayat (2) ditegaskan bahwa Menteri Agraria memiliki kewenangan penuh dalam melakukan berbagai tindakan untuk menyelesaikannya pemakaian tanah-tanah perkebunan dan hutan tanpa izin yang berhak atau kuasanya yang sah. Artinya, Perpu Nomor 51 tahun 1960 mengatur mengenai pemberian kewenangan hanya kepada Menteri Agraria dalam melakukan tindakan-tindakan untuk menyelesaikan permasalahan pemakaian tanah tersebut. Apabila ada instansi lain yang melakukan tindakan tersebut, harus atas persetujuan dan ditunjuk langsung oleh Menteri Agraria. Hal ini sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 5 ayat (3).

"LBH Banda Aceh menyayangkan tindakan kepolisian yang melakukan pemanggilan terhadap  warga Desa Perkebunan Sungai Iyu, Kecamatan Bendahara,  Aceh Tamiang sebagai saksi dan melakukan penetapan status Tersangka terhadap 25 warga. Hal ini didasarkan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam UU Nomor 51 Tahun 1960 yang merupakan pengaturan  mengenai kompetensi absolut atau kewenangan mutlak dari Menteri Agraria dan tidak dibenarkan adanya campur tangan pihak lain, termasuk Kepolisian." Sebut Chandra Darusman

Terlebih lagi kata dia, masyarakat Desa Perkebunan Sungai Iyu telah melaporkan permasalahan tersebut ke Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia dan Kantor Staf  Kepresidenan Republik Indonesia, dan hingga kini proses penyelesaiannya masih berlangsung.(j)


Keyword:


Editor :
Jaka Rasyid

riset-JSI
Komentar Anda