Beranda / Berita / Aceh / Ini Kisah Nelayan Bireuen yang Dipenjara di Pulau Andaman India

Ini Kisah Nelayan Bireuen yang Dipenjara di Pulau Andaman India

Rabu, 16 Desember 2020 08:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Fajrizal
[Foto: Fajrizal/Dialeksis]

DIALEKSIS.COM | Bireuen - Sebanyak lima nelayan asal Bireuen masing-masing Ilyas Ishak (48) Gampong Blang Gandai,  Kecamatan Jeumpa,  Mustafa Abdullah (57) Gampong Lueng Teungoh Kecamatan Jeunieb.

Dan tiga warga lainnya dari Kecamatan Kuala yakni Abdur Rahman Syarel (52) Dusun Pulo Pisang, Gampong Cot Bate, Tahur Ali (49) Ujong Blang Kuala, Arul (23) Kuala Raja.

Kelima orang tersebut sudah menjalani hukuman di Pulau Andaman India karena melewati batas Negara. Masing-masing di antara mereka menjalani hukuman satu tahun penjara.

Selasa (15/12/2020) saat akan bertemu dengan Bupati Bireuen mengatakan, saat ini ada 28 orang ABK dari Boat Ikan bernama lambung BSK dan tiga orang nelayan ABK boat Mata Riyan, mereka belum disidangkan.

Berikut penuturan kisah para nelayan yang ditangkap otoritas India. Tahuri Ali kepada Dialeksis.com menceritakan Sebelumnya, boat pukat yang dipawangi oleh Samsul Bahri asal Bireuen kini telah menetap di Calang, bersama para ABK berangkat dari Banda Aceh tanggal 12 Desember 2019, menuju ke barat Sabang.

Saat itu sudah diperoleh 1 ton ikan hasil tangkapan jenis ikan jereubok dan ada 1 ekor ikan tuna. Singkat cerita, saat dalam perjalanan tanpa disadari telah melewati batas, dari kejauhan terlihat ada satu kapal berwarna putih dan kami mengira kapal penangkap ikan tuna.

Setelah mendekat rupanya kapal patroli India Vijit 31, sejak itulah boat ikan dan ABK diamankan petugas patroli dan dari keterangan petugas pakai bahasa isyarat, petugas mengatakan boat kami sudah lewat 10 mil dalam wilayah Nikobar India.

"Kami tidak ada dipukul, dari awal mengaku kesalahan dan juga tidak melakukan perlawanan. Lalu, Abdur Rahman Syahrel mewakili teman-teman, diajak petugas kapal patroli India berkomunikasi karena tidak bisa bahasa India, ditanyai bahasa Inggris, hanya bisa dijawab yes dan no saja," cerita Tahuri Ali.

Dijelaskan juga, saat diamankan itu oleh petugas bertanya memakai terjemahan bahasa melalui hand phone, menggunakan bahasa Inggris. "Apa yang ditanyakan oleh petugas kapal patroli itu?" tanya awak media ini.

"Yang ditanya apa ada bawa senjata, lalu saya jawab no, ditanyakan lagi apa anda muslim semua, saya jawab yes, kemudian ditanyai lagi, apakah ada yang sakit, yes ada di antara kami sakit yaitu saya sendiri pilek dan kawan lain, karena kami terus kena angin di tengah laut,” ungkapnya.

Tidak saja sakit saat itu kondisi kami juga merasa takut ditangkap petugas kapal patroli India. “Setelah mengetahui ada dari kami sakit, lalu kami dibawa ke atas kapal diperiksa dan diberikan obat di atas kapal,” jelasnya.

"Kemudian, petugas membawa kami dari Nikobar selama empat hari empat malam ke Andaman, dan selama setahun kami berada dipenjara di Andaman Nikobar, dan selama itu pelayanan diberikan bagus dan untuk shalat kami di dalam penjara," tambahnya.

Petugas menyediakan drum khusus untuk kami menampung air buat air wudhu, agar air kami gunakan untuk berwudhuk tidak dipakai orang ramai, saat habis kami mengisi air kembali ke drum.

“Saat bulan puasa petugas di penjara juga menyediakan makan sahur untuk kami dan kami diberikan roti oleh mereka,” ungkap didampingi tiga temannya, mengenang situasi dialami selama di India, sampai perlakuan baik mereka rasakan," ungkapnya.

Hingga saat ini masih ada 31 orang nelayan asal Aceh yang sedang ditahan di penjara Andaman India, mereka ditangkap sekitar dua tahun lalu dan belum disidangkan. Informasi masih ada nelayan ditahan di India disampaikan empat nelayan Bireuen yang sudah pulang Bireuen dua hari lalu. (Fajrizal)

Keyword:


Editor :
Sara Masroni

riset-JSI
Komentar Anda