Beranda / Berita / Aceh / Kadis PPPA Sampaikan Penyebab Maraknya Kasus Pelecehan Seksual di Aceh

Kadis PPPA Sampaikan Penyebab Maraknya Kasus Pelecehan Seksual di Aceh

Rabu, 13 Januari 2021 15:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Riski
Ilustrasi kekerasan seksual terhadap anak. [IST]

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Aceh, Nevi Aryani melihat, media sosial sangat berpengaruh besar bahkan menjadi pemicu maraknya kasus pelecehan seksual terhadap perempuan dan anak yang meningkat di Aceh.

 Pelecehan seksual pada perempuan dan anak yang marak terjadi belakangan ini di Aceh, sebenarnya media sosial sangat berpengaruh terhadap pelecehan-pelecehan seksual yang terjadi di Aceh, dimana orang depat membuka konten pornografi, apalagi pornografi dapat menimbulkan kecanduan yang dapat merusak otak sehingga menyebabkan otak tidak balance lagi dengan nafsunya dalam mengontrol keinginan,” ujar Nevi Aryani saat dihubungi Dialeksis.com, Rabu (13/1/2021).

Dalam Penjelasannya Nevi Aryani memberikan contoh, dimana dirinya pernah menangani kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh anak di bawah umur yang terinspirasi setelah menonton video pornografi di media sosial.

“Saya pernah menangani kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh anak di bawah yang merupakan murid pesantren kepada anak berumur lima tahun yang berujung pembunuhan, karena korban melakukan perlawanan. Saat diintrogasi pelaku melakukannya akibat menonton video porno dan mirisnya teman-temannya menonton hal yang sama saat di sekolah," ucapnya.

Tidak hanya sosial media, Nevi Aryani menjelakan selain faktor media sosial, ada beberapa faktor lain yang mendukung meningkatnya kasus pelecehan seksual di Aceh, seperti Faktor lingkungan yang mendukung relasi kekuasaan dan keimanan.

“Tidak hanya Faktor media sosial. Namun, ada beberapa faktor lain yang mendukung pelecehan seksual di Aceh, di antaranya seperti, lingkungan yang mendukung dan relasi kekuasaan, kita melihat korban merupakan mereka yang lemah dan pelaku sendiri merupakan orang terdekat, seperti guru yang melecehkan muridnya, paman bahkan orang tua kandung," jelas Nevi.

"Pada kasus ini terdapat kepatuhan kekuasaan di sini dan terakhir Faktor kurangnya keimanan, walaupun kita melihat di media guru ngaji yang melakukan pelecehan seksual pada anak. Namun, pasti imannya lemah, jika ada iman dia tidak akan melakukan hal tersebut,” tambahnya.

Nevi juga menyinggung pentingnya sosialisasi oleh pemerintah tentang bahaya pornografi dan kerjasama dari semua pihak terutama orang dalam mendaga dan mengawasi penggunaan sosial media pada anak.

Data yang diperoleh dari Kepala UPTD Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Aceh, Irmayani. Kasus pelecehan seksual terhadap anak dan perempuan dari bulan Januari hingga Desember 2020 sebanyak 227 orang dari 12 Kabupaten/Kota di Aceh dan masih ada 11 Kabupaten/Kota yang belum terdaftar.

Keyword:


Editor :
Sara Masroni

riset-JSI
Komentar Anda