Beranda / Berita / Aceh / KontraS Aceh: Pemerintah Diminta Cari Solusi Terhadap Persoalan Rohingya

KontraS Aceh: Pemerintah Diminta Cari Solusi Terhadap Persoalan Rohingya

Kamis, 16 November 2023 18:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Koordinator KontraS Aceh, Azharul Husna. [Foto: IST]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Dalam kurun waktu tiga hari terakhir, 14-16 November 2023, terjadi gelombang kedatangan imigran etnis Rohingya di kawasan Aceh, tepatnya di Kabupaten Pidie dan Bireuen, melalui jalur laut. Kapal-kapal yang mereka tumpangi tiba dalam waktu berbeda dan mengangkut total 341 orang di Pidie, dan 249 orang di Bireuen.

Koordinator KontraS Aceh, Azharul Husna mengatakan ratusan pengungsi di Pidie telah dipindahkan ke penampungan pengungsi di Mina Raya. Sementara, di Bireuen muncul persoalan, yakni terjadi penolakan terhadap kedatangan mereka.

Informasi yang dihimpun Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Aceh, Kamis 16 November 2023, para pengungsi yang tiba di perairan kawasan Jangka, Bireuen, sebenarnya telah sempat mendarat di pantai. 

Warga sekitar juga dikabarkan telah membantu para pengungsi dengan memberikannya makanan dan minuman sekadarnya. Namun sangat disayangkan para pengungsi kemudian diminta kembali ke kapal.

“Saat ini masih tersisa empat orang yang berada di darat dan berkomunikasi dengan pihak otoritas pemerintah yang tiba di lokasi,” ujar Azharul Husna kepada Dialeksis.com, Kamis (16/11/2023).

Azharul Husna mengatakan KontraS Aceh mendesak pemerintah agar memberikan pertolongan dengan mendaratkan para pengungsi yang berada dalam kondisi memprihantinkan. 

"Apalagi mereka nyaris sebulan terombang-ambing di lautan," ujarnya.

Di sisi lain, KontraS Aceh juga telah berulang kali menyampaikan tidak adanya mekanisme komprehensif yang seharusnya bisa dilakukan oleh pemerintah hingga di tingkat pusat terhadap penanganan pengungsi yang tiba di Aceh. 

Perpres 125/2016 telah menyatakan secara tegas, tepatnya di Pasal 2, bahwa Pemerintah Pusat bekerja sama dengan lembaga tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui organisasi internasional yang menangani pengungsi.

“Ketika pemerintah diam saja membiarkan persoalan ini berlarut-larut, sehingga terjadi penolakan, ini sangat kita sayangkan,” ujar Husna.

Perpres yang mengatur mekanisme perlindungan dan penanganan pengungsi ini, tambahnya, memberikan semangat adanya penerimaan negara untuk akses mencari dan mendapatkan suaka sebagai sebuah bentuk perlindungan.

“Tidak ada ketentuan dalam Perpres ini untuk adanya penghalangan atau pencegahan pengungsi untuk masuk ke wilayah Indonesia, Pemerintah Pusat punya tanggung jawab dan peran aktif di sini seharusnya,” ujarnya.

Membiarkan Aceh menyelesaikan masalahnya sendiri terkait fungsi ini, sebut Husna, justru melawan semangat dari Perpres itu sendiri. 

Penolakan terhadap pengungsi yang sudah sempat mendarat lalu mengembalikan mereka ke perairan, justru melanggar prinsip ‘non-refoulement‘ yang merupakan salah satu kewajiban internasional bagi setiap negara.

Padahal, penderitaan yang dialami pengungsi Rohingya yang memaksa mereka untuk berpindah tempat mencari penghidupan, tak bisa dilepaskan dari sejarah kekerasan yang dialaminya di Myanmar, sejak puluhan tahun silam. 

Bahkan kekerasan itu masih berlangsung hingga sekarang di Myanmar. Aceh tentu tidak asing dengan pengalaman tersebut, karena ketika konflik terjadi di masa lalu, banyak warga Aceh yang terancam keselamatannya sehingga harus mencari suaka ke luar negeri.

“Ketika pemerintah diam saja tutup mata atas apa yang sedang terjadi, apalagi dengan membiarkan pengungsi ditolak (kembali ke lautan), maka ini jelas-jelas tidak punya empati. Komitmen negara terhadap penegakan hak asasi manusia sedang dipertanyakan,” ujarnya.

Karena itu, KontraS Aceh mendesak pemerintah untuk menolong para pengungsi. Negara juga diminta segera meratifikasi Konvensi 51 tentang Pengungsi. 

Bagi otoritas di Provinsi Aceh, KontraS mendorong agar Aceh sebagai daerah keistimewaan bisa mengambil langkah maju dengan menerbitkan qanun terkait penanganan pengungsi.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI
Komentar Anda