Beranda / Berita / Aceh / KPPAA : Masyarakat Harus Waspada Terhadap Modus Perdagangan Orang

KPPAA : Masyarakat Harus Waspada Terhadap Modus Perdagangan Orang

Senin, 19 April 2021 11:00 WIB

Font: Ukuran: - +


DIALEKSIS.COM| Banda Aceh – Masyarakat harus waspada terhadap perdagangan orang (trafffiking). Ada kasusnya tidak terungkap kepermukaan, karena korban tidak berani melapor atau ada yang tidak menyadari kalau dirinya telah mengalami trafficking.

Hal itu dijelaskan Ayu Ningsih, Wakil Ketua KPPAA (Komisi Pengawasan Perlindungan Anak Aceh) menjawab Dialeksis.com, Senin (19/04/2021). Dalam keteranganya, KPPAA menghimbau orangtua dan masyarakat agar senantiasa waspada terhadap kasus-kasus perdagangan orang yang senantiasa mengincar anak-anak Aceh.

Karena kasus-kasus perdagangan manusia/trafficking merupakan fenomena gunung es yang kurang terungkap ke permukaan, karena sebagian korban tidak berani melapor ataupun tidak menyadari bahwa dirinya telah mengalami trafficking atau perdagangan orang, jelasnya.

Perdagangan orang adalah “tindakan perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan, atau penerimaan seseorang, dengan ancaman atau penggunaan kekerasan atau bentuk-bentuk lain dari pemaksaan, penculikan, penipuan, kebohongan atau penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat dari manfaat.

Sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan dalam negara maupun antar negara untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi, jelasnya.

Menurut Ayu Ningsih, modus yang biasa digunakan oleh pelaku perdagangan orang untuk merekrut calon korban, semakin beragam. Terlebih di era media sosial seperti sekarang. Pelaku lebih mudah menjaring korban melalui berbagai platform media sosial.

“Kalau dahulu pelaku harus menjumpai korban atau keluarganya untuk menawarkan janji pekerjaan dan iming-iming upah yang menggiurkan, namun saat ini modus operandi pelaku perdagangan orang saat ini melibatkan rekrutmen digital melalui media social,” sebutnya.

Contohnya, katanya, seperti menawarkan pekerjaan di kota besar dan luar negeri, prostitusi online, iklan palsu menjadi model, penipuan peminjaman uang melalui media sosial, pengantin pesanan, atau relasi personal menggunakan platform media online untuk menarik korban.

Selain itu, bagi mereka yang masih bersekolah, terkadang ada juga tawaran beasiswa atau magang ke luar negeri yang menguntungkan yang mengarah pada eksploitasi korban.

Praktik perdagangan orang dengan model eksploitasi seksual juga sering terjadi, bahkan untuk melancarkan transaksi layanan seksual tersebut, pelaku sengaja memalsukan identitas korban yang masih anak-anak dengan meningkatkan usianya, jelasnya.

Bahkan, kadang uang dari hasil transaksi seksual itu seluruhnya diserahkan kepada pelaku. Selama praktik prostitusi berlangsung, para korban tidak mendapatkan gaji. Hanya sesekali mereka diberi uang sekedarnya saja oleh pelaku.

Saat ini mayoritas kasus perdagangan orang yang terjadi bermula dari modus “tawaran pekerjaan dan sekolah gratis”. Perdagangan manusia merupakan salah satu bisnis kejahatan terbesar di dunia setelah narkoba dan senjata, jelas KPPAA ini.

Menurut Ayu Ningsih, faktor utama yang menyebabkan terjadinya kasus perdagangan orang adalah : Kondisi ekonomi/kemiskinan, rendahnya akses pendidikan. Tiadanya kesempatan kerja.

Tuntutan konsumerisme. Ketiadaan Akta Kelahiran, ketidaksetaraan gender dan praktek diskriminasi. Disintegrasi keluarga, pengalaman seksual dini, kekerasan dalam rumah tangga Perkawinan usia dini (usia anak) dan beberapa factor lainya.

Untuk mencegah sedini mungkin kasus perdagangan dan eksploitasi anak, semua pihak diminta untuk melakukan fungsi edukasi dan pengawasan, sebut Ayu Ningsih.

Edukasi tersebut harus mulai dilakukan oleh lembaga/instansi terkait, orang tua, guru, tokoh agama, tokoh masyarakat, budayawan dan lain sebagainya. Pengawasan terhadap perkembangan dan perubahan perilaku anak perlu dilakukan sedini mungkin, terutama memantau penggunaan gadget pada anak dan memantau pergaulan dan interaksi anak-anak dengan orang lain melalui media social dan lingkungan, jelasnya.

Ayu menilai, peran masing-masing pihak dapat dilakukan melakukan edukasi dan sosialisasi kepada anak agar mereka lebih memahami bahaya perdagangan orang yang bisa saja menghampiri mereka, terutama jika ada pihak-pihak yang menawarkan pekerjaan ke luar negeri dengan upah yang besar, program beasiswa, magang keluar negeri, pertukaran pelajar.

Benar-benar harus dicari informasi mengenai profil perusahaan atau orang yang menawarkan tersebut iming-imig tersebut. Orangtua dan masyarakat jangan mudah tergiur dengan iklan atau janji-janji palsu dari perusahaan atau orang yang akan menawarkan pekerjaan atau pendidikan gratis.

“Orangtua dan masyarakat harus cerdas mengecek kebenaran dan keakuratan informasi yang diberikan oleh pelaku, jika ada gerak gerik yang mencurigakan dari pelaku, segera melapor ke polisi,” pintanya.

Ayu Ningsih berharap, pemerintah dapat membuka peluang kerja yang seluas-luasnya dan menyediakan informasi yang sebanyak-banyaknya kepada masyarakat, terhadap bahaya perdagangan orang guna mengantisipasi terjadinya kasus-kasus perdagangan orang di Aceh, demikian penjelasan wakil ketua KPPAA ini. (baga)


Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda