Beranda / Berita / Aceh / Maraknya Warga Buka Aurat, Rektor UIN Ar-Raniry Nilai Penerapan Syariat Islam di Aceh Lemah

Maraknya Warga Buka Aurat, Rektor UIN Ar-Raniry Nilai Penerapan Syariat Islam di Aceh Lemah

Kamis, 18 Mei 2023 19:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Nora

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Fenomena laki-laki bercelana pendek bahkan telanjang dada semakin marak di Kota Banda Aceh, ini menjadi perhatian serius karena cara berpakaian seperti itu tidak sejalan dengan prinsip-prinsip Syariat Islam

Tren berpakaian seperti ini telah menyebar di kalangan anak muda maupun orang dewasa, tanpa rasa malu atau kepedulian terhadap Syariat Islam. Sayangnya, sering kali tidak ada yang berani menegur atau mengkritik perilaku ini, karena takut dianggap tidak memegang teguh prinsip-prinsip Syariat Islam.

Pelaksana Tugas (PIt) Kepala Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah Kota Banda Aceh, Muhammad Rizal, S.STP, M.Si mengatakan, bahwa pihaknya akan mengambil tindakan tegas jika masih mendapati ada warga yang tidak memakai pakaian sesuai dengan syariat Islam.

Rizal menduga sosialisasi dan pembinaan yang telah dilakukan pihaknya selama ini masih sulit menumbuhkan kesadaran warga, karena tidak adanya sanksi untuk memberikan efek jera.

"Sudah menjadi tabi'at, kalau tidak ada sanksi tidak akan jalan. Padahal itu semua untuk kebaikan mereka di dunia dan akhirat," katanya.

Ternyata fakta yang terjadi hari ini sudah pernah dikatakan oleh Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh, Prof Dr H Mujiburrahman MAg, dirinya secara pribadi menyebutkan bahwa penerapan syariat Islam di Aceh masih sangat lemah.

Dalam pelaksanaan syariat Islam di Aceh sejak tahun 2001 hingga saat ini diyakini masih ada berbagai persoalan, sehingga penerapannya terkesan belum sempurna. 

"Jauh lebih baik yang sebelumnya, hari ini sudah tahun 2022, tapi kondisi syariat Islam di Aceh lebih parah dari yang sudah-sudah,” kata Prof Mujiburrahman dalam silaturahmi dengan awak media di kampus tersebut, Sabtu (6/8/2022) lalu. 

Pada kesempatan itu, Prof Mujib juga menyinggung masalah pendidikan yang ada kaitannya dengan pelaksanaan syariat Islam. Mujib mengaku pernah berdiskusi dengan ahli fikih dari Universitas Al-Azhar Prof Ali Jum'at terkait syariat Islam di Aceh.

Prof Ali bilang ada tiga tahapan syariat Islam di Aceh. Apa yang salah sehingga syariat Islam itu tidak berjalan dengan betul.

Tahapan pertama menurut Prof Ali, kata Mujib, yakni mendidik masyarakat agar mengerti Islam dengan benar. Mendidik itu disebut tidak dilakukan Pemerintah Aceh dan tidak ada dalam program pendidikan.

"Kita hampir tidak ada program pendidikan yang, didik ini sampai mengerti betul halal haramnya, baik buruknya, sampai masyarakat ini betul-betul mengerti dan mengamalkan Islam dengan benar itu tugas negara. Ar-Raniry sebagai institusi negara juga bertugas untuk itu, sekolah, Dinas Syariat Islam, semua bertugas mendidik masyarakat mengerti islam dengan benar," jelasnya.

Tahapan kedua yakni membenahi pranata sosial masyarakat. Dia mengambil contoh yakni pemotongan ayam yang dilakukan di pasar atau penjual ayam.

"Contoh paling kecil, hari ini tanpa sadar kita makan bangkai ayam tiap hari karena disembelih oleh orang yang tidak melaksanakan secara syariat. Ini pranata sosial, ini tugas negara, seharusnya negara apakah Dinas Syariat Islam (DSI), apakah Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) mendidik mereka bagaimana memotong ayam itu dengan benar," ujar Mujib.

Setelah dua tahap itu dilakukan, baru masuk ke level ketiga soal hukuman atau hudud. Masyarakat yang melanggar aturan baru dihukum cambuk.

"Setelah masyarakat mengerti Islam dengan benar, pranata sosial diperbaiki oleh negara, masyarakat masih ada penyakit yang melakukan kejahatan lakukan hudud atau hukuman. Ini kita belum apa-apa sudah cambuk di depan," tegasnya.

Keyword:


Editor :
Zulkarnaini

riset-JSI
Komentar Anda