Beranda / Berita / Aceh / Nasir Djamil Minta JPU Kejari Jantho Tuntut Maksimal Pelaku Perkosaan Terhadap Anak

Nasir Djamil Minta JPU Kejari Jantho Tuntut Maksimal Pelaku Perkosaan Terhadap Anak

Rabu, 27 Januari 2021 12:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Anggota Komisi II DPR RI, Muhammad Nasir Djamil. [IST]

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Anggota Komisi II DPR RI Muhammad Nasir Djamil, meminta JPU Kejari Jantho, tuntut maksimal pelaku perkosaan terhadap anak, dan Uqubat Restitusi serta Kebiri Kimia Sesuai PP 70 tahun 2020.

Maraknya tindak pidana Islam (Jarimah Jinayat) pemerkosaan di Aceh Besar telah sampai pada tingkat membahayakan bagi generasi masa depan Aceh Besar secara khusus dan Provinsi Aceh Secara Umum.

"Sebagaimana kami membaca di media, bahwa ada 3 terdakwa pelaku perkosaan yang disidangkan di Mahkamah Syar’iyah Jantho, maka untuk itu kami menyampaikan bahwa kami akan mengikuti kasus ini sampai tuntas, dan meminta kepada Penegak Hukum (Polisi, Jaksa dan Hakim) untuk dapat memberikan keadilan yang bermartabat bagi korban, dan hukuman yang setimpal bagi pelaku," jelas Anggota Komisi II DPR RI, Muhammad Nasir Djamil kepada Dialeksis.com, Rabu (27/1/2021).

Ia melanjutkan, Jarimah Jinayat Permerkosaan adalah sebuah tindakan tidak bisa ditolerir dengan alasan apapun. Dan itu adalah perbuatan sadis dan bejat serta kejam, untuk itu kami mengecam pelaku pemerkosaan tersebut.

Dan dalam pasal 50 Qanun Nomor 6 Tahun 2014, bahwa maksimal pelaku pemerkosan dituntut 200 bulan penjara, dan kami meminta JPU dari Kejari Jantho menuntut Terdakwa "dengan maksimal, dan harapan kami Terdakwa juga dituntut untuk uqubat restitusi sebagaimana yang diatur dalam Pasal Pasal 51 Qanun Nomor 6 Tahun 2014," ungkap Nasir Djamil.

"Dan kami harap JPU juga mempertimbangkan untuk menambah tuntutan kebiri kimia terhadap pelaku kekerasan seksual terhadap anak. Sebagaimana Aturan tersebut tertuang lewat Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak yang ditandatangani Presiden pada 7 Desember 2020," tambahnya.

Menurut Anggota Komisi II DPR RI ini, korban kekerasan seksual dan pelecehan seksual sering kali berdampak besar pada kesehatan mental dan fisik korban, yang meningkatkan risiko tidak hanya depresi, kegelisahan, dan gangguan stres pascatrauma (PTSD).

"Efek kesehatan jangka panjang yang terkait dengan pelecehan dan penyerangan seksual bukan hanya tentang dampak yang ditimbulkannya terhadap kesehatan mental seseorang korban," ungkap Nasir Djamil.

Pihaknya meminta kepada Pemerintah Kabupaten Aceh Besar untuk segera melakukan tindakan advokasi terhadap korban, dan Tindakan Preventif supaya kedepan tidak terulang perilaku para durjana pemerkosa yang kerap memakan korban.

"Semoga masyarakat Aceh Besar juga mawas diri, harus menghidupkan kontrol masyarakat dan tokoh tokoh gampong, tokoh adat, serta tokoh agama harus tinggi dan waspada Supaya kedepan anak anak kita di Aceh besar jadi korban keganasan kekerasan seksual," ujarnya yang juga Ketua Forbes DPR RI dan DPD RI asal Aceh itu.

"Kami meminta kepada orang tua ikut pro aktif mengawasi dan tidak abai dengan perubahan perilaku pada anak, memantau teman bergaul dan zona bermain anak. Sudah cukup anak Aceh jadi korban koflik dan tsunami, jangan lagi menjadi korban," pungkasnya.

Keyword:


Editor :
Sara Masroni

riset-JSI
Komentar Anda