Beranda / Berita / Aceh / Nelayan Minta Suntik Mati, Ini Penjelasan Akademisi Hukum Unimal

Nelayan Minta Suntik Mati, Ini Penjelasan Akademisi Hukum Unimal

Rabu, 12 Januari 2022 12:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : fatur

Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh sekaligus Dosen Fakultas Hukum Unimal, Hadi Iskandar, S.H., M.H., C. IPr., CF. NLP., CM.NNLP., C.HLC. [Foto: 


DIALEKSIS.COM | Lhokseumawe - Permintaan seorang nelayan yang minta disuntik mati di kota Lhokseumawe masih menjadi perbincangan hangat dikalangan masyarakat sampai saat ini.

Ketua Yara, Safaruddin mengatakan kepada Dialeksis.com, Rabu (12/1/2022), bahwa sidang permohonan tersebut kepada Pengadilan Negeri Lhokseumawe akan dilaksanakan pada 13 Januari 2022.

Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh sekaligus Dosen Fakultas Hukum Unimal, Hadi Iskandar, S.H., M.H., C. IPr., CF. NLP., CM.NNLP., C.HLC. mengatakan, yang pertama yang harus kita pahami semua, bahwa negara Indonesia ini adalah negara hukum.

“Artinya itu tertuang dalam Konstitusi UUD 1945, Pasal 1 ayat 3 yang menyatakan negara Indonesia adalah negara hukum. Maknanya bahwa segala aspek, baik itu kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara didalam melaksanakan pemerintahan itu semua harus berdasarkan atas hukum,”kata Hadi kepada Dialeksis.com, Rabu (12/1/2022).

Kemudian, Dirinya menjelaskan, jadi dalam kehidupan makhluk hidup tentunya kita masyarakat didalam siklus kehidupan itu harus mematuhi aturan-aturan hukum yang ada.

Selanjutnya, Hadi menjelaskan, jika berbicara kematian ini merupakan sebuah misteri yang besar, artinya belum dapat ditemukan oleh ilmu pengetahuan. “Jika kita yang beragama, kematian itu hanya Allah yang tahu,” sebutnya.

“Kemudian, dalam hal ini, kematian itu adalah sesuatu yang ditakutkan oleh sebagian orang, namun disini kenapa ada orang yang minta disuntik mati atau ada euthanasia? Itu bisa saja disebabkan ada sebuah tekanan, depresi atau tekanan psikologi yang dialami oleh orang yang bersangkutan dalam bidang kesehatan,” sebutnya.

Lanjutnya, Hadi menjelaskan, maksudnya seperti tidak ada lagi upaya medis yang dapat bersangkutan untuk hidup. “Tapi dalam hal itu, bisa dilihat dari sisi medis atau kesehatan,” tambahnya.

Namun bicara suntik mati ini, Menurutnya, ini membicarakan tentang sesuatu yang kontroversi, artinya apakah ada pihak yang menerima atau apakah ada pihak yang tidak menerima (Pro dan Kontra).

“Namun tindakan euthanasia ini tidak diterima, kenapa? Karena ini bertentangan dengan hukum, moral dan agama,” ujarnya.

Kalau pandangan sisi Hukum, Hadi menjelaskan, ini merupakan suatu tindakan yang melawan hukum atau ilegal. “Ini sudah diatur dalam pasal 344 dan 304 KUA Pidana secara tinjauan yuridisnya,” jelasnya.

Lanjutnya lagi, dalam pasal 344, Barang siapa yang menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan itu sendiri, disebutkan dengan nyata, dengan sungguh-sungguh bisa dihukum penjara selama 12 tahun.

Kemudian, pasal 304, barang siapa dengan sengaja menempatkan atau membiarkan seseorang dalam keadaan sengsara itu juga dapat terkena pidana paling lama itu 2 tahun.

Lalu, Hadi mengatakan suntik mati itu menyuntikkan racun mematikan kepada seseorang dengan dosis yang tinggi. “Termasuk dalam hal ini masuk juga dalam pasal 345 yang disebutkan menolong untuk bunuh diri, memberi sarana, mendorong orang untuk bunuh diri juga ini bisa dipenjara,” sebutnya.

Dalam kasus kali ini, kata Hadi, tempat mata pencaharian (Waduk Lhokseumawe) nelayan tersebut itu ditutup oleh pemerintah kota Lhokseumawe karena airnya mengandung merkuri yang dapat membahayakan masyarakat jika mengkonsumsi ikan atau hasil tangkapan di waduk tersebut.

“Sebenarnya dalam hal ini pemerintah kota Lhokseumawe harus bisa memberikan solusi kepada mereka, misal dengan memberi lapangan pekerjaan kepada mereka,” kata Hadi.

Hadi mengatakan, seharusnya dalam hal ini pemerintah bisa hadir diantara mereka, memberikan harapan, kebahagiaan, kesejahteraan dan semua itu juga di atur dalam UU Hak Asasi Manusia.

“UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang hak dasar, hak untuk hidup, hak untuk mengembangkan diri, hak untuk kebebasan, dan hak untuk kesejahteraan dan lainnya. Jadi tentu dalam hal ini, saya berharap jika timbul suatu kebijakan kepada masyarakat yang mintak suntik mati, disitulah pemerintah harus turun, harus datang, melihat, dan juga memberikan bantuan dan perhatian secara khusus terhadap orang tersebut,” pungkasnya. [ftr]

Keyword:


Editor :
Alfatur

riset-JSI
Komentar Anda