Beranda / Berita / Aceh / Penusukan Ustadz di Aceh Tenggara, Masri: Pelaku Sudah Meresahkan Sejak Lama

Penusukan Ustadz di Aceh Tenggara, Masri: Pelaku Sudah Meresahkan Sejak Lama

Jum`at, 30 Oktober 2020 18:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Sekjen PD Muhammadiyah Aceh Tenggara Masri Amin S.E M.Si. [IST]


DIALEKSIS.COM | Kutacane - Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW 12 Rabiul Awal 1442 H kali ini dihebohkan tentang penusukan Ustadz Muhammad Zaid yang sedang memberikan ceramah maulid di Masjid Al Husna, Desa Kandang Belang, Kecamatan Lawe Bulan, Aceh Tenggara, pada Kamis (29/10/2020) jam 21.30 WIB.

Menaggapi hal itu Sekjen PD Muhammadiyah Aceh Tenggara Masri Amin S.E M.Si kepada Dialeksis.com, Jum'at (30/10/2020) mengatakan, pihaknya kenal Ustadz Zaid dan sering menjadi Khatib Jum'at di Desanya yakni Lawe Sagu Hilir, Lawe Bulan, Aceh Tenggara.

Begitu juga dengan pelaku, Masri juga cukup kenal yakni warga Lawe Sagu Hulu, Lawe Bulan, Aceh Tenggara. TKP merupakan desa pemekaran yang berada di sebelah desanya dan warganya masih menggunakan satu masjid.

"Di jagad media sosial ramai-ramai memberi kutukan sejak tadi malam. Kita perihatin atas kejadian ini, namun jangan heran atas kejadian tersebut secara berlebihan. Ini kejadian menampar muka kita semua, karena yang menjadi korban adalah ustadz dan itu viral," jelasnya.

Masri yang juga Ketua Pengurus Provinsi Keluarga Alumni Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (KAUMY) Aceh itu menjelaskan, sebenarnya telah banyak kekerasan dalam bentuk lain yang dilakukan pelaku, namun dianggap biasa.

"Laporan ke Kepolisian telah sering, namun tak berjalan normal dan terkesan diendapkan, tak digubris. Banyak kasus, warga diam tak berani bertindak. Atas tindakan pelaku yang luar biasa parah dan sering, bahkan orangtuanya (bambru/bibik) kewalahan dan tak mampu lagi mengontrolnya. Hingga secara ekonomi habis terkuras atas perilaku tersangka," jelasnya.

"Allah kali ini menampar kita semua atas efek narkoba sabu-sabu dan lainnya yang bebas beredar, seakan terjadi pembiaran bak jualan kacang goreng. Bahkan di desa bandar narkoba beroperasi seperti pasar bebas tanpa hukum di sana. Kita lumpuh dan tuna kuasa atas narkoba," tambahnya.

Sekjen PD Muhammadiyah Aceh itu berujar, pelaku pernah tinggal lama berjarak lebih kurang 30 meter dari batas tambak kolamnya.

"Rumah itu seperti markas pesta narkoba dan seks bebas. Dan sudah diketahui oleh umum. Terhitung pelaku dapat disebut masih kerabat, di luar sebagai tetangga. Ibunya berasal dari desa saya," ungkap Masri.

Sebagai tetangga tempat usaha, pihaknya mengaku cukup resah. Baik siang, maupun malam hari. Cukup berisik dengan dentuman musik seperti di klub malam. Laki perempuan silih berganti bertandang hingga dini hari di sana.

"Aparatur dan warga desa tak ada yang berani melarang. Oknum polisi pun diduga membiarkannya dan mungkin juga tidak berani bahkan ikut di sana," tambahnya.

Pemecatannya dari anggota Polri, menurut Masri, semata tindakan hukuman struktural saja.

"Sebelum dipecat, kalau tidak salah pernah direhab atas ketergantungan narkobanya di Jawa Barat. Setelah tidak lagi menjadi polisi, prilakunya makin hari maki parah dan brutal tanpa tindakan substansial dari aparat berwenang," jelas Alumni S2 Ilmu Politik, Politik Lokal dan Otonomi Daerah UGM itu.

Masri bercerita, penjaga kolamnya pun sering merasa terteror. Tengah malam minta rokok dan minjam koreklah. Bahkan rekan penjaga kolam yang masih berstatus pelajar, menunggu kolam ketika penjaga kolam ada keperluan pergi, disiksa dengan merendam dan memukulnya.

"Kejadian ini pernah dilaporkan ke kepolisian, namun dianggap angin lalu. Kejadian ini cara Allah menegur kita akibat narkoba. Kejadian ini puncak gunung es atas kejadian lain yang telah banyak memakan korban dan kita diam tak berani bertindak," jelasnya.

"Namun kejadian ini cukup disayangkan korbannya adalah Ustadz Zaid dan momennya saat maulid. Kalau tidak, siapa yang peduli atas tekanan psikologis warga sekitar selama bertahun-tahun terkait perilaku pelaku?" tambahnya.

Masri juga mengungkapkan, narkoba diduga seperti dibiarkan bebas di Aceh Tenggara yang dikategorikan daerah "Darurat Narkoba".

"Narkoba telah merambah seluruh desa bak dana desa. Banyak generasi muda rusak parah. Kriminalitas meningkat dan seluruh warga desa satu kabupaten resah. Dan anehnya, warga pun menganggap biasa tanpa ada tindakan kultural," pungkasnya.

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda