Beranda / Berita / Aceh / Penyetopan PPPK di Lingkungan Pemerintah Aceh Dinilai Memuluskan Angka Kemiskinan

Penyetopan PPPK di Lingkungan Pemerintah Aceh Dinilai Memuluskan Angka Kemiskinan

Jum`at, 07 Januari 2022 14:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Redaksi
Dosen Kebijakan Publik Universitas Islam Negeri Ar-Raniry (UINAR) Banda Aceh, Muazzinah. [Foto: IST] 

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Mulai tahun 2022, Pemerintah Aceh tidak akan lagi memperpanjang SK Tenaga Kontrak atau PPPK yang selama ini bekerja di instansi Pemerintahan Aceh. 

Hal ini senada dengan bunyi Pasal 99 Ayat (1) dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja.

Disebutkan, pada tahun 2023 PPPK tidak bisa lagi bekerja di lingkungan Pemerintah Aceh sebagai Tenaga kontrak atau dikurangi.

Ihwal keputusan tersebut juga diambil karena Pemerintah Aceh tidak mampu lagi menampung ribuan orang yang selama ini dikontrak untuk membantu kerja-kerja lembaga pemerintah.

Meski demikian, kebijakan ini mendapat sorotan penuh dari publik. Salah satunya datang dari Dosen Kebijakan Publik Aceh, Muazzinah.

Ia mengatakan, seharusnya di tengah kesusahan pandemi Covid-19, kebijakan pemutusan hubungan kerja para tenaga kontrak atau PPPK tidak boleh terjadi.

Menurutnya, kebijakan penyetopan PPPK bisa bekerja di instansi pemerintahan akan berdampak besar dan signifikan bagi Aceh.

“Seharusnya lapangan pekerjaan yang dibuka lebih luas lagi, bukan malah mengurangi kesempatan masyarakat untuk bekerja,” ujar Muazzinah kepada reporter Dialeksis.com, Banda Aceh, Kamis (6/1/2022).

Ia melanjutkan, alasan Pemerintah Aceh yang mengatakan ingin mengurangi jumlah PPPK di instansi pemerintahan dianggap kurang jelas secara publikasi.

Menurutnya, Pemerintah Aceh harus transparan terhadap evaluasi kinerja para PPPK dengan prinsip bahwa yang dikurangi adalah mereka yang benar-benar tidak disiplin dalam melaksanakan pekerjaan dengan baik.

Dosen Universitas Islam Negeri Ar-Raniry (UINAR) Banda Aceh ini menegaskan, visi dan misi Pemerintah Aceh adalah mewujudkan pemerintahan yang damai dan sejahtera. 

Akan tetapi, lanjut dia, kebijakan pemangkasan PPPK di instansi pemerintahan tersebut dinilai bertentangan dengan sisi humanis visi dan misi Pemerintah Aceh.

“Tenaga kontrak juga manusia yang butuh menghidupi diri dan keluarga,” tegasnya.

Ina, sebutan akrabnya itu menegaskan, Pemerintah Aceh harus mencerna dengan cermat persoalan pengurangan PPPK di instansi pemerintahan dengan angka pengangguran yang akan datang.

“Masalah pengangguran dan keterbatasan kesempatan kerja saling berhubungan satu sama lain, yaitu timbul karena adanya ketimpangan antara jumlah kesempatan kerja yang tersedia,” ungkapnya.

Di sisi lain, Muazzinah mengatakan, pengurangan PPPK sesuai dengan PP No 49/2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) harus ada satu mekanisme tertentu di Pemerintah Aceh dengan prioritas PPPK yang ada dan penciptaan pemerataan peluang kerja bagi masyarakat.

Menurutnya, Pemerintah Aceh perlu mengambil langkah kongkret dengan melaksanakan program peningkatan skill dan kemampuan bagi tenaga kontrak sehingga bisa sesuai dengan lapangan yang tersedia.

“Kemudian, peningkatan program padat karya, yaitu lebih kepada penggunaan SDM, pembukaan investasi-investasi baru serta adanya penyuluhan dan informasi yang cepat mengenai lapangan pekerjaan,” tutup Muazzinah.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI
Komentar Anda