Beranda / Berita / Aceh / Rencana Perpanjang Konversi Bank Konvensional Hingga 2026, YARA: Tetap Tidak Sepakat

Rencana Perpanjang Konversi Bank Konvensional Hingga 2026, YARA: Tetap Tidak Sepakat

Sabtu, 26 Desember 2020 16:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Roni
Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA), Safaruddin. [Dok. Serambinews/M Anshar]

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Gubernur Aceh Nova Iriansyah dikabarkan berencana mengajukan perubahan Qanun Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah ke DPRA. Hal ini sebagaimana termuat dalam konsep surat Pemprov Aceh yang beredar, salah satu poinnya menagjukan skema perpanjangan operasional bank konvensional hingga 2026.

Menaggapi hal itu, Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA), Safaruddin mengatakan, pihaknya tetap tidak sepakat dilakukan penundaan karena penutupan bank konvensional di Aceh tidak punya dasar hukum.

"Penundaan itu seolah-olah mengakui, padahal Qanun tidak mengatur tentang penutupan bank konvensional. Qanun itu mengatur bahwa bank konvensional yang sudah beroperasional di Aceh wajib membuka unit usaha syariah, bukan menutup bank konvensional," jelas Safaruddin kepada Dialeksis.com, Sabtu (26/12/2020).

"Qanun LKS itu sudah benar, nggak masalah. Cuma ketika dilaksanakan seperti itu, maka itu yang salah. Jadi yang dilakukan mereka sekarang melakukan konversi rekening dan penutupan operasional, itu menurut saya ilegal. Tidak berdasarkan aturan hukum, tidak punya payung hukum," tambahnya.

Ketua YARA itu berujar, hal ini yang kemudian membuat pihaknya menggugat beberapa bank ke pengadilan di Jakarta beberapa waktu lalu. Di sana Safaruddin berharap ada keputusan yang mengakomordir semua pihak.

"Mereka (pihak bank) bersikukuh penutupan bank konvensional karena tuntutan Qanun, makanya saya gugat ke pengadilan agar kita bisa berargumentasi di sana, ada putusannya di sana nanti," ungkap Safaruddin.

Sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat bakal digelar pada 5 Januari 2021 mendatang. Pihak yang dipanggil yakni Bank Mandiri, BRI dan BCA selaku tergugat dan Safaruddin selaku penggugatnya.

"Secara hukum bila tuntutan ini tidak diwujudkan, adalah ilegal. Karena proses seperti ini menurut saya tidak punya dasar hukum, ya kalau dampak ekonominya banyaklah, mungkin dari praktisi ekonomi bisa menyampaikan itu, saya tidak kompeten bicara tentang ekonomi," pungkasnya.

Keyword:


Editor :
Sara Masroni

riset-JSI
Komentar Anda