Beranda / Berita / Aceh / Revisi UU Pemilu Batal dan Pilkada Serentak Tetap 2024, Bagaimana Respon KIP Aceh?

Revisi UU Pemilu Batal dan Pilkada Serentak Tetap 2024, Bagaimana Respon KIP Aceh?

Kamis, 11 Maret 2021 20:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Akhyar

Komisioner KIP Aceh, Munawarsyah. [IST]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Pada tanggal 9 Maret 2021, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI bersama Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly sepakat menarik Revisi Undang-Undang Pemilihan Umum (UU Pemilu) dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas).

Ketentuan pencabutan itu diambil atas permintaan Komisi II DPR RI sebagai pengusul revisi UU Pemilu. Keputusan tersebut kemudian disepakati oleh tujuh dari sembilan fraksi di DPR. Sedangkan Fraksi Demokrat dan PKS menolak. 

Dengan adanya pencabutan ini, maka tidak ada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2022 dan 2023. Sebab akan tetap dilakukan serentak pada tahun 2024.

Lalu bagaimana dengan keberlangsungan Pilkada Aceh tahun 2022?

Komisioner KIP Aceh, Munawarsyah mengatakan norma hukum positif yang berlaku untuk Pilkada 2024 adalah UU Nomor 6 Tahun 2020 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang.

Ia mengatakan, dalam pasal 201 ayat (5) dalam UU tersebut mengatur tentang pemungutan suara serentak nasional dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota di seluruh wilayah NKRI dilaksanakan pada bulan November 2024.

“UU 10 Tahun 2016 yang di rubah terakhir kali dengan UU 6 Tahun 2020 adalah Lex spesialis UU Pilkada di Indonesia. Merujuk pada ketentuan Pasal 199 bahwa ketentuan dalam UU ini berlaku juga bagi penyelenggara pemilihan di Provinsi Aceh, DKI, DIY, Papua, dan Papua Barat sepanjang tidak diatur lain dalam UU tersendiri,” jelas Munawarsyah secara tertulis kepada Dialeksis.com, Kamis (11/3/2021).

Ia melanjutkan, dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA), terdapat pasal 65 Ayat (1) telah mengatur bahwa Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, Dan Walikota/Wakil Walikota dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat setiap 5 (lima) tahun sekali melalui pemilihan yang demokratis, bebas, rahasia serta dilaksanakan secara jujur dan adil. 

“Artinya ada hak-hak konstitusional warga negara di Aceh yang dijamin oleh UU untuk memilih calon pemimpin daerahnya setiap 5 tahun sekali,” ungkap Munawarsyah.

Ia menegaskan, UU No. 11 Tahun 2016 adalah UU yang norma dan penerapannya berlaku khusus untuk wilayah Aceh. Penyelenggaraan Pilkada Aceh normanya diatur dalam UUPA dari pasal 65, 66, 67, 68, 69, 70, 71, 72, dan Pasal 73.

Demikian juga terdapat dalam Qanun Aceh Nomor 12 Tahun 2016 yang merupakan produk Qanun yang lahir setelah adanya UU 10 Tahun 2016 yang sudah mendapatkan persetujuan dari Mendagri dan telah diterapkan di Aceh pada Pilkada Tahun 2017.

“Pasal 101 ayat (3) dan (4) dalam Qanun memuat ketentuan pemungutan suara Pilkada di Tahun 2022 bagi kepala daerah hasil pemilihan 2017, dan tahun 2023 bagi kepala daerah hasil pemilihan 2018,” jelas dia.

Namun faktanya, lanjut dia, KIP Aceh dan KIP kabupaten/kota sampai saat ini tidak dapat menjalankan kegiatan apapun dari tahapan pemilihan yang telah diputuskan sampai ada kepastian-keputusan politik para pihak (Pemerintah, KPU, dan DPR RI) sebagaimana ketentuan Pasal 122A ayat (2) UU 6 Tahun 2020. Hal ini pun selaras dengan Surat jawaban Mendagri Nomor 270 kepada Gubernur Aceh.

Menurut pandangan Munawarsyah, penyelenggaraan Pilkada Aceh tahun 2022 harus dipastikan dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatannya mendapatkan dukungan penuh dari Pemerintah Aceh, Pemerintah Pusat, dan secara hierarkis kelembagaan KIP Aceh dengan KPU RI, dimana KPU RI ikut bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan Pilkada di Aceh.

Pemerintah Aceh telah menyatakan komitmennya terhadap penyelenggaraan Pilkada Aceh Tahun 2022, komitmen ini tentunya tidak hanya di bibir saja, sudah dinyatakan oleh Pemerintah Aceh dalam banyak kesempatan,” ungkap dia.

Oleh sebab itu, KIP Aceh sebagai penyelenggara Pilkada Aceh saat ini sedang menunggu langkah-langkah kongkret Pemerintah Aceh untuk terus berkomunikasi dan melakukan koordinasi lebih lanjut dengan Pemerintah, terutama Kemendagri, DPR RI dan KPU RI.

“Hal ini juga salah satu dari kesepakatan Rapat Koordinasi (Rakor) antara DPRA dengan Pemerintah Aceh, Ketua dan Ketua Komisi 1 DPRK Se-Aceh, KIP Aceh dan KIP Se-Aceh di gedung DPRA pada tanggal 9 Februari 2021 yang lalu,” ungkap Komisioner KIP Aceh itu.

Keyword:


Editor :
Sara Masroni

riset-JSI
Komentar Anda