Beranda / Berita / Aceh / Serikat Pekerja di Aceh Tolak PP Turunan UU Cipta Kerja Tentang Pengupahan

Serikat Pekerja di Aceh Tolak PP Turunan UU Cipta Kerja Tentang Pengupahan

Selasa, 02 Maret 2021 20:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Akhyar

Sekretaris Asosiasi Serikat Pekerja (ASPEK) Indonesia Provinsi Aceh, Muhammad Arnif. [Foto: Ist]

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Pemberlakuan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, yang telah diterbitkan pada akhir Februari 2021 bersama 44 PP turunan UU Cipta Kerja yang lain, resmi menggantikan PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.

Berkenaan dengan PP Nomor 36 Tahun 2021 itu, Sekretaris Asosiasi Serikat Pekerja (ASPEK) Indonesia Provinsi Aceh sekaligus anggota Dewan Pengupahan Provinsi Aceh, Muhammad Arnif mengatakan, ada sebagian orang yang menyatakan menolak aturan PP tersebut.

Ia berujar, regulasi dalam PP baru itu tidak lagi mewajibkan penentuan penetapan upah minimum Kabupaten/Kota.

“Itu salah satu alasan yang menyebabkan kenapa kawan-kawan banyak menolak jika dilihat dari sisi terburuknya,” kata Arnif saat dihubungi Dialeksis.com, Selasa (2/3/2021).

Ia melanjutkan, dalam PP Pengupahan itu juga dihilangkan upah sektoral yang sebelumnya diatur dalam Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Kemudian, kata dia, terkait dengan perhitungan pembayaran upah harian yang hanya mengacu kepada upah minimum provinsi, sedangkan upah Kabupaten/Kota sudah tidak ada lagi.

“Secara otomatis ini juga akan mengurangi upah harian para pekerja atau buruh. Kalau biasanya kan upah minimum kabupaten/kota itu nilainya lebih tinggi dibandingkan dengan upah minimum Provinsi,” jelas dia.

Ia menjelaskan, seandainya upah harian distandarkan dengan perhitungan upah minimum Provinsi, maka nilai upah harian yang diterima yang diterima para buruh jadi semakin berkurang.

Sementara itu, berkaitan dengan pembayaran upah cuti yang juga diatur dalam PP tentang Pengupahan itu, Arnif mengatakan, hal tersebut adalah regulasi stagnan sebagaimana sebelumnya juga diatur dalam UU nomor 13 Tahun 2003.

“Tapi, karena ada beberapa item yang dikurangi, makanya inilah yang menjadi alasan pekerja atau buruh menolak dikeluarkannya PP tentang Pengupahan ini,” ungkap Arnif.

Sekretaris Aspek itu juga mengatakan, dalam PP tentang Pengupahan terbaru itu juga tidak mengatur denda terhadap pengusaha yang terlambat membayar upah kepada buruh.

“Di PP sebelumnya (PP No. 78 Tahun 2015) mengatur tentang adanya denda ketika pengusaha tidak membayar upah buruh tepat pada waktunya, sanksinya itu akan dikenakan denda persentase sampai beberapa bulan yang lambat itu,” kata dia.

Saat ditanya penilaiannya terhadap PP Nomor 36 Tahun 2021, Arnif menilai PP tersebut sangat buruk. Ia mengatakan, item dalam PP tersebut hanyalah copy-paste dari PP sebelumnya.

“Sebagian itu mungkin hanya copy-paste dari PP yang sebelumnya, sebagiannya lagi kami menilainya sangat buruk seperti yang tadi saya katakan, menghilangkan upah sektoral, kemudian tidak mewajibkan lagi upah minimum kabupaten/kota,” pungkas dia.

Keyword:


Editor :
Jun

riset-JSI
Komentar Anda