Beranda / Berita / Aceh / Soal Pemekaran Pidie Sakti, Ini Alasan Panitia

Soal Pemekaran Pidie Sakti, Ini Alasan Panitia

Rabu, 28 Agustus 2019 12:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Bachtiar, Ketua Forum Pemekaran Kabupaten Pidie Sakti. [FOTO: waspadaaceh.com]

DIALEKSIS.COM | Sigli - Meski Pemerintah Pusat melalui Kementerian Dalam Negeri sudah menegaskan moratorium (jeda_red) pemekaran daerah untuk saat ini, namun gelombang wacana pemekaran daerah tak bisa dibendung. 

Dari Provinsi Aceh, baru-baru ini kembali merebak wacana pemekaran Kabupaten Pidie Sakti. Sebanyak 12 kecamatan dari 23 kecamatan di Kabupaten Pidie ingin pisah dari kabupaten induk dengan bergabung dalam Kabupaten Pidie Sakti.

Penelusuran Dialeksis.com, perjuangan lepas dari kabupaten induk sudah menguat sejak terbentuknya Forum Pemekaran Pidie Sakti pada 2 Juli 2018. Forum ini mewadahi 12 kecamatan yang ingin pisah, yaitu Kecamatan Geumpang, Mane, Tangse, Keumala, Titeu, Mutira Timur, Mutiara, Glumpang Tiga, Glumpang Baro, Kembang Tanjong, Sakti dan Tiro

Ketua Forum Pemekaran Kabupaten Pidie Sakti, Bachtiar, menyampaikan sejumlah alasan pihaknya ingin membentuk Kabupaten Pidie Sakti.

Pertama, menurut Bachtiar, wacana pemekaran Kabupaten Pidie Sakti itu merupakan murni aspirasi dari masyarakat khususnya mereka yang tinggal di wilayah yang sangat jauh dari akses kantor pusat Pemerintahan Kabupaten Pidie.

Dia menjelaskan, saat ini luas wilayah Kabupaten Pidie membuat Pemerintah Kabupaten setempat tak mampu menjangkau pelayanan kepada masyarakat di kecamatan terluar.

"Dari luas wilayah sangat luas, sehingga selama ini terkesan Pemkab Pidie tidak mampu menjangkau pelayanannya kepada masyarakat wilayah terluar di Kabupaten Pidie," kata Bachtiar, seperti dilansir Kompas.com, Selasa (27/8/2019).

Sebab lokasi yang jauh dari kantor pemerintahan, kata Bachtiar, masyarakat merasa kesulitan untuk mengurus administrasi kependudukan dan keperluan lainnya.

Dia menyebut misalnya warga Kecamatan Geumpang, Mane, dan Tangse, harus menempuh jarak berpuluh kilometer ke Kota Sigli untuk mengurus Kartu Keluarga atau administrasi lainnya. Akibatnya, masyarakat tak hanya harus mengeluarkan biaya transportasi, tapi juga harus menghabiskan biaya penginapan.

Alasan berikutnya, menurut Bachtiar, wilayah yang tergabung dalam Pidie Sakti memiliki SDM dan SDA berlimpah.

Bedasarkan kajian para tokoh yang tergabung dalam panitia pemekaran, Kabupaten Pidie Sakti merupakan wilayah yang sangat potensial untuk dikembangkan dari berbagai sektor, karena memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) yang sangat mumpuni dan teruji dan punya Sumber Daya Alam (SDA) yang sangat berlimpah.

"Pidie Sakti itu daerah penghasil SDM tingkat dunia, banyak tokoh lahir di Pidie Sakti sejak masa Kesultanan Aceh, apalagi sumber daya alam yang sangat berlimpah," ujarnya, seperti dikutip Kompas.com.

Soal nama Pidie Sakti, sebut Bachtiar, terinspirasi dengan sejarah Kesultanan Aceh di masa Sultan Alauddin Mahmud Syah yang mangkat tahun 1874. Dia menjadi raja terakhir Kesultanan Aceh. 

Namun, para pewarisnya tidak ingin Kesultanan Aceh lenyap walaupun Belanda memproklamirkan diri menang. Mereka yang menjaga kesultanan tersebut serta para pewarisnya tinggal di kawasan Keumala dan Lamlo (Kemukiman Sakti, Pidie).

Kini, menurut Bachtiar, Panitia Pemekaran Kabupaten Pidie Sakti sedang menyiapkan administrasi deklarasi, logo dan lambang Kabupaten Pidie Sakti.

Dia membeberkan, "Panitia sedang mempersiapkan administrasi dan berbagai kebutuhan untuk persiapan deklarasi, dalam waktu dekat ini akan ada pertemuan dengan tokoh asal Pidie Sakti baik yang ada di Aceh maupun di Jakarta."

Moratorium Pemekaran Wilayah

Kemendagri sebelumnya sudah menegaskan pemerintah sedang memoratorium pemekaran daerah. Hal ini dilakukan karena pemekaran daerah butuh dana besar.

"Kami tegaskan bahwa kebijakan pemerintah hingga hari ini adalah moratorium," kata Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Bahtiar, Rabu (21/8/2019).

"Satu daerah persiapan otonomi itu kita paling tidak membutuhkan uang Rp 300 miliar sampai Rp 500 miliar per tahun," sebutnya.

Ia menjelaskan, sejak 2014 terdapat 315 daerah yang mengajukan pemekaran kepada Kemendagri. Maka pemerintah membutuhkan biaya yang sangat besar untuk dapat mengabulkan itu semua.

Pembangunan sarana dan prasarana, seperti membangun kantor-kantor pemerintahan, mobil dinas, dan pegawai, harus diperhitungkan, sebut Bachtiar.(me/dbs)


Keyword:


Editor :
Makmur Emnur

riset-JSI
Komentar Anda