Jum`at, 09 Mei 2025
Beranda / Berita / Aceh / Stunting Aceh Turun Drastis, Tapi Masih 5 Besar Nasional!

Stunting Aceh Turun Drastis, Tapi Masih 5 Besar Nasional!

Kamis, 08 Mei 2025 21:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Ratnalia

Ilustrasi kondisi anak Aceh stunting. Foto: medcom.id


DIALEKSIS.COM | Aceh - Provinsi Aceh mencatat penurunan angka stunting selama tiga tahun terakhir, dari 33,2% pada 2021 menjadi 28,6% pada 2024 berdasarkan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI). Meski progres ini patut diapresiasi, Aceh masih berada di lima besar provinsi dengan kasus stunting tertinggi di Indonesia. Hal ini mengemuka dalam dialog program Mozaik Indonesia RRI, Selasa (6/5/2025), yang menghadirkan Husni Thamrin, Ketua Tim Kerja Pembinaan dan Pengelolaan Lini Lapangan BKKBN Aceh, serta sejumlah ahli gizi.

Husni Thamrin menyatakan bahwa penurunan angka stunting tidak lepas dari sinergi antarinstansi pemerintah, tenaga kesehatan, dan masyarakat. "Intervensi spesifik seperti pemberian makanan tambahan, pemantauan tumbuh kembang anak, serta program edukasi gizi berperan besar," ujarnya. Namun, ia menggarisbawahi bahwa tantangan utama justru berasal dari kasus stunting baru yang muncul akibat rendahnya pemahaman gizi selama kehamilan.

Data menunjukkan, 40% ibu hamil di Aceh mengalami anemia dan kekurangan energi kronis (KEK). Kondisi ini diperburuk oleh sanitasi buruk dan akses air minum layak konsumsi yang belum merata, khususnya di pedesaan.

"Masih banyak keluarga yang menggunakan air tercemar atau tidak menerapkan cuci tangan pakai sabun. Ini meningkatkan risiko infeksi penyebab gangguan penyerapan gizi pada anak," tambah Husni.

Husni juga menekankan pentingnya mengubah persepsi masyarakat yang kerap menganggap stunting sebagai faktor keturunan.

"Stunting bukan takdir genetik, melainkan hasil dari pola asuh dan lingkungan tidak sehat yang bisa dicegah sejak ibu hamil," tegasnya. Edukasi tentang pemenuhan gizi seimbang, pemberian ASI eksklusif, serta stimulasi psikososial anak menjadi fokus program BKKBN bersama dinas terkait.

Merespons hal ini, Ketua Perhimpunan Dokter Gizi Klinik Indonesia (PDGKI) Wilayah Aceh, Dr. Iflan Nauval, M.ScIH, SpGK (K), menyampaikan kepada Dialeksis (Kamis,8/5/2025), bahwa pencegahan stunting harus dimulai sejak 1.000 hari pertama kehidupan (HPK), bahkan sejak masa pra-kehamilan.

"Ibu hamil dengan anemia berisiko melahirkan bayi berat lahir rendah (BBLR) yang rentan stunting. Karena itu, suplementasi zat besi dan pemeriksaan kesehatan rutin wajib diintensifkan," jelas dosen Fakultas Kedokteraan Universitas Syiah Kuala ini.

Dr. Iflan juga mendorong peningkatan layanan posyandu terintegrasi. "Posyandu harus menjadi garda terdepan dalam deteksi dini stunting melalui pengukuran antropometri berkala. Selain itu, perlu kolaborasi dengan tokoh agama dan adat untuk menyebarkan pesan gizi secara efektif," paparnya.

Meski optimis dengan penurunan angka stunting, kedua narasumber sepakat bahwa Aceh perlu kerja ekstra untuk mencapai target nasional 14% pada 2024. "Perlu inovasi program berbasis data riil di lapangan, peningkatan anggaran, serta komitmen semua pihak, termasuk masyarakat," tegas Husni.

“Dengan fokus pada edukasi, peningkatan kualitas layanan kesehatan, dan perbaikan infrastruktur sanitasi, Aceh diharapkan mampu mengubah tren stunting dari masalah kesehatan menjadi investasi SDM unggul di masa depan,” tutup Dr. Iflan mantan Rumah Sakit Pendidikan Universitas Syiah Kuala.

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
diskes
hardiknas