Beranda / Berita / Aceh / Walhi Aceh Nilai Aktivitas Tambang Emas Ilegal Bukan Dilakukan Masyarakat Biasa

Walhi Aceh Nilai Aktivitas Tambang Emas Ilegal Bukan Dilakukan Masyarakat Biasa

Jum`at, 29 Juli 2022 17:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Aldha Firmansyah

Deputi Direktur WALHI Aceh, M Nasir. [Foto: Ist]

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Aktivitas penambangan illegal di Aceh masih terjadi. Berdasarkan catatan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Aceh, ada 7 Kabupaten yang tercatat masih adanya aktivitas penambangan illegal. 

Penambangan emas illegal bukan dari kalangan masyarakat biasa, karena dari modal yang dimiliki, alat berat dengan biaya yang tinggi dan jangkauan lokasi perlu modal besar untuk dapat mengeksploitasi tambang-tambang emas illegal, sehingga masyarakat biasa tidak mampu membeli dan melakukannya sendiri.

Deputi Direktur WALHI Aceh, M Nasir menilai adanya back-up oleh pemilik modal yang selama ini terjadi hampir di semua lokasi seperti, Pidie, Aceh Jaya, Aceh Barat, Nagan Raya, Aceh Selatan, Aceh Tengah dan proses eksploitasi masih terjadi sampai hari ini.

Menurutnya, penambangan emas illegal dapat dicegah agar tidak terjadi lagi dengan adanya kerjasama.

Pertama, melakukan sosialisasi kepada masyarakat terkait dengan bahaya penambangan illegal baik di lingkungan, kesehatan dan paham akan konsekuensi hukum yang bisa saja terjadi apabila proses kegiatan illegal ini tetap dilakukan.

Kedua, penegakan hukum yang tidak boleh terkesan tebang pilih bahkan ada proses penegakan hukum yang terlihat justru kalah dari aktivitas illegal sudah dilakukan namun gagal. Beberapa kali upaya penegakan hukum saat ditempang itu gagal dilakukan.

“Walaupun dilakukan oleh tim Polda, proses-proses seperti ini justru tidak membuat para penambang takut atau jera karena mereka melihat aparat penegak hukum bisa dikalahkan dengan upaya-upaya yang mereka lakukan,” ujar M Nasir kepada Dialeksis.com, Banda Aceh, Jumat (29/7/2022).

Ketiga, mengusulkan beberapa tambang yang sudah dilakukan penambangan beberapa tahun, untuk dilegalkan. Misalnya dengan memasukkan mereka ke dalam skema pertambangan rakyat. Adapun tahapan prosesnya panjang, untuk menjadi Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) harus wilayah nusa pertambangan ditetapkan dulu provinsi, SDM dan kemudian didalamnya bisa diusulkan menjadi pengolahan pertambangan rakyat dengan kriteria dan persyaratan khusus.

Sementara itu, lanjut Nasir, proses ini lebih menjamin proses pemantauan, pendapatan daerah yang dipungut dari kegiatan illegal walaupun tetap ada kekhawatiran, namun proses pemantauan dan monitoring evaluasi yang dilakukan. Banyak tambang-tambang yang legal seperti besi-besi, emas-emas, yang dilakukan oleh korporasi.

“Akan tetapi juga pemantauan evaluasi nya tidak maksimal dilakukan. Otomatis perlu juga dilakukan sumber daya manusia baik dari aparatur pemerintah juga untuk memastikan sebelum izin. Karena, izin pertambangan rakyat ini dikeluarkan struktur instrument dan aparaturnya dipersiapkan terlebih dahulu disamping wilayah yang akan dijadikan wilayah pertambangan rakyat ditetapkan terlebih dahulu,” Kata Nasir.

Ia mengatakan, hal ini adalah momen yang tepat karena tata ruang Aceh sudah direvisi. Ini kesempatan bagi ESDM sebagai bukti memastikan wilayah-wilayah selama ini ada pertambangan illegalnya yang akan masuk ke dalam wilayah pertambangan. Sehingga dapat diusulkan menjadi wilayah pertambangan rakyat dengan wawasan terbatas, dengan pemantauan dan kepastian daerah yang lebih jelas.

“Walhi melihat bahwa alat berat bukan hanya biaya masuk, biaya operasional melainkan juga kebutuhan BBM. Saya yakin juga kebutuhan BBM yang didapatkan juga illegal dengan kredibilitas solar selama ini yang terbatas, tapi mereka masih bisa menggunakan,” ujarnya.

Disamping itu, adanya pengambilan minyak subsidi tentu diperlukan modal besar, tidak mungkin dilakukan oleh masyarakat biasa. Apakah dilakukan untuk kepentingan politik atau bisnis hal tersebut belum bisa dipastikan.

Di sisi lain, nilai rupiah yang dihasilkan bukan jumlah yang kecil. Hal ini, bisa digunakan untuk kepentingan apa saja seperti, kepentingan politik, kepentingan bisnis dan bisa dijadikan sebagai modal politik.

Nasir berpendapat, bahwa dampak yang ditimbulkan karena penambangan emas illegal yakni, terjadinya kerusakan lingkungan. Beberapa lokasi model penambangannya berbeda-beda, ada yang melakukan penambangan badan sungai bahkan mengalirkan arus sungai. Sehingga menyebabkan kualitas air sungai menjadi terganggu.

“Dari proses penambangan itu, kita melihat ada beberapa sungai kecil atau alur yang dibendung oleh kayu-kayu untuk lewat alat berat. Karena sungai terbendung akan terjadi bendungan-bendungan kecil dan ketika kayu-kayu itu membusuk serta terjadinya curah hujan yang tinggi akan membuat itu cepat turun, seperti banjir bandang salah satunya,” tegas Nasir.

Ia menambahkan, dari sisi kesehatan mereka menggunakan merkuri dengan penggunaan mungkin yang asal-asalan dan tentunya berpengaruh pada kesehatan. Penambang mencemari air sungai, kemudian air sungai digunakan oleh masyarakat maupun biota yang hidup didalam air juga ikut berpengaruh.

“Pada sisi Pendapatan Asli Daerah (PAD) banyak kebocoran atau bahkan tidak ada sama sekali PAD yang didapatkan dari aktivitas itu. Sementara, lingkungan dan masyarakat terganggu tapi PAD juga tidak ada, hanya dinikmati oleh pelaku dan orang orang yang terkait dengan pelaku penambangan,” Tutupnya.(Alda)


Keyword:


Editor :
Akhyar

riset-JSI
Komentar Anda