Beranda / Analisis / Gugat Kesetaraan Kuota Caleg Partai di Aceh

Gugat Kesetaraan Kuota Caleg Partai di Aceh

Kamis, 22 Desember 2022 15:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Aryos Nivada

Aryos Nivada. [Foto: dok Dialeksis]


Padahal dalam Pasal 14 UU 7 Tahun 2017 disebutkan KPU berkewajiban memperlakukan peserta pemilu secara adil dan setara. Sehingga pada Pemilu 2009, prinsip keadilan dan kesetaraan antara partai lokal dan partai nasional berjalan.

Akan tetapi berbeda halnya pada Pemilu 2019, dimana terdapat perbedaan perlakuan (unequal treatment) dalam hal pencalonan antara partai politik lokal dan nasional. Lantas bagaimana dengan pemilu 2024 mendatang?

Menyingkapi polemik kuota itu, direspon salah satu komisioner Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh, Munawarsyah. Dirinya menyatakan bahwa untuk Pemilu 2024 kemungkinan penerimaan pengajuan bacaleg dari parpol lokal maupun parpol nasional akan tetap mengikuti alur dari pengalaman Pemilu 2019.

Sebagaimana dimuat di Dialeksis.com, Rabu (21/12/2022). Munawarsyah mengatakan untuk saat ini belum ada PKPU baru tentang pencalonan untuk Pemilu 2024. Jika merujuk pada apa yang diterapkan pada Pemilu 2019, KPU hanya mengakomodir pengajuan 120 persen bacaleg dari parpol lokal dan tetap 100 persen untuk parpol nasional.

Selain problem kouta 120 persen, terdapat ketentuan persyaratan pencalonan yang menimbulkan ketidakpastian hukum (legal uncertainty) antara peserta pemilu dari partai lokal dan partai nasional.

Salah satu pelaksanaan syariat Islam yang dilaksanakan oleh Pemerintahan Aceh adalah diundangkannya Qanun nomor 3 tahun 2018 tentang Partai Politik Lokal, dimana disebutkan: Bakal calon Anggota DPRA dan DPRK dari partai politik lokal harus memenuhi persyaratan: c. sanggup menjalankan Syariat Islam secara Kaffah serta dapat membaca Al-Qur’an bagi yang beragama Islam (Pasal 13 ayat (1) huruf c qanun nomor 3 tahun 2018).

Menariknya, Qanun tersebut meski berjudul Qanun Partai Politik Lokal, namun juga mengatur partai politik nasional terkait uji mampu baca Quran, dimana pada Pasal 36 qanun nomor 3 tahun 2018 disebutkan: ketentuan tentang persyaratan sanggup menjalankan ajaran agamanya dan sanggup menjalankan Syariat Islam secara Kaffah serta dapat membaca Al-Qur’an bagi yang beragama Islam sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat (1) huruf b dan huruf c juga berlaku untuk bakal calon anggota DPRA dan DPRK dari Partai Politik.

Padahal secara regulasi, partai politik nasional sendiri telah memiliki pengaturan yang diatur dalam UU Pemilu yang berlaku secara nasional. Dapatkah produk Qanun yang secara hukum setara peraturan daerah mengatur ruang lingkup partai nasional yang memiliki regulasi secara nasional?

Selanjutnya »     Dampak Kepemiluan Ketentuan kouta Bacal...
Halaman: 1 2 3 4 5
Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda