Beranda / Berita / AJI Gelar Workshop Etika dan Profesionalisme dalam Peliputan Pemilu

AJI Gelar Workshop Etika dan Profesionalisme dalam Peliputan Pemilu

Sabtu, 04 November 2023 09:00 WIB

Font: Ukuran: - +


DIALEKSIS.COM | Lhokseumawe - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menggelar workshop jurnalistik bertajuk "Etika dan Profesionalisme dalam Peliputan Pemilu", di Lido Graha Hotel, Lhokseumawe, Aceh, Jumat (3/11/2023). 

Workshop yang didukung Google News Initiative tersebut diikuti puluhan anggota AJI.

Dua narasumber, Abdul Manan (Ketua Majelis Etik AJI Nasional), memberikan materi tentang kode etik jurnalistik dan kode perilaku yang harus ditaati jurnalis dalam peliputan pemilihan umum, dan Budisantoso Budiman (Badan Penguji AJI Nasional), memaparkan peraturan dan hukum pers serta rambu-rambu dan jerat hukum pidana-perdata bagi jurnalis.

Workshop jurnalistik tersebut menjadi pelatihan pra-Uji Kompetensi Jurnalis (UKJ) untuk anggota AJI yang akan mengikuti UKJ di Lhokseumawe pada Sabtu-Minggu (4-5/11/2023). 

“Workshop ini semacam penyegaran atau pembekalan bagi peserta UKJ. Karena menjelang Pemilu 2024, materinya fokus tentang etika dan profesionalisme dalam peliputan pemilu,” kata Budisantoso dalam sambutannya saat membuka workshop itu mewakili Pengurus AJI Nasional.

Workshop jurnalistik itu diikuti 36 peserta: 24 anggota AJI dan 12 mahasiswa Basri Daham Journalism Institute (BJI) angkatan VI. BJI merupakan sekolah jurnalisme didirikan AJI Lhokseumawe. 

“Peserta UKJ di Lhokseumawe kali ini 18 orang, 11 di antaranya anggota AJI Lhokseumawe, sisanya dari AJI Bireuen, AJI Langsa, dan AJI Banda Aceh," kata Saiful Bahri, Ketua Panitia Workshop Jurnalistik dan UKJ AJI Lhokseumawe.

Tantangan bagi jurnalis

AJI menilai pers mempunyai peran sangat penting untuk memberikan informasi yang mencerahkan, bermanfaat dan kritis bagi masyarakat pada tahun politik ini. Para jurnalis diharapkan mampu bekerja dengan menjunjung tinggi prinsip-prinsip jurnalisme dan kode etik untuk mendorong terwujudnya Pemilu 2024 yang demokratis dan berkualitas.

Menurut AJI, ada berbagai tantangan bagi jurnalis bekerja secara profesional di dalam situasi dan gejolak politik. Di antaranya, sebagian pemilik media massa di Indonesia saat ini juga merupakan tokoh partai politik yang secara tegas dan terang-terangan mendukung salah satu pasangan bakal calon presiden dan wakil presiden.

Pertanyaannya, bagaimana memisahkan kepentingan politik para pemilik modal dengan bekerja secara profesional, tentu bukan hal mudah bagi insan pers Indonesia yang notabene tingkat kesejahteraannya masih memprihatinkan.

Belum lagi tekanan dan ancaman dari massa pendukung salah satu calon peserta Pemilu 2024. Potensi ancaman dan tekanan dari kelompok pendukung satu kandidat tentu saja bisa menyulitkan jurnalis bekerja secara profesional.

Kemajuan teknologi informasi juga menambah kesulitan bagi pers dan jurnalis untuk benar-benar bekerja profesional. Belajar dari pengalaman pemilu sebelumnya, informasi yang berseliweran di media sosial telah menyebabkan polarisasi semakin tajam di tengah masyarakat.

Hal lainnya, menurut AJI, tingkat kesejahteraan para jurnalis. Bukan rahasia lagi upah yang diterima jurnalis masih jauh dari harapan. Upah yang rendah berpotensi mendorong para jurnalis berlaku tidak profesional.

Dari pengalaman tersebut, AJI menilai perlu sebuah pelatihan bagi para jurnalis untuk meliput pemilu yang berlangsung mulai tahun ini hingga 2024. Dengan pelatihan ini, para jurnalis diharapkan mampu bekerja secara profesional, mematuhi kode etik jurnalistik dan kode perilaku jurnalis.

Abdul Manan yang tampil secara virtual menjelaskan tiga fungsi pemilu adalah memilih pemimpin dan wakil rakyat, partisipasi politik, dan meminta pertanggungjawaban pemerintah.

Menurut Abdul Manan, peran pers dalam pemilu ialah mengedukasi publik, kontrol sosial, dan informatif. Untuk edukasi publik, penting bagi media pers memberitakan soal janji-janji para calon di masa kampanye, dan track record calon saat menjadi pejabat publik. Pers juga harus mengawasi pelaksanaan pemilu dan menyoroti praktik dugaan penyalahgunaan atau kecurangan yang dilakukan para calon. 

Selain itu, pers memberikan panduan ringkas hingga komprehensif tentang seluk beluk pemilu dan bagaimana masyarakat bisa menggunakan hak pilihnya.

Abdul Manan memaparkan kode etik dan kode perilaku anggota AJI yang perlu diterapkan dalam peliputan pemilu. Di antaranya, jurnalis bersikap independen, membuat berita yang akurat, selalu menguji informasi, dan memberitakan secara berimbang.

Sikap independensi ditunjukkan dengan menolak segala intervensi ruang redaksi oleh pemilik modal, pejabat bidang bisnis dan internal redaksi dalam menerapkan prinsip-prinsip kerja jurnalistik.

“Jurnalis/wartawan tidak boleh menjadi pengurus dan anggota partai politik dan tim sukses. Tidak menggunakan kostum lembaga, organisasi atau partai yang diliputnya, ini untuk menghindari munculnya persepsi bahwa ia bukan jurnalis yang bisa bekerja secara independen,” ujar Abdul Manan.

Abdul Manan menegaskan pers harus menghormati prinsip “pagar api” (firewall) dengan tidak menggabungkan pemberitaan dan iklan. “Menerapkan prinsip imparsial, adil (fair), dan berpikiran terbuka. Prinsip ini didasarkan pada kesadaran bahwa kebenaran bisa datang dari mana saja, termasuk dari pihak yang tidak disukai,” ujarnya pula.

Aspek peliputan, kata Abdul Manan, antara lain jurnalis melakukan verifikasi untuk mendapatkan fakta dan data akurat, memisahkan fakta dan opini dalam menulis berita, serta tidak membuat berita bohong.

Budisantoso Budiman menjelaskan soal bagaimana agar jurnalis tidak terjerat hukum pidana maupun perdata. Yakni, taat kode etik jurnalistik dan juga kode etik AJI bagi jurnalis anggota AJI, menaati peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, menghormati norma sosial, norma agama, dan adat/tradisi.

“Jurnalis harus kompeten dan profesional. Melaksanakan tugas jurnalistik sesuai prosedur, prinsip, dan standar peliputan. Karena itu, perlu uji kompetensi jurnalis untuk mengetahui standar pengetahuan tentang aspek dan aturan hukum, etika, dan praktik keterampilan jurnalistik yang dijalankan, serta perilaku praktik sebagai jurnalis profesional dengan proses yang benar untuk menghasilkan karya jurnalistiknya. Standar kompetensi jurnalis adalah keterpaduan simultan dari kesadaran, pengetahuan, dan keterampilan yang dijalankan oleh jurnalis bersangkutan dalam melaksanakan tugas jurnalistiknya sehari-hari,” ujar Budisantoso pula.[]

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI
Komentar Anda