Beranda / Berita / Dewan Pers Minta Kampus Taati Perjanjian Lindungi Pers Mahasiswa

Dewan Pers Minta Kampus Taati Perjanjian Lindungi Pers Mahasiswa

Senin, 29 April 2024 14:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Anggota Dewan Pers Arif Zulkifli memberikan keterangan pers terkait ajakan kepada ketiga Capres-Cawapres 2024 untuk hadir dan menyatakan komitmen mereka terhadap kemerdekaan pers pada 7 Februari 2024 di Hall Dewan Pers Jakarta. Foto: Tempo/Febri Angga Palguna


DIALEKSIS.COM | Nasional - Dewan Pers meminta seluruh perguruan tinggi untuk mematuhi perjanjian kerja sama antara Dewan Pers dengan Kementerian Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi tentang Penguatan dan Perlindungan Aktivitas Jurnalistik Mahasiswa di Lingkungan Perguruan Tinggi. Aturan ini dinilai akan menjadi landasan bagi pers mahasiswa untuk bekerja lebih leluasa tanpa ketakutan pembredelan atau intimidasi.

Ketua Komisi Hukum Dewan Pers, Arif Zulkifli, menyebut aturan ini menjadi pintu masuk untuk melindungi aktivitas pers mahasiswa yang rentan mendapat intimidasi. Arif berharap usai perjanjian ini, tidak ada lagi pers mahasiswa yang diintimidasi dan dibredel atas hasil publikasi jurnalistik mereka.

"Kalau ada kasus, mudah-mudahan kampus bisa mematuhi perjanjian kerja sama ini. Tidak boleh ada pembredelan," kata Arif dalam diskusi Perlindungan terhadap Pers Mahasiswa yang digelar Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) pada Sabtu, 27 April 2024.

Perjanjian kerja sama antara Dewan Pers dengan Kementerian Pendidikan Tinggi tersebut ditandatangani pada 18 Maret lalu. Dalam perjanjian itu, Ketua Komisi Hukum Dewan Pers Arif Zulkifli bertindak sebagai pihak kesatu, sedangkan Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan Sri Suning Kusumawardani sebagai pihak kedua.

Menurut Arif, perjanjian kerja sama itu memuat dua pokok penting bagi aktivitas pers mahasiswa. "Pertama, peningkatan kompetensi. Kedua, penyelesaian sengketa jurnalistik melalui Dewan Pers," ujarnya.

Direktur PT Tempo Inti Media ini berharap kedua poin itu berjalan beriringan untuk meminimalisasi munculnya sengketa jurnalistik yang merugikan pers mahasiswa. "Pers mahasiswa harus meningkatkan kapasitas, pengetahuan etik, teknik liputan. Supaya tidak ada ruang bagi para pihak yang keberatan dengan hasil liputan," kata Arif.

Pada medio 2020-2021, PPMI mencatat telah terjadi 185 kasus kekerasan dengan 12 jenis kasus yang dialami pers mahasiswa, seperti teguran, upaya pencabutan berita, makian, ancaman, pemaksaan meminta maaf, pemotongan dana, tuduhan tanpa bukti, surat peringatan, teror, pemukulan, dan pelarangan aktivitas jam malam.

Dari angka itu, birokrasi kampus menjadi pelaku kekerasan paling dominan dengan 48 kasus. Pelaku lain beragam, mulai dari mahasiswa, pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa atau Dewan Perwakilan Mahasiswa, organisasi eksternal kampus, organisasi masyarakat, hingga polisi dan anggota TNI.

Badan Pekerja Advokasi PPMI Dewan Kota Tulungagung, Noval Kusuma, berharap Dewan Pers dapat mengawal pelaksanaan perjanjian Penguatan dan Perlindungan Aktivitas Jurnalistik Mahasiswa di Lingkungan Perguruan Tinggi. Dia juga berharap pers mahasiswa dapat lebih dilibatkan dalam perumusan strategi perlindungan pers mahasiswa. "Supaya produk yang disepakati dapat diterapkan di kampus seluruh Indonesia," katanya.

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda