Beranda / Feature / Belajar Ikhlas Dari Peristiwa Kurban

Belajar Ikhlas Dari Peristiwa Kurban

Rabu, 21 Juli 2021 09:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Agam K

Salah seorang warga Kota Lhokseumawe sedang membersihkan sapi yang baru saja disembeli, untuk dibagikan kepada masyarakat kurang mampu atau yang dikenal sebagai tradisi kurban. [Foto Agam Khalilullah]


Seluruh umat Islam di berbagai berlahan dunia tentunya sedang merayakan Hari Raya Idul Adha, hari raya ini merupakan salah satu perayaan penting dalam kalender hijriah dalam setiap tahunnya.

Hari raya kurban menjadi momentum untuk saling berbagi antar umat. Namun, dibalik itu semua, hari raya kurban juga bisa dijadikan momentum untuk memotong bibit kebencian dan sikap yang tidak baik barangkali masih ada dalam diri kita masing-masing.

Saling mensucikan diri, dengan saling memaafkan berbagai kesalahan dan banyak makna kehidupan yang bisa dipetik apabila ditesuri lebih jauh tentang Hari Raya Idul Adha, serta harus bisa dijadikan sebagai pedoman hidup.

Hari raya diawali dengan Salat Id oleh para umat Muslim di sejumlah tempat. Setelah salat, dilakukan penyembelihan hewan kurban, yang kemudian dagingnya dibagikan kepada warga kurang mampu.

 Hari raya ini ditandai dengan peristiwa kurban, pada saat itu Nabi Ibrahim bersedia dan dengan ikhlas untuk menyembeli putranya karena atas perintah Allah. Sehingga Allah begitu sayang kepada Nabi Ibrahim, dengan kuasa-Nya Allah menggantikan Ismail dengan sekor gibas atau domba, untuk menjadi kurban.

Maka bagi umat muslim yang memiliki harta yang lebih, diharuskan untuk menyebelih hewan kurban. Sebagian ulama berpendapat hal tersebut wajib untuk dilakukan bagi orang yang mampu dan ada yang berpendapat kalau itu sebagai sunnah.

Namun terlepas dari itu semua, maka dari peristiwa kurban tersebut kita dapat memetik pelajaran tentang ilmu ikhlas, yaitu dimana Nabi Ibrahim rela menyembelih anaknya, karena sangat cinta kepada Allah dan apa pun yang diperintahkan oleh Allah akan dikerjakan.

Tokoh Agama Kota Lhokseumawe Tgk Asnawi menyebutkan, Nabi Ibrahim memiliki harta yang cukup banyak, lembunya mencapai 1000 ekor, dombanya 3000 ekor dan untanya mencapai lebih 100 ekor.

“Maka saat orang bertanya kepada Nabi Ibrahim, hewan ternak itu milik siapa. Maka Nabi Ibrahim menjawab semuanya itu adalah milik Allah dan kalau Allah kapan menghendaki untuk menyerahkan kepadanya, maka siap saya serahkan,” ujar Tgk. Asnawi.

Pengorbanan yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim adalah untuk melaksanakan perintah Allah, meskipun berbagai cobaan diterima oleh dirinya dan dengan sabar pula ia menghadapinya, serta tetap taat kepada perintah Allah.

Bahkan saat Nabi Ibrahim diperintahkan oleh Allah SWT untuk menempatkan istrinya Hajar bersama Nabi Ismail putranya, yang saat itu masih menyusui, disuatu lembah yang tandus, gersang, tidak tumbuh sebatang pohon pun.

Maka dirinya tidak pernah menolak, meskipun lembah itu sunyi dan sepi, sampai tidak ada penghuninya seorang pun. Tempat tersebut berada disebelah utara dan jaraknya sekitar 1600 kilometer dari Negara Palestina.

“Meskipun sudah seperti itu, maka Nabi Ibrahim tidak mengeluh sama sekali, setiap harinya ia hanya berdoa kepada Allah agar bisa diberikan rejeki dan bisa hidup dengan nyaman ditempat itu,” tutur Tgk. Asnawi.

Sehingga dalam beberapa tahun kemudian, Nabi Ibrahim mengunjungi istri dan anaknya itu dilembah yang gersang tersebut. Maka dirinya kembali mendapatkan perintah dari Allah, untuk menyembelih putra kesayangannya itu.

Ada sebagian riwayat yang mengatakan, kalau perintah menyembelih putra Nabi Ibrahim merupakan jawaban Allah kepada malaikat, kala itu ada yang cemburu karena diberikan khalil dan sibuk dengan hartanya yang banyak.

“Maka Allah langsung menjawab, wahai malaikat jangan engkau menilai Ibrahim dengan sisi lahiriahnya, tapi dengan apa yang semua ia miliki itu tidak akan menjadi hambatan untuk kasih sayang dan mencintai saya,” kata Tgk. Asnawi.

Maka untuk membuktikannya, Allah memerintahkan Nabi Ibrahim untuk menyembelih putra kesayangannya itu dan saat berdialog dengan anaknya itu, maka tidak ada penolakan sama sekali dari putranya itu dan atas perintah Allah maka bersedia untuk disembelih.

Sehingga Allah mengantikan pengorbanan Nabi Ibrahim kepada Ismail, dengan menyembelih dengan tanganya sendiri. Maka Allah berfirman “Kami gantikan kurbannya itu dengan seekor kibas, kemudian itu akan kucatat untuk kisah orang-orang yang datang dikemudian hari”.

“Ajaran kurban itu disyariatkan kepada kita, meskipun itu hukumnya sunnah dan ada yang berpendat itu merupakan hal yang wajib. Maka bagi orang yang mampu dan tidak mau berkurban, maka tidak akan mendapatkan syafaat dari Rasulullah,” ungkapnya.

Kurban Lebih Penting Dari Syiar Lain

Pelaksanaan kurban disaat hari Raya Idul Adha, merupakan syiar penting dari syiar-syiar lainnya. Apalagi penyembelihan hewan kurban tersebut, merupakan identitas dari hari Raya Idul Adha.

Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kota Lhokseumawe Rizwan H Ali mengatakan, dalam Idul Adha ada beberapa syiar, seperti takbir dan puasa arafah, namun yang lebih penting dari tiu adalah syiar untuk berkurban.

“Penamaan sebagai Hari Raya Idul Adha, karena ada perintah untuk berkurban. Maka berkurban merupakan syiar utama dan apalagi hal ini tidak dilakukan, maka telah menghilangkan makna hari raya tersebut,” ujar Rizwan.

Rizwan menambahkan, apabila dilihat dari sisi sosial, berkurban tersebut merupakan untuk memperlihatkan rasa solidaritas antara sesama manusia, dimana orang yang memiliki harta lebih bisa berbagai dengan seluruh masyarakat.

Sehingga terbangun hubungan solidaritas yang kuat antara sesama umat Islam, dengan cara membagikan hartanya bagi umat muslim lain yang membutuhkannya. Maka ajaran Islam sangat indah.

“Kalau di Hari Raya Idul Fitri dikenal dengan adanya fitrah, namun untuk Hari Raya Idul Adha, maka adanya kurban. Tentunya kurban ini memiliki sejarah yang panjang. Apabila kurban tidak dilakukan, maka telah menghilangkan makna Idul Adha,” tutur Rizwan.

Begitu juga dengan pelaksanaan kurban di Kota Lhokseumawe, tentunya tidak jauh beda sepeti di beberapa daerah lainnya. Biasanya sejumlah orang dan kepala daerah menyumbangkan hewan untuk di kurbankan.

Usai melaksanakan Salat Ied, biasanya prosesi penyembelihan hewan tersebut dilakukan, tempatnya ada yang disembelih di meunasah (surau) dan tempat lapangan terbuka, kemudian daging tersebut dibagikan kepada orang yang kurang mampu.

Selain itu, ada juga tradisi lainnya kalangan pemuda yang mendapatkan jatah daging meugang itu, kemudian memasaknya di meunasah atau tempat lainnya, kemudian dimakan secara bersama-sama dengan masyarakat lainnya.

Hal tersebut merupakan sebagai simbol makna untuk mensyukuri dengan datang hari raya dan juga bisa saling menambahk keakraban antara sesama, serta bisa menjalin silaturahmi dengan baik. *** ( M. Agam Khalilullah)


Keyword:


Editor :
M. Agam Khalilullah

riset-JSI
Komentar Anda