Beranda / Liputan Khusus / Indepth / Ketika KPK Mengendus PLTU di Negeri Giok

Ketika KPK Mengendus PLTU di Negeri Giok

Kamis, 28 Oktober 2021 22:00 WIB

Font: Ukuran: - +

PLTU Nagan Raya (foto/dok, Agus, Humas PLN)

Negeri dengan hamparan pertanian ini dikenal dengan gioknya. Bahkan pemerintah setempat sudah membangun sebuah masjid berlapis giok. Bila selesai dibangun akan menjadi masjid terindah di Asia Tenggara.

Negeri pemekaran Aceh Barat ini bukan hanya dikenal dengan pertanian, hamparan sawit yang luas, serta masjid gioknya. Namun, disana ada sebuah pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang kapasitasnya mencapai 400 megawatt.

Direncanakan PLTU ini akan beroperasi pada tahun 2023. PLTU ini merupakan Independen Power Producer (IPP) atau dikelola oleh pihak swasta dan PT PLN hanya membeli energi listrik untuk disalurkan ke pelanggan.

Namun sayangnya, dibalik kemegahan PLTU yang mampu menghasilkan 400 MW, ada bau tak sedap didalamnya. Ketika KPK melakukan penyelidikan sejumlah kasus yang diduga berbalut korupsi dengan sejumlah proyek multiyears Aceh, PLTU 3-4 Nagan Raya juga ikut ikutan didalami pihak penyidik antirasuah ini.

Pihak KPK yang melakukan penyelidikan di Aceh terkait proyek multiyear, juga meminta keterangan sejumlah pihak yang terlibat dalam PLTU 3-4 Nagan Raya. Pihak KPK meminta keterangan para pejabat Nagan Raya dan pihak yang terlibat dalam PLTU ini.

Pelaksana tugas, Jubir KPK, Ali Fikri, ketika ditanya media soal penyelidikan dugaan korupsi proyek multiyears di Aceh, Kapal Aceh Hebat hingga PLTU Nagan Raya 3-4, jubir KPK ini menegaskan proses penyelidikan dilakukan KPK untuk mengumpulkan keterangan serta klarifikasi para pihak terkait informasi dugaan korupsi yang disampaikan masyarakat.

"Penyelidikan merupakan serangkaian kegiatan untuk menindaklanjuti laporan masyarakat dalam rangka mencari dan memastikan ada dugaan peristiwa pidana dugaan korupsi. Untuk itu tentu permintaan keterangan dan klarifikasi pihak-pihak terkait dibutuhkan," ucapnya.

"Berikutnya akan dilakukan analisa lebih lanjut secara mendalam sesuai ketentuan undang- undang untuk dapat diambil kesimpulan apakah benar ada peristiwa dugaan korupsi dimaksud," jelas Jubir KPK.

Aceh bagaikan tidak berhenti dengan hingar bingar aroma berbau korupsi. Untuk tahap awal penyidik KPK meminta keteranganya lima pejabat dari lingkungan Pemerintah Nagan Raya dan dua anak Bupati Nagan Raya. Lima pejabat itu; Mantan Kepala Bappeda, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan.

Mantan Sekda 2018-2020, mantan Kadis PUPR/Sekda, mantan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP). Mantan Kabid perizinan Dinas Lingkungan hidup. Selain itu juga diminta keteranganya dari Kadis DPMPTSP Aceh, dan pihak dari PT Beurata Subur Perkasa. Mereka diminta keteranganya soal PLTU 3-4 Nagan Raya.

Dua anak Bupati Nagan Raya yang turut diperiksa dalam persoalan PLTU ini, JLD dan BKR. Anak kedua dan ketiga dari Bupati yang saat ini menjadi orang nomor satu di Nagan Raya. JLD merupakan Direktur  PT Ujong Neubok Dalam (UND), sementara BKR Direktur PT Artha Jaya Sawit.

Mantan kepala DPMPTSP Nagan Raya diminta keterangan, karena ketika dia menjabat sebagai Kadis, dia yang menanda tangani surat keputusan Bupati Nagan Raya nomor 525.3/001/VIII/2018 tentang pemberian izin lokasi untuk pembangunan PLTU Nagan Raya 3 & 4 PT Meulaboh Power Generation.

PLTU 3-4 berkapasitas 2 x 200 Megawatt (MW) berdiri di Gampong Suak Puntong, Kecamatan Kuala Pesisir, Kabupaten Nagan Raya. Pembangunan PLTU ini dilakukan oleh PT Meulaboh Power Generation (PT MPG).

Soal AMDAL

Sesuai dengan ketentuan Undang-undang nomor 33 tahun 2009 tentang Perlindungan dan pengelolaan lingkungan, bahwa setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki Analisi Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).

Soal Amdal PLTU ini sebenar sudah menjadi perbincangan, karena adanya kekeliruan. Awal tahun 2021 kasus Amdal ini sudah menjadi “makanan” media. Seperti dilansir Antara, Sabtu (26/6/2021), Kepala Bidang Amdal Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Nagan Raya Jufrizal pernah menyampaikan persoalan AMDAL (analisis mengenai dampak lingkungan) terkait proyek PLTU 3-4 Nagan Raya.

Hal itu disampaikannya dalam forum dengar pendapat antara Pemerintah Kabupaten Nagan Raya, Anggota Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), pimpinan PLTU 1-2 Nagan Raya, Pimpinan PLTU 3-4 Nagan Raya, serta pihak terkait lainnya, Selasa (19/1/2021).

Pembangunan PLTU 3-4 Nagan Raya itu berlokasi di Desa Suak Puntong Kecamatan Kuala Pesisir. Izin lokasi sendiri sudah diterbitkan pemerintah daerah setempat.

"Pembangunan PLTU 3-4 di Nagan Raya ini tidak sesuai dengan AMDAL dan izin lokasi yang sudah diterbitkan, ini menjadi persoalan serius," kata Jufrizal saat itu.

Dia mengatakan pemerintah daerah setempat telah menyurati manajemen PLTU 3-4 Nagan Raya untuk menanyakan persoalan tersebut kepada manajemen perusahaan. Dia juga menyebut pembangunan PLTU 3-4 masuk ke dalam lokasi lahan PLTU 1-2 Nagan Raya.

"Jadi, saat ini kami masih menunggu jawaban dari manajemen PLTU 3-4 Nagan Raya, agar segera menindaklanjuti temuan ini secara serius," kata Jufrizal.

Juru Bicara/Humas PLTU 3-4 Nagan Raya Riyan Juhandi dalam pertemuan tersebut mengaku tidak bisa menjawab hasil temuan DLHK Nagan Raya terkait dugaan pelanggaran dimaksud.

Saat itu, dia mengakui belum bisa menjawab persoalan ini karena pihaknya masih harus melihat dokumen terlebih dahulu terkait temuan tersebut.

Soal PLTU 3-4 Nagan Raya, jauh-jauh hari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh sudah mengungkapkan sejumlah persoalan yang ada disana ke publik. Walhi Aceh menyebutkan, Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 3 dan 4 di Kabupaten Nagan Raya, Aceh, masuk dalam zona konflik.

“Lokasi kegiatan PLTU 3 dan 4 Nagan Raya berada pada zona konflik tapas batas antara Kabupaten Nagan Raya dan Kabupaten Aceh Barat,” kata Direktur Eksekutif Walhi Aceh Muhammad Nur, Januari 2019.

Setidaknya ada dua desa yang bersinggungan langsung, yaitu Desa Suak Puntong Kabupaten Nagan Raya dan Desa Peunaga Cut Ujong, Kabupaten Aceh Barat. Selain persoalan tapal batas, Walhi Aceh juga menemukan fakta bahwa sudah ada kegiatan fisik di lapangan sebelum ada izin lingkungan.

Walhi menyebutkan, lokasi dimaksud dalam RTRW diperuntukan untuk kawasan industri menengah dan besar. Namun, dari hasil overlay dalam peta RTRW lokasi rencana PLTU sebagian besar berada di lahan perkebunan.

Lokasi kegiatan diusulkan dalam dokumen Amdal berbeda dengan lokasi yang disetujui dalam Kerangka Acuan (KA) Amdal tahun 2015 berdasarkan persetujuan Komisi Penilai Amdal Kabupaten Nagan Raya, nomor 660/018/BLHK/VI/2015.

Lokasi yang tertera dalam KA Amdal telah sesuai dengan master plant PLN dan telah mendapatkan izin prinsip pengembangan pembangunan PLTU Nagan Raya 3 dan 4 kapasitas 2  kali  220 MW sesuai dengan surat Gubernur Aceh nomor 671.27/BP2T/23/2014 tanggal 28 Agustus 2014.

Walau Walhi menolak Amdal tersebut, secara hukum pembangunan PLTU itu sudah mendapat izin kelayakan lingkungan yang diterbitkan Gubernur Aceh melalui surat Keputusan Nomor 660/301/2019. PLTU 3 dan 4 itu berada di Dusun Gelanggang Merak Gampong Suak Puntong Kecamatan Kuala Pesisir Kabupaten Nagan Raya, untuk PT. Meulaboh Power Generation, pada 25 Februari 2019.

Keputusan ini dikeluarkan atas pertimbangan, telah dilakukan penilaian AMDAL pada tanggal 18 Januari 2019. Penyampaian perbaikan AMDAL tanggal 23 Januari 2019, sebagaimana surat Ketua Komisi Penilai Amdal Aceh perihal rekomendasi hasil penilaian dokumen AMDAL, RKL dan RPL, nomor 660/002/I/Rekom/KPA/2019 tanggal 24 Januari 2019.

Dukung KPK

Soal PLTU Nagan Raya yang kini menjadi perhatian publik semakin ramai ketika ada pihak yang secara tegas menyatakan dukunganya kepada KPK untuk mengungkap kasus itu agar terang benderang.

Ikatan Pemuda Nagan Raya (IPNR) misalnya, kepada media menyebutkan dukungan penuh kepada penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas penyelidikan dan pemeriksaan terhadap perizinan proyek PLTU di Kabupaten Nagan Raya.

Menurut Ishani, yang mengatasnamakan IPNR menyebutkan, persoalan tersebut bukan lagi rahasia, melainkan sudah menjadi isu umum bagi masyarakat di Kabupaten Nagan Raya. Maka dari itu, kita mendukung penuh penyidik KPK memeriksa dan mengusut tuntas persoalan tersebut, jelasnya.

Kini KPK sedang mengendus sejumlah proyek “raksasa” Aceh melalui anggaran multiyear, tidak ketinggalan didalamnya proyek PLTU 3 dan 4 negeri giok, Nagan Raya.

Soal kegiatan pemanggilan yang dilakukan KPK di Aceh, terkait sejumlah proyek raksasa termasuk di dalamnya PLTU Nagan Raya, Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Alfian memberikan penilaian.

“Kita berharap ini sesegera mungkin harus ada kepastian hukum, kalau misalnya proses Lidik ini tidak ada kepastian hukum, dan ini terus rentetan masih dianggap dalam proses, peluang kecurigaan publik terhadap KPK itu lebih sangat kuat,” tukasnya.

Menurut Alfian, kalau melihat proses pemanggilan Lidik yang dilakukan oleh KPK. Apalagi beredarnya surat pemamggilan anggota DPRA ini lebih bisa dikatakan tahap proses Lidik terakhir. Artinya ini proses Lidik terakhirnya. Sebut Alfian kepada Dialeksis.com.

“Nah, kalau kitakan melihat proses Lidik ini sudah masuk bulan ke-6, sejak beberapa bulan yang lalu. Dengan KPK mengatakan ini adalah proses Lidik terbuka, kita maknai tidak fokus pada kasus tertentu saja, tapi lebih daripada itu,” sebutnya.

Alfian berharap, kasus ini sesegera mungkin harus ada kepastian hukum. Kalau tidak ada kepastian hukum, kecurigaan public kepada KPK sangat kuat. Apalagi kondisi KPK saat ini secara intregritas masih sangat diragukan.

Sebab ada beberapa kasus, bahwa ada penyidik KPK menerima suap dari pihak yang di Lidik. Dalam kasus Aceh ini juga tidak tertutup kemungkinan itu akan terjadi.

“Banyak pihak yang dipanggil. KPK jilid baru ini, kalau dari pengamatan kami, bahwa proses kasus penyelidikan terbuka ini baru dilakukan di Indonesia. Ini menjadi tolak ukur, apa KPK bisa menyelesaikan dan memberikan kepastian hukum atau tidak,” sebutnya.

Apalagi saat ini orang di KPK menjadi sorotan. Soal kredibilitas, intregritas, dan moralitas. Publik di Aceh akan menuntut. Jangan ada permainan atau mafia dalam kasus ini. Kalau kasus ini terus berlarut-larut, sudah patut diduga ada permainan,” ucap Alfian.

Koordinator MaTA ini meminta, setelah proses penyelidikan dilakukan harus ada peningkatan tahapan dalam penyidikan. Masyarakat Aceh menunggu kepastian tentang kinerja lembaga antirasuah ini.

Aceh memang lagi hingar bingar soal dugaan korupsi, khususnya yang menyangkut dengan proyek multiyear. Bagaimana kelanjutan dari kisah yang sudah dimainkan KPK di negeri ujung barat Pulau Sumatra ini, kita ikuti saja apa hasil kerja KPK. *** Bahtiar Gayo


Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda