Beranda / Liputan Khusus / Indepth / Noda Kadin di Balik Dana Hibah

Noda Kadin di Balik Dana Hibah

Kamis, 14 November 2019 09:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah (kanan) bersama Ketua Kadin Aceh Makmur Budiman (tengah) di acara Rapat Pimpinan Provinsi Kadin Aceh yang dirangkai dengan pelantikan Pengurus Kadin Aceh periode 2019-2024, di Anjong Mon Mata, Banda Aceh, Sabtu (14/9/2019) malam. [Foto: Sara Masroni/Dialeksis.com]



DIALEKSIS.COM - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Aceh menjadi sorotan banyak kalangan. Pasalnya organisasi kumpulan para pungusaha itu diketahui mendapat dana hibah untuk kelengkapan kantor.

Usulan anggaran yang dimasukkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh Perubahan (APBA-P) 2019 dinilai tak layak oleh publik.

Pengamat Ekonomi Aceh Rustam Efendi mengatakan, bantuan peralatan kantor untuk Kadin Aceh yang diusulkan melalui APBA Perubahan 2019 ini mengejutkan banyak orang, tiba-tiba nama organisasi Kadin muncul ke publik menerima bantuan hibah.

"Ini menjadi citra yang tidak bagus," kata dosen senior Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala.

Kadin Aceh yang diketuai Makmur Budiman itu seharusnya menjadi mitra pemerintah mendorong berkembangnya wirausaha baru dan mengembangkan bisnis baik tingkat daerah hingga internasional.

"Seharusnya usulan ploting anggaran untuk modal usaha mikro, agar pelaku usaha kecil ini tumbuh di Aceh," kata Rustam Efendi kepada Dialeksis.com, Rabu (13/11/2019).

Menurut Rustam, tak salah organisasi Kadin menerima bantuan dari pemerintah, tapi harus dilakukan secara terbuka dari awal dan melalui jalur formal yang kemudian dibahas oleh DPR Aceh.

"Dari awal usulkan, melalui mekanisme. Ini publik menilai, aji mumpung, mumpung dekat dengan Plt ya dapat," ujar Rustam.

Rustam Effendi, Pengamat Ekonomi Aceh. [Foto: Dialeksis.com]

Namun, Kadin Aceh menyatakan bantuan dana hibah itu sesuatu yang wajar. Bantuan belanja berupa barang itu serupa dengan organisasi lain yaitu KONI, KNPI dan juga Pramuka. Demikian menurut Wakil Ketua umum Organisasi dan Kesekretariatan Kadin Aceh, Muhammad Iqbal.

"Keberadaan institusi itu diatur oleh UU, Kadin juga dibentuk berdasarkan UU, sebagai organisasi mitra pemerintah yang menjalankan fungsi pembinaan pengusaha, maka bentuk bantuan yang diberikan tersebut adalah telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku," kata Muhammad Iqbal.

Menurut dia, proses bantuan untuk Kadin telah sesuai dengan prosuder, melalui pengadaan yang anggarannya ditempat di Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Aceh.

"Proses pengusulan item anggaran yang diusulkan oleh Kadin sesuai proses perencanaan, penganggarannya disetujui oleh Pemerintah Aceh dan DPRA," ujar Iqbal.

Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia saat melantik Pengurus Kadin Aceh periode 2019-2024 di Anjong Mon Mata, Sabtu (14/9/2019) malam. [Foto: Sara Masroni/Dialeksis.com]

Kebijakan Plt Gubernur Dipertayakan

Meski sudah sesuai prosedur menurut Kadin Aceh, namun tetap dinilai tidak rasional. 

LSM Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) menyatakan alokasi anggaran untuk pengadaan kebutuhan Kadin Aceh dalam APBA P 2019 sebanyak Rp 2,8 milyar dinilai tak rasional ditengah upaya Pemerintah Aceh mengejar ketertinggalan.

Tak tanggung-tanggung, pengadaan kendaraan oprasional hingga kulkas dibebankan pada APBA yang ditempatkan di Dinas Perindustrian dan Perdagangan Aceh.

"Kondisi ini menunjukkan Pemerintah Aceh tidak peka dalam pengalokasian anggaran," kata Alfian Koordinator MaTA.

Padahal Plt Gubernur Aceh Nova Iransyah berharap Kadin Aceh bisa mengembangkan dunia usaha, memperbaiki angka indikator makro ekonomi, menekan angka kemiskinan kemiskinan dan inflasi.

Namun faktanya, Alfian menegaskan, organisasi pengusaha itu mengantung diri pada anggaran daerah, ini akan menjadi masalah baru dalam upaya mengejar ketertinggalan Aceh.

Koordinator MaTA, Alfian. [Foto: IST]

"Sejatinya, lembaga ini harus menjadi lembaga mandiri yang mampu membiayai oprasional lembaganya sendiri. Bukan malah sebaliknya dan ini sangat memalukan dimana selama ini narasi yang dibangun di tingkatan publik ‘pemberdayaan’ tapi ternyata hanya menggrogoti APBA, bukan inovasi atau kreatif yang seharusnya mareka lahirkan," kata Alfian.

Dalam pandangan MaTA, proses pembahasan APBA Perubahan 2019 antara eksekutif dan legeslatif terkesan tertutup dan sengaja untuk melancarkan alokasi anggaran siluman.

MaTA mendesak Pemerintah Aceh secara tegas untuk membatalkan realisasi anggaran dari APBA kepada Kadin Aceh tersebut sehingga rasa keadilan rakyat Aceh terjaga.

Bukan Milik Organisasi

Sementara itu, Juru bicara Kadin Aceh, Hendro Saky mengakui organisasi kumpulan pengusaha itu menerima bantuan melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan Aceh tersebut.

Menurut mantan aktivis mahasiswa itu, Kadin Aceh sudah menjalankan prosedur yang berlaku di pemerintah dalam penerimaan bantuan.

"Tahapan dan proses penganggaran yang dilakukan pemerintah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku," katanya.

Bantuan berupa barang yang diterima Kadin itu tetap aset negara, bukan milik organisasi, ini tetap dihitung dan dinilai sebagai aset Pemerintah Aceh.

"Barang yang dibeli oleh Disperindag Aceh adalah aset pemerintah yang dipinjam pakai oleh Kadin, setiap barang yang dipinjam tersebut, ada dokumen administrasinya, berupa surat pinjam pakai dari negara kepada Kadin Aceh," tambah Hendro Saky.(Zulkarnaini)


Keyword:


Editor :
Makmur Emnur

riset-JSI
Komentar Anda