Beranda / Berita / Nasional / Survei Infid 2017: Ketimpangan Sosial Indonesia Meningkat

Survei Infid 2017: Ketimpangan Sosial Indonesia Meningkat

Jum`at, 09 Februari 2018 08:02 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : haris

Kawasan Kumuh di Jakarta (Kompas.com)

Dialeksis.com, Jakarta- International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) merilis survei yang menunjukkan ketimpangan sosial di Indonesia meningkat pada 2017. Hasil survei menyatakan Indeks Ketimpangan Sosial Indonesia pada 2017  berubah dari sebeluknya skor 4 di tahun 2016 meningkat menjadi skor 5,6. Infid dalam laporanya menjelaskan bahwa setiap warga menilai ada 5-6 ranah yang timpang di Indonesia. Indeks ketimpangan di tahun 2017 tergolong tinggi.

Survei yang dilaksanakan pada September-November 2017 itu menunjukkan Indeks Ketimpangan Sosial di Indonesia pada 2017 meningkat dari tahun 2016 yang hanya 4,4.

"Secara umum survei menunjukan ketimpangan sosial berkaitan dengan ketidakmerataan distribusi sumber daya dan gambaran perbedaan rata-rata sumber daya yang diperoleh" demikian kata  peneliti utama Infid, Bagus Takwin, saat merilis hasil survei Infid di Pisa Kafe, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis 8 Februari 2018.

INFID melakukan pengukuran ketimpangan sosial menurut persepsi warga dengan didasari konsep keadilan sosial. Secara sederhana, ketimpangan sosial adalah perbedaan penghasilan, sumber daya, kekuasaan dan status di dalam dan di antara masyarakat (Naidoo dan Wills, 2008). Secara lebih rinci, ketimpangan sosial merujuk pada tingkat perbedaan kategori sosial orang (menurut karakteristik seperti jenis kelamin, usia, kelas, dan etnis) dalam hal akses ke berbagai kemaslahatan sosial, seperti tenaga kerja pasar dan sumber penghasilan, sistem pendidikan dan INFID mengadakan survei dengan kuesioner selama dua bulan pada September-November 2017 yang melibatkan 2.250 responden di seluruh Indonesia. Pemilihan responden dilakukan secara acak (multistage random sampling) dengan margin of error (tingkat kesalahan) di bawah 0,5%.

Terdapat sepuluh ranah yang menjadi sumber ketimpangan menurut persepsi warga, penghasilan 71,1 persen, pekerjaan 62,6 persen, rumah atau tempat tinggal 61,2 persen, harta benda 59,4 persen, kesejahteraan keluarga 56,6 persen, pendidikan 54 persen, lingkungan tempat tinggal 52 persen, terlibat politik 48 persen, hukum 45 persen, dan kesehatan 42,3 persen.




Ketimpangan tersebut menyebar di setiap wilayah Indonesia. Diantaranya, Jawa, Sumatera, Bali, Kalimantan, dan Sulawesi. "Semua rata. Tapi Indonesia Timur, ketimpangannya lebih tinggi dibanding wilayah lainnya," jelas Bagus sebagaimana dilansir rilis.co. id.

Dalam laporannya INFID merekomendasikan delapan hal yang dapat dilakukan pemerintah untuk mengatasi ketimpangan.

diantaranya Memastikan menyempitnya kesenjangan antara daerah dalam pembangunan manusia dan memberikan kesempatan yang lebih besar untuk meningkatkan kualitas SDM bagi an kelompok masyarakat miskin. Kemudian  Selain peningkatan kesempatan kerja dan penyetaraan penghasilan, INFID dalam laporannya memaparkan perlunya diperlukan program sosial dalam bentuk pemberian tunjangan bagi pencari kerja sebagai salah satu cara untuk mengurangi ketimpangan penghasilan.

Pemberian tunjangan ini  dinilai dapat berperan untuk meningkatkan distribusi pendapatan. Bentuk dari tunjangan bagi pencari kerja dapat terdiri atas dua jenis: pertama, Tunjangan dalam bentuk uang yang diberikan kepada warga yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) melalui program asuransi; kedua,  Tunjangan dalam bentuk bantuan konsultasi dan agen pencarian kerja bagi para pekerja yang membutuhkan pekerjaan sesuai dengan keahlian dan pengalamannya.(dbs/ris)

Selengkapnya Laporan Survei Infid 2017 dapat diunduh di :

Laporan Survei Ketimpangan Sosial 2017

Presentasi Bagus Takwin : Ketimpangan Sosial 2017 (8_Februari_2018)






Keyword:


Editor :
HARIS M

riset-JSI
Komentar Anda