Beranda / Berita / Nasional / Wacana Penunjukan PJ, Peneliti BRIN: Bukan Tak Percaya TNI/Polri, Tapi?

Wacana Penunjukan PJ, Peneliti BRIN: Bukan Tak Percaya TNI/Polri, Tapi?

Minggu, 10 April 2022 14:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Nora

Foto: Dialeksis


DIALEKSIS.COM | Nasional - Peneliti Senior Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Siti Zuhro menyatakan, urusan politik pemerintahan menurut sistem demokrasi tak boleh semrawut atau ditarik-tarik pada bidang yang lain.

Berdasarkan sistem demokrasi, kata Siti, setiap lembaga punya fokusnya masing-masing. Semisal Polri punya urusan pada tupoksinya, begitu juga dengan kalangan TNI.

Menurut Siti, urusan penunjukan pejabat sementara kepala daerah masa transisi sebelum Pemilu berlangsung berdasarkan demokrasi diberikan kewenangan pengusungan kepada partai politik.

Oleh karenanya, Siti menyatakan, jangan sampai penunjukan Pj gubernur, bupati atau walikota mengkhianati kesepakatan mulia di saat negara sedang menjalankan proses demokrasi secara hakiki. 

“Bukan kita tidak percaya TNI/Polri, tapi (penunjukan Pj kepala daerah) urusannya demokrasi yang harus dijalankan dengan sebenar-benarnya. TNI/Polri sudah punya tupoksi. Jadi jangan semrawut ke bidang yang lain,” ujar Siti Zuhro dalam diskusi nasional yang bertajuk ‘menimbang wacana usulan Pj gubernur dari kalangan TNI/Polri’ yang disiarkan secara daring, Sabtu (9/4/2022).

Sementara itu, Siti Zuhro juga berharap agar perspektif Pemilu 2024 dijadikan tiang panjang agar kontestasi politik di daerah bisa naik kelas. 

Siti mengaku gerah dengan segala keadaan rusuh yang ditimbulkan dalam Pemilu. Makanya pada Pemilu 2024, Siti benar-benar berharap agar prosesnya sesuai jalur atau ada rasa pertanggungjawaban di sana.

“Jangan sampai Pilkada 2019, dimana ada jenderal yang jadi kepala daerah terulang kembali pada proses Pemilu 2024 nanti. Jadi, kalangan sipil harus betul-betul taat, TNI/Polri juga harus taat pada peraturan dan konstitusi,” ungkapnya.

Dewasa ini, kata Siti, aspirasi masyarakat menyongsong Pemilu 2024 menghendaki terwujudnya Pilkada yang berkualitas, dan tidak cacat hukum. 

Oleh karenanya, tegas Siti, memilih pejabat daerah harus benar-benar mengacu pada UU Pilkada, sehingga nantinya tidak menimbulkan kewas-wasan tinggi yang bisa menyebabkan delegitimasi (ketidakabsahan) pemerintahan.(Nora)

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda