Beranda / Opini / Kehati-hatian dan Suuzan

Kehati-hatian dan Suuzan

Kamis, 24 November 2022 16:00 WIB

Font: Ukuran: - +


Otto Syamsuddin Ishak. [Foto: For Dialeksis]


Oleh: Otto Syamsuddin Ishak

Saya memiliki kenalan seorang hakim, yang dulunya aktivis (1998), namun bertugas di pengadilan lain. Lalu, saya bertanya padanya, terkait gugatan perdata seorang warga Kopelma Darussalam.

Apakah lazim, seusai rangkaian sidang, keputusan hakim tertunda-tunda, bahkan tanpa penjelasan? Ada apa sehingga terjadi demikian?

Jawabnya: Putusan belum selesai, atau musyawarah hakim belum selesai, atau karena cara pengambilan keputusan untuk perkara perdata itu memang lebih kompleks daripada pidana.

Saya respon: Ooo…begitu, semoga saja bukan karena adanya intervensi dari pihak tergugat.

Jawabnya: Hal begitu mungkin di zaman dahulu. Aku ragu dalam konteks se-terbuka sekarang ini, ada yang berani intervensi atau mau di-intervensi. Lalu, kawan hakim itu mengingatkan saya agar hati-hati suuzan.

Lalu, saya katakan, memang beda-beda tipis antara kehati-hatian dan suuzan. Dan, memang orang sekarang dengan mudah melabel suuzan, baik karena ada maksud jahat berupa untuk melindungi diri sehingga tertutup tindakan jahatnya, maupun untuk mengingatkan orang lain agar tidak terjatuh pada tindakan yang berdosa.

Selanjutnya »     Serangkaian persidangan dilanjut dengan ...
Halaman: 1 2 3
Keyword:


Editor :
Alfatur

riset-JSI
Komentar Anda