Beranda / Opini / Pemilukada dan Kekuatan Baru PA-PKB di Aceh

Pemilukada dan Kekuatan Baru PA-PKB di Aceh

Senin, 18 Maret 2024 21:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Penulis :
Joe Samalanga

Joe Samalanga adalah Praktisi Media tinggal di Banda Aceh. [Foto: doc pribadi]


DIALEKSIS.COM | Opini - Partai Aceh (PA) sebagai representasi politik lokal terkuat di Aceh sudah menunjukan taringnya sebagai partai yang dijiwai Rakyat Aceh. Penambahan kursi Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) dari 18 kursi menjadi 20 dari 81 kursi yang ada--dibanding dua periode kebelakang --menjadi penting bagi PA, karena menyangkut kepercayaan rakyat jika dibanding eforia pertama kali parlok terbentuk tahun 2009, PA menjadi paling kuat dengan perolehan 33 dari 69 kursi DPRA.  

Pada perhelatan Pemilu 2024 ini, kursi PA meningkat menjadi 20 dari 81 kursi. Ini berarti PA kembali dipercaya menjadi kekuatan "rakyat" yang mampu "bersuara" di Parlemen sekaligus menjadi "penjaga marwah" Aceh secara nasional. 

Jika dianalisis lebih dalam, kedepan Partai Aceh haruslah menjadi partai ramah, karena menyangkut identitas Aceh. Diperlukan "lobi-lobi" dan berkolaborasi dengan Partai Nasional. Tentu--dalam hal ini PA harus bersikap untuk menentukan pilihan pada partai yang paling sesuai dengan "karakter" ke-Acehan, memiliki kekuatan nasionalis, punya idealisme "Keislaman" yang kuat. Itu semua lantaran Aceh sangat dekat dengan budaya dan adat istiadat yang bermuara pada Islam.

Menjadi menarik kemudian, adalah Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang pada Pemilu pemilihan legislatif (Pileg) 2024 kali ini memperoleh suara yang signifikan di Aceh. Menarik lantaran PKB adalah representasi Islam, atau politik kultural, yang kemudian menang di Aceh.  

Melihat prestasi kedua partai--Partai Aceh dan PKB--maka sangat layak bila keduanya diletakan pada "porsi" Aceh yang sesungguhnya, membicarakannya secara luas dalam pelekatan kultural Aceh dan Politik kekinian, dimana posisi kearipan lokalnya lebih tersembul sebagai kekuatan keberpihakan pada rakyat Aceh, Sebab PA adalah partai lokal penjaga kultur dan kearifan lokal Aceh, sementara PKB lebih sebagai penjaga kebijakan secara nasional untuk keberpihakan pada Aceh yang Islami.

Kedua partai ini menjadi pilihan yang sangat rasional dalam membangun ke-Acehan kedepan. PKB dan PA, keduanya mempunyai kekuatan politik yang mengakar di kalangan masyarakat Aceh dengan tipikalnya masing-masing. Tentu, kekuatan itu lebih mudah disatukan daripada menjadi rival dalam kontestasi Pemilukada yang sudah di depan mata.

PKB, seperti yang beredar di masyarakat, merupakan partai yang punya konsep untuk kebutuhan Aceh saat ini, terutama dalam gerakan pembangunan perdesaan, lebih pada infrastrukturnya, PKB sangat faham kebutuhan utama rakyat Aceh, baik pemahaman dalam pemakmuran maupun dalam pencerdasan politik sebenarnya. Itu terlihat jelas dari strategi PKB yang menempatkan dua putra terbaik "Aceh" di komisi V DPR RI, yang kemudian kebutuhan utama rakyat Aceh lewat infrastruktur terpenuhi.

Lantas Pada Pemilu Legislatif 2024, PA dan PKB sama-sama berhasil meningkatkan perolehan jumlah kursinya, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Partai Aceh mampu menaikkan jumlah kursi dari 18 kursi pemilu sebelumnya menjadi 20 kursi, begitu juga dengan PKB yang memperoleh peningkatan signifikan dari 3 kursi DPRA menjadi 9 kursi.

Apalagi pencapaian Partai Aceh pada Pemilu 2024 kali ini akan menjadi titik balik dari penurunan jumlah kursi DPRA pemilu 2009 33 dari 69 Kursi DPRA, Pemilu 2014 29 dari 81 kursi, Pemilu 2019 18 dari 81 kursi, dan Pemilu 2024 20 dari 81 Kursi). Ini kemudian menjadi "pintu" Partai Aceh mengambil kembali momentum memenangkan Pemilu Legislatif, sekaligus Pemenang dalam Pemilukada 2024. 

Bila melihat dari perkembangan politik yang ada, bisa dipastikan untuk meraih pucuk pimpinan daerah pada kontestasi pemilukada 2024, akan menjadi mudah bagi Partai Aceh apabila berkoalisi dengan PKB untuk memenangkan hati rakyat, dan sekaligus koalisi ini menjadi momentum penyatuan pendukung calon presiden 01 (Anies-Muhaimin) dan pendukung calon presiden 02 (Prabowo-Gibran) di Aceh.

Tentu saja, PA yang konsisten mengusung Muzakir Manaf atau Mualem sebagai calon Gubernur Aceh lewat pemilukada 2024, akan sangat sensasional apabila menarik kader PKB yang terbukti pada pemilu pileg 2024 meraih suara tinggi. H.Irmawan, Sos, MM, suara badannya tertinggi di daerah pemilihan Aceh 1. Pengalaman Irmawan juga teruji, selain ketua DPW PKB Aceh, juga pernah duduk di DPRA, dan saat ini menjabat DPR-RI jalan tiga periode. Begitupun Kader PKB H. Ruslan M Daud, pernah menjabat Bupati Kabupaten Bireun 1 periode, dan saat ini pemenang dengan suara badan nomor dua tertinggi di Dapil Aceh 2, patut menjadi pertimbangan, sebab kedua kader PKB itu terbukti disukai rakyat Aceh.

Namun begitu, ini hanya bagian penting gagasan penyatuan kekuatan lokal dan kekuatan nasional dalam ruang "islami". Kedepan Aceh butuh "kekuatan" besar yang dapat melekatkannya pada bingkai nasional secara utuh, karena kekhususan Aceh harus dipertahankan, dan komitmen itu sudah terlihat di tubuh PKB, yang inginkan program kemaslahatan ummat harus di pertahankan, apalagi terkait dana otonomi khusus, PKB akan mempertahannya sampai Kiamat, sejauh dapat memberi manfaat besar pada masyarakatnya. Begitu komitmen Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar pada Aceh.[]   

Penulis: Joe Samalanga adalah Praktisi Media tinggal di Banda Aceh  

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda