DIALEKSIS.COM | Jakarta - Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman menegaskan bahwa penyusunan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) baru merupakan hasil serapan luas dari masyarakat, bukan inisiatif sepihak pemerintah maupun DPR.
Menurut dia, hampir seluruh substansi revisi KUHAP -- sekitar 99 persen -- berasal dari masukan publik, mulai dari akademisi, lembaga bantuan hukum, hingga organisasi masyarakat sipil.
“Kalau ada yang mengatakan KUHAP ini muncul tiba-tiba tanpa mendengar masyarakat, itu keliru. Hampir seluruh rumusannya datang dari publik,” ujarnya dalam konferensi pers di Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa (18/11/2025).
Habiburokhman menyebut proses pembahasan berlangsung panjang dan terbuka, termasuk menerima saran dari ICJR, MaPPI FHUI, LBH, hingga berbagai pakar hukum. Ia mengatakan setiap ketentuan telah melalui uji publik dan dialog teknis.
Ia juga membantah narasi di media sosial yang menyebut KUHAP baru memperluas kewenangan aparat penegak hukum. Menurutnya, justru terdapat penguatan kontrol, seperti kewajiban izin hakim untuk penggeledahan dan penyitaan.
“Hak tersangka juga diperkuat, mulai dari pemberitahuan kepada keluarga hingga kejelasan bukti permulaan,” ujarnya.
Habiburokhman meminta publik mengevaluasi naskah KUHAP berdasarkan dokumen resmi, bukan potongan informasi yang menyesatkan. Ia berharap revisi ini menjadi landasan kuat bagi reformasi peradilan pidana dan perlindungan hak warga negara. [*]