Selasa, 19 Agustus 2025
Beranda / Pemerintahan / Kemenperin Bentuk Crisis Center Tanggapi Pembatasan Gas Industri

Kemenperin Bentuk Crisis Center Tanggapi Pembatasan Gas Industri

Selasa, 19 Agustus 2025 17:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Redaksi

Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arief. [Foto: dok. Kemenperin]


DIALEKSIS.COM | Jakarta - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) membentuk Pusat Krisis Industri Pengguna Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) menyusul keluhan dari pelaku industri terkait pembatasan pasokan gas yang dinilai mengganggu operasional sektor manufaktur.

Langkah ini diambil setelah sejumlah industri menerima surat dari produsen gas yang menyatakan akan ada pembatasan pasokan hingga 48 persen. Padahal, pasokan untuk pengguna gas dengan harga normal -- di atas USD 15 per MMBTU -- disebut tetap stabil.

“Menurut kami ini janggal. Pasokan gas untuk harga normal aman, tapi kenapa HGBT yang harganya USD 6,5 per MMBTU justru dibatasi?” ujar Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arief dalam keterangan resmi pada Selasa (19/8/2025).

Febri menduga ada motif ekonomi dari pembatasan pasokan tersebut. “Jangan sampai narasi pembatasan ini dibangun hanya karena ingin menaikkan harga gas untuk industri,” tegasnya.

Keluhan Industri Mengalir ke Kemenperin

Pusat Krisis dibentuk sebagai respons atas banyaknya laporan dari pelaku industri pengguna HGBT. Keluhan yang diterima antara lain soal penurunan tekanan gas, pembatasan pasokan, hingga harga gas yang dibayar lebih tinggi dari ketetapan Perpres Nomor 121 Tahun 2020.

“Tugas kami adalah memastikan industri tetap bisa berproduksi. Gangguan pasokan seperti ini bisa menyebabkan penutupan pabrik, bahkan ancaman PHK,” kata Febri.

Ia menambahkan, krisis gas ini sudah memaksa beberapa pabrik menghentikan sebagian lini produksi, mengganti bahan bakar ke solar, hingga mengurangi tenaga kerja.

“Industri keramik, gelas kaca, baja, dan oleokimia adalah yang paling terdampak. Kalau tidak cepat ditangani, mereka bisa kolaps,” katanya.

Tiga Tujuan Crisis Center

Pusat Krisis Industri Pengguna HGBT, menurut Febri, memiliki tiga misi utama:

1. Menerima dan menghimpun pengaduan dari industri pengguna HGBT.

2. Menjadikan laporan tersebut sebagai dasar kebijakan Kemenperin.

3. Menunjukkan akuntabilitas publik Kemenperin dalam membina sektor industri.

“Kami akan bekerja sama dengan asosiasi industri, turun langsung ke lapangan, dan menghitung potensi kerugian yang muncul,” ujarnya.

Data yang dikumpulkan akan digunakan untuk melakukan advokasi kebijakan ke kementerian dan lembaga terkait. Kemenperin, tegas Febri, akan memastikan kebijakan HGBT tetap berjalan sesuai amanat Perpres.

“Kami tidak ingin industri merasa sendirian. Crisis Center ini adalah bentuk nyata keberpihakan pemerintah terhadap dunia usaha,” tutup Febri. [red]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI