DIALEKSIS.COM | Jakarta - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sepakat penyelenggaraan pemilu dan pemilihan kepala daerah (Pilkada) sebaiknya tidak dilakukan di tahun yang sama. Ketua Bawaslu Rahmat Bagja menjelaskan berdasarkan evaluasi penyelenggaraan Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024, adanya tahapan yang berimpitan.
Bagja menjelaskan belum sepenuhnya Pemilu 2024 selesai, lalu tahapan pilkada serentak sudah dimulai. Kondisi tersebut, menurutnya, membutuhkan fokus penyelenggara dengan beban yang berat.
"Tahapan pemilu belum berakhir, kemudian, ada tahapan pilkada sudah di mulai. Untuk itu, Bawaslu mengusulkan adanya jeda antara pemilu dan pemilihan kepala daerah serentak," katanya saat diskusi yang diselenggarakan Ikatan Alumni Universitas Islam Indonesia secara daring, Rabu (18/6/2025).
Bagja mengusulkan jeda waktu sekitar dua tahun antara pemilu dan pilkada. Ia berharap jeda tersebut akan memberi ruang yang cukup bagi penyelenggara untuk bekerja lebih optimal dan memastikan kualitas demokrasi tetap terjaga.
"Tidak bisa lagi disamakan seperti Pemilu 2020 ke bawah yang dilaksanakan secara bergelombang. Pilkada saat ini telah dilaksanaan serentak, dengan adanya jeda berharap akan memaksimalkan kerja penyelenggara dan pengawas pemilu baik KPU dan Bawaslu," tuturnya.
Dalam diskusi tersebut itu, Bagja juga menjelaskan tantangan pengawasan pemilihan serentak 2024 silam. Diantaranya, kata dia, keterbatasan akses pengawasan Sistem Informasi Pencalonan (Silon).
"Pengawas pemilu tidak diberikan akses penuh atau akses sangat terbatas terhadap dokumen pencalonan yang diunggah dalam silon," jelasnya.
Keterbatasan tersebut, kata dia, menjadi kendala bagi Bawaslu dalam mengawasi keabsahan dokumen persyaratan. "Misalnya saja ijazah, SKCK, surat keterangan bebas pidana, dan dokumen lainnya di Silon," terangnya.
Sebelumnya, Anggota KPU Idham Holik mengatakan KPU telah meminta kepada pemerintah pelaksanaan pemilu dan pilkada serentak tidak dilakukan di tahun yang sama. Harapan tersebut, kata Idham juga telah disampaikan saat rapat dengar pendapat (RDP) bersama komisi II DPR RI.
"Kami (KPU) meminta berjeda. Hal itu, masih dalam kerangka putusan MK nomor 55/PUU-XVII/2019 tentang alternatif bentuk keserentakan penyelenggaraa pemilu di Indonesia. Pasalnya, MK melalui putusannya juga mengatakn sudah tidak ada lagi perbedaan rezim hukum antara UU pemilu dan UU Pilkada," katanya. [*]