DIALEKSIS | Aceh - Presiden Prabowo Subianto melantik Komite Eksekutif Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus (Otsus) Papua pada 8 Oktober 2025.
Pemerintah menyatakan pembentukan komite bertujuan mempercepat pembangunan adil di Tanah Papua. Komite ini secara spesifik bertugas membantu Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka yang memimpin Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otsus Papua (BP3OKP).
Tujuannya memastikan sinergi program berjalan optimal.
Langkah ini segera menuai kritik tajam dari berbagai pihak. Kritik utama menyoroti aspek legalitas dan potensi inefisiensi.
Para kritikus berpendapat Komite Eksekutif tidak memiliki dasar hukum eksplisit dalam Undang-Undang Otsus Papua Nomor 2 Tahun 2021.
UU tersebut secara tegas hanya mengamanatkan pembentukan BP3OKP. Pembentukan struktur paralel ini dianggap sebagai anomali kelembagaan.
Kritikus khawatir komite baru justru menciptakan tumpang tindih fungsi dengan BP3OKP. Hal ini akan membingungkan hierarki serta akuntabilitas tata kelola Otsus yang sudah kompleks.
Keputusan ini memunculkan pertanyaan kritis. Apakah penambahan satu lapisan birokrasi lagi benar-benar akan mempercepat pembangunan?
Pengamat politik dan keamanan Aryos Nivada menilai penting menguji kekuatan bukti di balik klaim efisiensi pemerintah.
“Jika Komite Eksekutif tidak menghasilkan wawasan praktis, atau malah menambah panjang rantai pengambilan keputusan, inisiatif ini akan kontraproduktif,” ujar Aryos kepada dialeksis.com, Minggu (12/10/2025).
Pihak terkait perlu memantau kinerja nyata komite ini untuk menguji keabsahan klaim akselerasi pembangunan. [ra]