DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Wakil Ketua DPRK Banda Aceh Musriadi Aswad menyoroti buruknya pelayanan dasar di Aceh pasca musibah hidrometeorologi yang melanda sejumlah wilayah.
Ia menilai, meski Indonesia telah 80 tahun merdeka, masyarakat Aceh masih merasakan “penjajahan” dalam bentuk kelalaian pelayanan publik, khususnya pasokan listrik dan gas elpiji.
Menurutnya, hingga hari ini banyak wilayah di Aceh lumpuh akibat tidak berfungsinya layanan dasar. Pemadaman listrik yang berkepanjangan serta kelangkaan gas elpiji membuat aktivitas masyarakat, UMKM, layanan kesehatan, hingga roda ekonomi nyaris terhenti.
“Indonesia sudah 80 tahun merdeka, tapi Aceh masih seperti terjajah secara pelayanan. Listrik padam berhari-hari, gas elpiji sulit didapat. Ini bukan sekadar gangguan teknis, tapi kegagalan negara memenuhi kebutuhan dasar rakyat,” tegasnya, Selasa (16/12/2025)
Ia menilai, kondisi pasca bencana seharusnya menjadi prioritas utama pemerintah pusat dan BUMN terkait, khususnya PLN dan Pertamina. Namun kenyataannya, masyarakat justru dibiarkan menghadapi kesulitan tanpa kepastian pemulihan yang jelas.
“BUMN jangan tutup mata melihat kondisi Aceh hari ini. Semua lumpuh. Pelayanan dasar tidak berjalan. Masyarakat butuh listrik untuk bertahan hidup, butuh gas untuk memasak, bukan janji-janji,” ujarnya.
Wakil Ketua DPRK Banda Aceh itu juga meminta pemerintah pusat segera turun tangan secara serius, bukan hanya melalui pernyataan, tetapi dengan langkah nyata dan terukur. Ia menegaskan bahwa Aceh tidak boleh diperlakukan sebagai daerah pinggiran, apalagi dalam situasi darurat pascabencana.
“Negara hadir bukan hanya dalam slogan. Kalau pelayanan dasar saja gagal, maka kemerdekaan itu belum sepenuhnya dirasakan rakyat Aceh,” pungkasnya.