Minggu, 13 Juli 2025
Beranda / Gaya Hidup / Seni - Budaya / Akademisi USK Dorong Anak Muda Bangga Gunakan Bahasa Aceh Agar Tidak Terancam Punah

Akademisi USK Dorong Anak Muda Bangga Gunakan Bahasa Aceh Agar Tidak Terancam Punah

Kamis, 10 Juli 2025 15:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Subhayni, Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia (PBI) FKIP USK sekaligus Sekretaris UPT-MKU USK. [Foto: Dokumen untuk dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Kekhawatiran terhadap punahnya bahasa Aceh kini semakin nyata. Menurut data Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Bahasa Aceh mendapatkan skor 3 berdasarkan kriteria UNESCO. Ini artinya, bahasa Aceh berada pada tingkat ancaman kepunahan yang tinggi.

Menanggapi persoalan tersebut, Subhayni, Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia (PBI) FKIP USK sekaligus Sekretaris UPT-MKU USK, menyatakan bahwa generasi muda adalah ujung tombak pelestarian bahasa daerah.

Menurutnya, selama anak muda merasa dekat dan bangga dengan bahasa Aceh, maka harapan untuk menghidupkan kembali bahasa leluhur itu tetap terbuka lebar.

"Langkah jitu untuk menyelamatkan bahasa Aceh adalah membuat anak muda mencintainya. Mereka harus suka belajar, terbiasa menggunakan, dan merasa keren saat berbicara dalam bahasa Aceh," tegas Subhayni kepada Dialeksis.com, Kamis (10/7/2025).

Ia menekankan bahwa pelestarian bahasa Aceh tidak bisa hanya mengandalkan institusi pendidikan atau program formal. Justru kebiasaan sehari-hari menjadi medan utama yang harus dimenangkan. Menurutnya, penggunaan bahasa Aceh di rumah, dalam pergaulan, dan media sosial harus mulai dibiasakan kembali.

"Jangan hanya digunakan di buku pelajaran. Bahasa Aceh harus hadir dalam percakapan, canda, bahkan dalam tren anak muda hari ini entah itu di TikTok, podcast, atau ruang diskusi," ujar Subhayni.

Subhayni juga mendorong agar anak muda tidak hanya menjadi penutur pasif, tetapi juga pelaku aktif yang menciptakan ruang-ruang ekspresi dalam bahasa Aceh.

Mulai dari kajian akademik, diskusi komunitas, hingga kegiatan kreatif seperti seminar, festival bahasa, lomba stand-up comedy berbahasa Aceh, bahkan vlog harian dengan narasi lokal.

"Anak muda harus berani menjadikan bahasa Aceh sebagai identitas yang membanggakan, bukan sesuatu yang kuno atau malu-maluin. Kalau kita bisa bangga pakai bahasa Korea atau Inggris, kenapa tidak dengan bahasa Aceh?" tegasnya lagi.

Subhayni mengingatkan bahwa generasi sekarang punya keunggulan dalam teknologi dan kreativitas. Dua hal ini, jika dikombinasikan dengan semangat cinta bahasa daerah, dapat menjadi formula ampuh untuk menyelamatkan bahasa Aceh dari jurang kepunahan.

"Bahasa Aceh bukan cuma alat komunikasi. Ia adalah pembawa nilai, sejarah, dan jiwa kolektif orang Aceh. Kalau itu hilang, kita kehilangan identitas sebagai bangsa yang berakar," katanya.

Subhayni juga mendorong agar kebijakan pendidikan di Aceh lebih progresif dalam memperkuat bahasa daerah. Kurikulum muatan lokal harus diperkuat, tenaga pengajar dilatih, dan konten pembelajaran dibuat lebih menarik. Ia menilai, program pelestarian bahasa harus berjalan seiring antara sekolah, keluarga, dan komunitas.

"Jangan sampai anak-anak kita hanya mengenal bahasa Aceh sebatas pelajaran wajib. Mereka harus melihat bahwa ini adalah bagian dari gaya hidup mereka," pungkas Subhayni. [nh]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI