Beranda / Berita / Aceh / 1 April, Pasien dan Nakes Provinsi Aceh Hadapi Dilema?

1 April, Pasien dan Nakes Provinsi Aceh Hadapi Dilema?

Senin, 14 Maret 2022 19:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Akhyar

Ketua Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) Provinsi Aceh dr Azharuddin. [Foto: Ist.]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Per 1 April 2022, Pemerintah Aceh tidak lagi menanggung premi peserta Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) yang masuk golongan mampu. Seruan penghentian premi JKA untuk tahun ini juga berbuah dari upaya evaluasi dan rasionalisasi pelaksanaan JKA.

Ketua Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) Provinsi Aceh dr Azharuddin mengatakan, penghentian JKA merupakan sesuatu yang baru di Aceh. Padahal, sebelumnya semangat pemberian JKA diberikan bagi siapapun yang ber-KTP Aceh.

Menurutnya, hal yang paling pokok untuk dibahas bukanlah pada penghentian JKA. Melainkan substansi yang perlu dibedah ialah apakah benar jika 2,1 juta jiwa peserta JKA itu dari kalangan menengah atas semua.

dr Azharuddin melanjutkan, seharusnya Pemerintah Aceh dan DPRA tidak terburu-buru memutuskan penghentian JKA. Bilapun benar penghentian JKA untuk menghemat anggaran buah dari hasil rasionalisasi, para peserta JKA yang terdaftar selama ini perlu ditrack back ulang sehingga betul-betul menghasilkan data yang akurat.

“Kalau memang betul peserta JKA kebanyakan orang kaya semua, maka baguslah dihentikan. Anggaran yang dulu fokusnya untuk JKA bisa dimanfaatkan pada hal-hal lain. Katakanlah semisal untuk bangun rumah dhuafa atau membangun fasilitas umum. Kan manfaatnya kembali ke rakyat juga,” ujar dr Azharuddin kepada reporter Dialeksis.com, Banda Aceh, Senin (14/3/2022).

Meski demikian, dr Azharuddin menegaskan baiknya tak langsung keputusannya disetop. Akan tetapi, dikaji dulu dengan melibatkan banyak pihak. Sehingga penetapan keputusan ini tidak disambut dengan asumsi-asumsi liar.

“Masalahnya, keputusannya sudah diambil. 1 April nggak ada lagi. Semuanya lagi wait and see ini. Terutama bagi yang kena dampak. Bagaimana nanti rumah sakit kalau tidak ada JKA. Jika semisal nggak ada JKA dan ternyata ada yang betul-betul tidak mampu? kan repot juga jadinya,” ungkapnya.

JKA Menghilang, Potensi Enggan Berobat Membesar

Imbas dari penghentian JKA ini, menurut dr Azharuddin bisa mengganggu kelancaran pelayanan kesehatan. Berkaca pada pengalamannya selama menjadi Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Zainal Abidin (RSUDZA) dan di saat JKA tak bermasalah, orang-orang pada tidak takut berobat. Karena ketika sakit, mereka tidak pernah kepikiran nggak ada uang.

Untuk ke depan, reaksinya belum bisa ditakar akan seperti apa karena belum masuk April. Tetapi, ungkapan pasien seperti “apakah nanti kami tidak bermasalah nih kartu JKA kami tidak aktif, pasti akan ada,” sebut dr Azharuddin.

Dari sisi rumah sakit, sebelumnya juga tidak pernah kepikiran untuk menanyakan apakah memang seorang pasien itu benar-benar dari kalangan kurang mampu atau bukan. Kalau ke depan, pertanyaan itu akan menjadi hal yang dilematis bagi tenaga kesehatan.

Harga Diri Seorang Nakes

Meskipun begitu, bagi nakes, singkatan tenaga kesehatan, yang betul-betul mengabdi untuk umat, imla rumah sakit itu tidak akan boleh dilupakan. Ketua Persi Provinsi Aceh itu menuturkan imla tenaga kesehatan sebagai berikut.

“JANGAN PERNAH KAU TANYAKAN ORANG SAKIT ITU PUNYA UANG ATAU TIDAK. BILA ADA APA-APA, ITU ORANG KAU TOLONG DULU,” tutur dr Azharuddin.

Imla ini menurut dr Azharuddin perlu diingatkan kembali. Harus sambut menyambut dari satu nakes ke nakes lain. Apalagi pada masa-masa transisi dimana JKA akan dihentikan. Sehingga, pihak rumah sakit tak jatuh dalam dilema.

Dr Azharuddin juga mengajak agar di masa-masa transisi ini semua pihak bisa memberi kesejukan, memberi penjelasan, komunikasi yang bagus untuk semua. Sehingga rakyat pada tidak enggan berobat, dan rumah sakit juga tidak kacau administrasinya dengan hal-hal yang berkaitan dengan tagihan berobat.

Keputusan Sudah Diambil, Implementasi Bagaimana?

Sementara itu, dr Azharuddin pada kesempatan yang sama juga berharap agar para pemangku kebijakan, dari jajaran DPR Aceh dan Pemerintah Aceh untuk bisa kembali duduk bersama membahas implementasi dari keputusan penghentian JKA.

Menurutnya, DPR Aceh dan Pemerintah Aceh perlu memetakan agar keputusan tersebut bisa soft leading dan tidak crash di lapangan. sehingga, rakyat bisa nyaman berobat, pihak rumah sakit tidak dilema, dan betul-betul memperhatikan agar tak akan ada gejolak yang muncul di kemudian hari. [AKH]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda