Beranda / Berita / Aceh / Ancaman Populasi Badak Sumatera Mirip Malaysia 30 Tahun Lalu

Ancaman Populasi Badak Sumatera Mirip Malaysia 30 Tahun Lalu

Senin, 18 Februari 2019 17:28 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Hendra

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Populasi badak sumatera di Indonesia saat ini terancam punah dalam sepuluh tahun mendatang. Kondisi ini pernah dialami oleh Malaysia 30 tahun yang lalu. Demikian terungkap dalam lokakarya implementasi Rencana Aksi Darurat Penyelamatan Populasi Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) 2018-2021 di Kyriad Muraya Hotel Aceh, Banda Aceh (18/2).

Direktur Tropical Forest Conservation Action for Sumatera (TFCA-Sumatera) atau disebut juga Aksi Nyata Konservasi Hutan Tropis Sumatera, Samedi, mengatakan, populasi badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) terus menurun selama beberapa dekade.

"Populasi yang sedikit dengan laju perkembangbiakan yang rendah mengakibatkan populasi badak sumatera semakin terancam. Di sisi lain kehilangan habitat, tingginya tingkat perburuan liar yang didorong oleh meningkatnya perdagangan cula menambah keterancaman populasi badak sumatera di alam," ujar Samedi.

Saat ini, sambung Samedi, populasi badak Sumatera terpencar di beberapa bentang alam di kawasan Leuser Timur, Leuser Barat, Bukit Barisan Selatan dan Way Kambas di Pulau Sumatera serta di Kutai Barat dan Mahakam Ulu di Kalimantan.

"selain di Way Kambas dan Leuser Barat diperkirakan kurang dari 15 individu yang diperkirakan tidak akan dapat bertahan hidup dalam jangka panjang" ungkap Samedi.

Kondisi badak sumatera di Indonesia saat ini diibaratkan mirip dengan situasi di Malaysia sekitar 30 tahun lalu.

"Kini badak sumatera di Malaysia tinggal dua ekor, itupun berada di luar habitatnya. Para ahli badak tak ingin pengalaman Malaysia terulang di Indonesia," tegasnya.

Situasi tersebut memaksa seluruh pihak terkait seperti ilmuwan, pemerintah pusat dan daerah, Unit Pelaksana Teknis (UPT), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), serta pemangku kepentingan lain untuk segera mengambil langkah nyata

"Salah satu caranya melalui program Rencana Aksi Darurat Penyelamatan Populasi Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) 2018-2021 yang telah disahkan oleh Direktur Jenderal KSDAE, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan"ujar Haryono, Kasubdit Konservasi Genetik, Ditjen KSDAE

Pada akhir tahun 2018, seluruh proyek yang terkait telah berakhir dengan salah satu capaian penting adalah ditetapkannya Rencana Aksi Darurat (RAD) Penyelamatan Badak Sumatera melalui keputusan Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Kementerian LHK.

"Dokumen ini menjadi rujukan utama bagi seluruh kalangan, baik di tingkat pemerintah daerah, UPT KLHK, Donor, maupun LSM terkait, dalam rangka memastikan populasi Badak Sumatera yang tersisa dapat diselamatkan dalam kurun waktu 3 tahun ke depan," kata Haryono

Samedi menambahkan, pada 29 September 2014, Program TFCA-Sumatera memperoleh tambahan anggaran hibah dengan besaran mencapai $ 12.6 juta selama tujuh tahun berikutnya. Dana tambahan ini dialokasikan untuk mendukung program pelestarian satwa terancam punah, khususnya badak sumatera dan harimau sumatera beserta habitatnya. Skema ini menjadi bagian tak terpisahkan dari hibah TFCA-Sumatera yang sedang berlangsung (TFCA-1).

TFCA-Sumatera berkomitmen mendukung pelaksanaan Rencana Aksi Darurat (RAD) atau Emergency Action Plan (EAP) melalui bantuan pendanaan.Program Tropical Forest Conservation Action-Sumatra (TFCA-Sumatera) merupakan program konservasi terpadu di bawah perjanjian antara Pemerintah Amerika Serikat dan Pemerintah Indonesia yang dimanfaatkan untuk memfasilitasi pembiayaan konservasi, perlindungan, restorasi (pemulihan) dan pemanfaatan sumberdaya hutan tropis secara lestari di Pulau Sumatera

Indonesia memiliki 2 dari 5 jenis badak yang ada didunia, yaitu Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus) dan Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis). Kedua spesies ini merupakan jenis yang paling terancam dari 5 spesies badak tersebut.Berdasarkan hasil Population Viability Analysis badak sumatera tahun 2015, saat ini populasinya diperkirakan tersisa kurang lebih dari 100 ekor yang sebagian besar berada di kawasan konservasi di TN Way Kambas, TN Bukit Barisan Selatan, KAwasan Ekosistem Gunung Leuser dan hanya sebagian kecil saja di Pulau Kalimantan, terutama di wilayah Kabupaten Kutai Barat.(hen)

Keyword:


Editor :
Im Dalisah

riset-JSI
Komentar Anda