Beranda / Berita / Aceh / Ketua VIII DPP PNA Jelaskan Kronologis Konflik Ditubuh PNA

Ketua VIII DPP PNA Jelaskan Kronologis Konflik Ditubuh PNA

Rabu, 02 Februari 2022 08:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Ketua VIII Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Nangroe Aceh (PNA) dan juga sebagai Mantan Panglima GAM Wilayah Aceh Singkil Nurdin Ramli. [Foto: Istimewa]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Ketua VIII Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Nanggroe Aceh (PNA) dan juga sebagai Mantan Panglima GAM Wilayah Aceh Singkil Nurdin Ramli menjelaskan, Konflik PNA Irwandi Yusuf dengan Samsul Bahri ben Amiren (Tiyong) dimulai sejak diberhentikannya Samsul Bahri ben Amiren (Tiyong) sebagai Ketua Harian dan Miswar Fuady sebagai Sekretaris Jenderal DPP PNA.

Berdasarkan rilis yang diterima Dialeksis.com, Rabu (2/2/2022), Beberapa pengurus PNA yang bersimpati terhadap Samsul Bahri ben Amiren (Tiyong) berkumpul di Kantor DPP PNA (Pango), dengan isi pembicaraan bagaimana caranya agar Tiyong bisa bertahan sampai dilantik menjadi Anggota DPR Aceh, sementara komunikasi dengan Irwandi Yusuf selaku Ketua Umum DPP PNA terputus, Banda Aceh, (1/2/ 2022). 

Lanjutnya, Hasil diskusi tersebut menyimpulkan 2 hal, pertama pemberhentian Samsul Bahri ben Amiren (Tiyong) dari Ketua Harian sah secara hukum, karena pemberhentian Ketua Harian DPP PNA merupakan hak mutlak Ketua Umum tanpa dapat dicampuri oleh struktur Partai Nanggroe Aceh lainnya sesuai ketentuan Pasal 21 ayat (4) Anggaran Dasar Partai Nanggroe Aceh. 

"Sementara pemberhentian Miswar Fuady sebagai Sekretaris Jenderal ada proses dan mekanisme yang dikangkangi, khususnya ketentuan Pasal 11 Ayat (2) angka (e) Anggaran Rumah Tangga PNA," Jelasnya.  

Kemudian, beberapa kawan ditugaskan menghubungi Miswar Fuady yang saat itu sedang berada di Jakarta untuk pulang ke Aceh, di mana saat itu Miswar Fuady sudah tidak lagi memiliki pilihan apapun selain menerima kebijakan Ketua Umum DPP PNA. 

"Setelah Miswar Fuady sampai di Aceh, langsung diminta oleh teman-teman untuk mau terlibat dalam proses Kongres Luar Biasa, karena pertama, pemberhentian Miswar Fuady tidak sesuai mekanisme Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PNA, dan kedua, jabatan Miswar Fuady ex officio anggota Majelis Tinggi PNA,” Kata Nurdin. 

Adapun Pelaksanaan KLB menurut Konstitusi PNA hanya dapat dilakukan dengan 2 cara, pertama, atas permintaan Majelis Tinggi PNA atau kedua, atas permintaan seluruh Dewan Pimpinan Wilayah PNA, sekurang-kurangnya 2/3 jumlah Dewan Pimpinan Kecamatan PNA dan 1/2 dari jumlah Pengurus Gampong. 

Semua Pengurus PNA tahu bahwa permintaan Majelis Tinggi PNA ini untuk pelaksanaan KLB memiliki kelemahan, karena hanya direkomendasikan oleh 3 (tiga) Anggota Majelis Tinggi PNA. Sementara menurut Pasal 65 Ayat (2) Anggaran Dasar PNA menyatakan bahwa kuorum keabsahan Kongres, Konferensi, Musyawarah dan rapat dihadiri oleh sekurang-kurangnya ½ + 1 dari 5 (lima) Anggota Manjelis, yaitu 3,5 (tiga koma lima) yang kalau dibulatkan menjadi 4 (empat) orang, sedangkan yang tanda tangan hanya 3 (tiga) Anggota Majelis Tinggi PNA.

Oleh karena itu, Surat Keputusan Kepengurusan KLB tidak dikeluarkan oleh Kemenkumham Aceh, walaupun semua upaya hukum sudah dilakukan, termasuk melakukan yudicial review terhadap Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2007 tentang Partai Politik Lokal di Aceh. Hal ini dikarenakan ada prasyarat KLB yang tidak terpenuhi.

"Sampai 13 bulan semenjak KLB PNA dilaksanakan di Bireuen dan Surat Keputusan Kepengurusan hasil KLB belum dikeluarkan oleh Kemenkumham Aceh, beberapa petinggi PNA dari eks kombatan GAM menginisiasi agar dilakukan islah demi menyelematkan PNA," pungkasnya.

Salah satu point pentingnya kata dia- Nurdin, sebagai sesama mantan kombatan GAM upaya menyelamatkan Tiyong sampai dilantik menjadi Anggota DPRA sudah dilakukan. Akan tetapi kondisi ini tidak bisa berlarut-larut, karena selain roda organisasi macet ada hak kader PNA yang terkebiri yaitu 6 pimpinan DPRK dari PNA yang terpilih dalam Pileg 2019 tidak dapat dilantik.

"Berangkat dari kondisi ini, eks kombatan GAM Tgk. Nurdin untuk menjumpai Irwandi Yusuf di Bandung membicarakan masalah islah demi menyelamatkan PNA. Sehingga dalam pertemuan pertama tersebut dicapai kesepakatan bahwa islah dapat terlaksana dengan beberapa syarat. Di mana Irwandi Yusuf mengusulkan tidak menggunakan lagi Ketua Harian dan Miswar Fuady mengharapkan tidak ada pemecatan kader PNA akibat terlibat dalam KLB. Dan kedua syarat ini disepakati oleh kedua pihak," jelasnya.

Selanjutnya, Dirinya menjelaskan, Komitmen Irwandi Yusuf yang tidak akan memecat kader PNA yang terlibat KLB dibuktikan dengan tetap merekomendasikan pimpinan DPRK yang terlibat KLB, seperti Misbahul Munir (Pimpinan Sidang KLB), Suhaimi Hamid (Panitia KLB), Irwanto (salah satu penyandang dana KLB), Sarifuddin (peserta KLB) serta Safrijal (Gamgam) dan Tu Haidar tidak diberhentikan dari Ketua dan Sekretaris Fraksi PNA di DPRA.

Menurutnya, upaya konsolidasi dilakukan DPP PNA di semua tingkatan kepengurusan, diantaranya mendorong dilaksanakannya Rapat Khusus Majelis Tinggi PNA, Rapat Khusus Mahkamah PNA, mengundang pimpinan DPRK dari PNA yang sudah dilantik menemui Ketua Umum di Bandung, berdiskusikan dengan Pengurus DPW PNA Se-Aceh yang menghasilkan pernyataan dukungan dari 19 DPW PNA terhadap kepemimpinan DPP PNA hasil Kongres PNA Tahun 2017 serta mengundang Anggota DPRA menjumpai Ketua Umum untuk berdiskusi agenda kerja di DPRA. Namun, 5 anggota Fraksi PNA di DPRA menolak menemui Ketua Umum dengan berbagai alasan dan dipublikasi di media, sehingga DPP PNA mengeluarkan Surat Peringatan Pertama.

DPP PNA menggelar 2 kali Rapat Pleno secara Daring dengan menggunakan Aplikasi Zoom untuk menindaklanjuti perintah Majelis Tinggi PNA dalam agenda konsolidasi. Beberapa pengurus yang sudah mengeluarkan pernyataan di media dan media sosial yang tidak bersepakat dengan islah tidak diundang rapat, namun Rapat Pleno sah karena memenuhi kourum seperti yang disyaratkan dalam AD/ART PNA. Salah satu hasil Rapat Pleno DPP PNA adalah untuk mengesahkan pemberhentian dan pengangkatan pengganti Pengurus PNA baik yang sudah meninggal dunia, mengundurkan diri secara tertulis, serta diberhentikan karena melanggar ketentuan dan kebijakan partai.

Selanjutnya, paska keluarnya SK Kemenkumham Aceh Nomor W1-418.AH.11.01 Tahun 2021 tentang Pengesahan Perubahan Susunan Kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat Partai Nanggroe Aceh tertanggal 27 Desember 2021, DPP PNA melakukan Rapat Harian pertama yang salah satu kesepakatannya adalah melaksanakan Bimbingan Teknis (Bimtek) PNA Tahun 2022 kepada Anggota DPR Aceh dari PNA, Anggota DPRK dari PNA Se-Aceh, Ketua/Ketua Harian, Sekretaris, dan Bendahara DPW PNA Se-Aceh.

Dalam Bimtek PNA Tahun 2022, 4 Anggota DPRA diundang, dimana Darwati A. Gani dan Mukhtar Daud hadir, sementara Tu Haidar ada halangan serta T. Safrijal tidak ada konfirmasi kehadiran. Untuk Saudara Samsul Bahri dan M. Rizal Falevi Kirani tidak diundang karena mengeluarkan pernyataan tidak tunduk, tidak patuh dan akan melawan kepengurusan PNA melalui media,”tuturnya. 

Menurut Nurdin, terkait uraian di atas, ada beberapa hal yang perlu disampaikan diantaranya;

a. PNA akan terus melakukan konsolidasi dan merapatkan barisan sebagaimana yang diamanahkan oleh Majelis Tinggi PNA.

b. Pihak-pihak yang tidak menerima putusan Negara tentang keabsahan Kepengurusan PNA dapat menempuh jalur hukum dan meninggalkan cara-cara kekerasan.

c. Kader PNA saat ini terus fokus terhadap kerja-kerja kemasyarakatan dan terus melakukan rekruitmen keanggotaan dalam rangka menghadapi agenda-agenda politik ke depan. []

Keyword:


Editor :
Alfatur

riset-JSI
Komentar Anda