Beranda / Berita / Aceh / Media Asing Sorot Pemerkosa Anak yang Ambruk Dicambuk di Aceh Timur

Media Asing Sorot Pemerkosa Anak yang Ambruk Dicambuk di Aceh Timur

Jum`at, 27 November 2020 17:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Ilustrasi. [Dok. AP Photo]

DIALEKSIS.COM | Aceh Timur - Seorang pria Indonesia jatuh pingsan saat dia dicambuk hampir 150 kali pada hari Kamis karena memerkosa seorang anak di wilayah provinsi Aceh. Pria itu dicambuk di depan umum karena melanggar syariat Islam yang diberlakukan di Aceh.

Pria berusia 19 tahun itu meringis dan berteriak saat petugas syariat dengan penutup wajah mencambuk punggungnya dengan tongkat rotan di kota Idi.

Dia memohon hukuman dihentikan dan dirawat sebentar oleh dokter sebelum cambuk dimulai lagi. Pada akhirnya, pria itu ambruk pingsan.

Pelaksanaan hukuman cambuk yang membuat si pemerkosa itu jatuh pingsan menjadi sorotan banyak media asing. AFP, Channel News Asia, Daily Mail, South China Morning Post, The Malaysian Insight hingga The Sun ikut memberitakannya.

"Indonesian man collapses during flogging for child rape," bunyi judul yang diangkat AFP, Jumat (27/11/2020), sebagai contohnya.

Pria itu ditangkap awal tahun ini atas tuduhan menganiaya dan memerkosa korban, yang umurnya tidak disebutkan. Ia adalah M. Riki Abdullah (21), menjalani hukuman cambuk 150 kali di halaman Kantor Dinas Syariat Islam Aceh Timur, pada Kamis (26/11/2020) kemarin. Ia terbukti melanggar qanun atau perda nomor 6 Tahun 2014.

Dia dijatuhi hukuman 146 cambukan, jumlah yang sangat tinggi untuk kejahatan paling serius.

"Hukuman maksimal dimaksudkan untuk menjadi pencegah," kata Ivan Nanjjar Alavi, pejabat kejaksaan Aceh Timur, kepada wartawan.

Aceh, di ujung barat Sumatra, adalah satu-satunya wilayah di Indonesia yang mayoritas Muslim yang memberlakukan syariat Islam di bawah kesepakatan otonomi dengan pemerintah pusat yang mengakhiri pemberontakan separatis yang telah berlangsung lama.

Pada hari yang sama, dua pria berusia 40 tahun dan 21 tahun dicambuk masing-masing 100 kali karena berhubungan seks dengan pasangan di bawah umur.

Cambukan di depan publik di Aceh—yang secara luas dikritik oleh kelompok hak asasi manusia—biasanya memikat ratusan penonton. Namun, kerumunan telah menyusut di tengah pandemi virus corona baru (Covid-19).

Provinsi ini mengizinkan pencambukan untuk berbagai tuduhan—termasuk perjudian, perzinaan, minum alkohol, dan melakukan hubungan seks sesama jenis atau pun melakukan hubungan seks pranikah.

Praktik hukuman seperti ini mendapat dukungan luas di antara penduduk Aceh yang sebagian besar Muslim. (SINDOnews)

Keyword:


Editor :
Sara Masroni

riset-JSI
Komentar Anda