Beranda / Berita / Aceh / PMK Jadi Malapetaka Bagi Peternak, Pemerintah Diminta Jalankan Solusi Ini

PMK Jadi Malapetaka Bagi Peternak, Pemerintah Diminta Jalankan Solusi Ini

Senin, 13 Juni 2022 19:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Alfi Nora

Dosen Peternakan Universitas Syiah Kuala (USK), Hendra Koesmara, S.Pt., M.Sc. [Foto: Ist.]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Dosen Peternakan Universitas Syiah Kuala (USK), Hendra Koesmara, S.Pt., M.Sc mengungkapkan dampak bahaya Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang kini telah masuk ke Indonesia dan menjadi malapetaka bagi peternak. 

PMK juga dikenal sebagai Foot and Mouth Disease (FMD) jenis penyakit yang disebabkan dari virus tipe A dari keluarga Picornaviridae, genus Apthovirus yakni Aphtaee epizootecae. 

“Disaat peternak sedang bersiap-siap untuk menjual ternaknya untuk kebutuhan hewan qurban, wabah ini merebak sehingga dapat menurunkan penghasilan peternak,” jelasnya dalam keterangan tertulis yang diterima dialeksis.com, Senin (13/6/2022). 

Ia mengungkapkan, wabah PMK itu diduga akibat impor daging kerbau dari India yang dilakukan oleh pemerintah. Padahal India belum bebas dari PMK, namun karena harga yang lebih murah menjadi pilihan pemerintah untuk melakukan impor daging kerbau. 

Dr. Rochadi Tawaf, M.S adalah salah seorang akademisi dari Universitas Padjadjaran pada tahun 2017, telah meramalkan apabila terjadi wabah PMK maka dampaknya akan sangat berbahaya. 

Sebagaimana yang terdapat dalam tulisan yang beliau sampaikan pada Seminar Nasional Agroinovasi Spesifik Lokasi Untuk Ketahanan Pangan Pada Era Masyarakat Ekonomi ASEAN tentang Dampak Sosial Ekonomi Epidemi PMK terhadap Pembangunan Peternakan di Indonesia. 

Rochadi merincikan, akan ada 2 permasalahan dampak dari PMK terlihat dan tidak terlihat secara kasat mata.

Secara kasat mata yaitu, pengaruh langsung kepada sistem produksi ternak yaitu ternak tidak mau makan, penurunan berat badan, penurunan produksi susu, Kematian hewan/keguguran dan penurunan produktivitas tenaga kerja ternak. 

Sedangkan dampak tidak terlihat secara kasat mata, yaitu penurunan fertilitas dan perubahan struktur populasi ternak, yang berakibat dalam jangka panjang penurunan produksi ternak.


Menurut Hendra, dampak tidak langsung dari wabah ini adalah tambahan biaya. Misalnya, biaya pemotongan, biaya kompensasi, biaya pengawasan lalu lintas dan tindak karantina, biaya surveilans dan biaya vaksinasi. 

Selain itu, lanjutnya, dampaknya akan muncul biaya kehilangan pendapatan. Misalnya, penurunan pendapatan tenaga kerja, gangguan industri, kehilangan peluang ekspor, kehilangan peluang masuknya wisatawan. 

“Kemudian, panjangnya calving interval/service periode, menurunnya aktivitas pasar dan pengaruh harga, penurunan pendapatan peternak,” imbuhnya. 

Menurut Hendra, solusi untuk penanggulangan PMK antara lain adalah pemusnahan sumber virus, pembatasan lalu lintas ternak dan vaksinasi terhadap ternak yang belum terjangkit wabah. 

Dari ketiga solusi diatas hanya pembatasan lalu lintas ternak yang sudah dilakukan oleh pemerintah daerah, itupun hanya dilakukan oleh daerah-daerah yang peduli terhadap wabah ini. 

“Kita harus bersama-sama menanggulangi permasalahan wabah ini, dengan cara mendorong pemerintah untuk lebih aktif melaksanakan solusi permasalahan diatas,” tutupnya. [NOR]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda