Beranda / Berita / Aceh / Rawan Karhutla, Pemerintah Aceh Upayakan Segala Mitigasi Bencana di Semua Lini

Rawan Karhutla, Pemerintah Aceh Upayakan Segala Mitigasi Bencana di Semua Lini

Jum`at, 13 Oktober 2023 19:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Alfi Nora

Kepala Bidang (Kabid) Perlindungan dan Konservasi Sumber Daya Alam DLHK Aceh, Muhammad Daud. [Foto: Ist.]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Tingkat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Aceh, tercatat tertinggi di Indonesia. Aceh termasuk provinsi yang rawan terjadi Karhutla. Pada 2022, berdasarkan data sipongi.klhk, tercatat 3.500 hektar lahan terbakar di Aceh. 

Sebelumnya, dalam 5 tahun terakhir ini rata-rata ada 1.500 hektar terjadi kebakaran hutan dan lahan setiap tahunnya di Aceh. 

Menanggapi hal itu, Kepala Bidang (Kabid) Perlindungan dan Konservasi Sumber Daya Alam DLHK Aceh, Muhammad Daud mengakui Aceh sebagai salah satu provinsi dengan kasus Karhutla terbanyak. 

“Kalau kita lihat tren sangat rutin terjadi kebakaran hutan dan lahan di Aceh. Tahun 2023 ini sampai dengan Agustus, menurut data sipongi.klhk lahan yang sudah terbakar sekitar 1.600 hektar,” ujarnya kepada Dialeksis.com, Jumat (13/10/2023). 

Kata Daud, ada sedikit penurunan di tahun ini karena kondisi hujan lebih rutin terjadi di wilayah barat terutama di lahan gambut. Namun demikian, hampir seluas 1.500 hektar terjadi kebakaran setiap tahunnya. 

Lebih lanjut, Daud menjelaskan upaya-upaya mitigasi yang telah lakukan pemerintah Aceh. 

Pertama, Pemerintah Aceh sudah membentuk satuan tugas penanggulangan kebakaran hutan dan lahan, dimana Ketua Satgasnya BPBA dan wakilnya DLHK. 

Di samping itu juga, kata Daud, telah dibentuk 7 brigade kebakaran hutan dan lahan. Selain itu di tingkat masyarakat juga dibentuk Komunitas Masyarakat Peduli Api (MPA), jadi ada 50 kelompok MPA yang bisa cepat merespons terjadinya kebakaran di wilayah kabupaten kota.  

“Terkait Karhutla ini sangat berpengaruh terhadap sarana dan prasarana yang membantu penanganan apabila terjadi Karhutla. Faktanya, hari ini Pemerintah Aceh dalam hal penanganan Karhutla terutama di lahan gambut belum mempunyai peralatan yang memadai,” jelasnya. 

Misal, sambungnya, Aceh belum punya peralatan yang cocok untuk penanganan di lahan gambut, walaupun tersedia tetapi sangat terbatas. 

Selain itu, kata Daud, dikarenakan di Aceh belum dibangun Daerah Operasi Manggala Agni (Daops). Ini merupakan kewenangan Kementerian KLHK, dimana untuk Pulau Sumatera itu ada 17 Daops. 

“Jadi kalau kebakaran di Nagan Raya, orang Daops Sibolangit berangkat ke Nagan itu jaraknya 15 jam perjalanan. Nah itu sangat-sangat tidak efektif, padahal kalau kita lihat luas hutan lebih luas di Aceh, kenapa Daops lebih banyak di Medan,” ungkapnya. 

Mengatasi hal itu, kata Daud, sejak 2019 lalu Pemerintah Aceh sudah mengirimkan Surat Gubernur ke KLHK untuk permintaan dibangun Daops di Aceh. 

Lalu pada tahun 2021, sambungnya, melalui Direktorat Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan dipersyaratkan untuk menyiapkan lahan dan melatih tim Manggala Agni dan membangun komunikasi dengan Nagan raya karena kabupaten itu paling rutin terjadi kebakaran. 

“Alhamdulillah diberikan lahan untuk membangun Daops 2 hektar di Komplek Kantor Suka Makmue Kabupaten Nagan Raya,” pungkasnya. [NOR]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda