Beranda / Berita / Aceh / Sejumlah Catatan Penting Jelang Akhir Pemerintahan Gubernur Aceh

Sejumlah Catatan Penting Jelang Akhir Pemerintahan Gubernur Aceh

Selasa, 17 Mei 2022 10:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Alfi Nora

Direktur Eksekutif Katahati Institute, Raihal Fajri, M.Pd. [Foto: Ist.]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Menjelang berakhirnya masa jabatan Gubernur Nova Iriansyah pada Juli 2022 nanti, menurut Direktur Eksekutif Katahati Institute, Raihal Fajri, M.Pd, diperlukan kontroling menjelang transisi peralihan kekuasan Gubernur Aceh. 

"Terutama kontroling menyangkut pengguna kuasa anggaran di eksekutif, pemerataan ekonomi, kesehatan, pendidikan dan pembangunan yang merata," ucap Raihal kepada Dialeksis.com, Selasa (17/5/2022).

Sesuai RPJM 2017-2022. Pemerintah Aceh, telah memiliki 15 Program Unggulan, yang menjadi visi misinya. Terdiri dari Aceh Seujahtra (JKA Plus), Aceh SIAT, Aceh Caroeng, Aceh Energi, Aceh Meugoe dan Meulaot, Aceh Troe, Aceh Kreatif, Aceh Kaya, Aceh Peumulia, Aceh Dame, Aceh Meuadab, Aceh Teuga, Aceh Green, Aceh Seuninya, Aceh Seumeugot.

“Apakah Program itu jalan atau tidak. Kalau tidak apa konsekuensinya?,” tanya Raihal kepada Dialeksis.com.

Rilis terbaru BPS tentang kemiskinan dan pengangguran, Provinsi Aceh masih memiliki masalah besar dan kronis. Belum dapat diselesaikan Pemerintah saat ini. 

Tapi pada sisi lain, kata dia, menjelang berakhir jabatannya. Gubernur Aceh beserta eksekutif dan pimpinan DPR Aceh akan kembali plesiran ke Amerika Serikat.

Raihal menjelaskan, kunjungan luar negeri bukan tidak dibolehkan. Apalagi dengan alasan investasi dan pengembangan sumber daya manusia. Tetapi kenyataannya, biaya APBA setiap tahunnya habis membiayai kunjungan Gubernur dan tim ke Luar Negeri. Sejauh ini hasilnya masih belum nampak, atau minimal sama dengan keluarnya APBA.

“Artinya, sensitifitas yang menjalankan kekuasan terhadap kemiskinan, pengangguran, masalah ekonomi dan Kesehatan masyarakat tidak menjadi masalah dan kepedulian. Karena pada saat yang bersamaan, mereka menjadikan jabatan untuk menghamburkan APBA kepada sektor yang tidak menguntungkan masyarakat Aceh,” terangnya lagi. 

Pada sisi lain, menurut Raihal, di tengah kemajuan teknologi seperti saat ini. Kalau niatan untuk pengembangan sumber daya manusia Aceh, masih ada alternatif berkomunikasi dengan zoom dan media teknologi lainnya. 

“Kalau sebatas berkunjung keluar negeri untuk berdiskusi bukan melakukan aksi yang dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat Aceh, tentu DPR perlu meningkatkan pengawasan terhadap eksekutif bagi kebaikan Aceh ke depan,” ungkapnya. 

Sebelumnya hubungan DPR Aceh dengan Gubernur Nova sempat memanas hingga berujung pada pengajuan interpelasi. Kisruh itu terjadi pada September 2020 lalu ketika Nova masih menjabat Plt Gubernur Aceh. 

Penggunaan hak interpelasi itu dipicu Nova yang kerap mangkir dari paripurna yang digelar DPR Aceh, salah satunya terkait Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBA tahun 2019. Dalam prosesnya, anggota dewan tidak puas dengan jawaban Nova terhadap pertanyaan dalam interpelasi. 

DPR Aceh kemudian mencoba menggunakan hak angket. Namun karena tidak mencapai kuorum, hak angket itu batal dilaksanakan. Hubungan DPR Aceh dengan Nova mulai membaik ketika Nova dilantik menjadi Gubernur Aceh pada November 2020.

Selain itu, sejumlah catatan lain ikut serta menjelang berakhirnya masa jabatan Gubernur Aceh. Termasuk masalah potensi korupsi, dimana keberadaan KPK di Aceh sempat menjadi berita nasional dan masalah-masalah lainnya.

Untuk itu, lanjutnya, diperlukan pandangan-pandangan lain dari akademisi, DPRA dan LSM supaya catatan- catatan menjelang akhir Pemerintah Gubernur Nova Iriansyah dapat berada pada kotak-kotak yang terbaik. Bukan sebaliknya. [NOR]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda