Beranda / Berita / Aceh / Viral Parodi Lagu Kebangsaan Indonesia, Budayawan: Bejat!!

Viral Parodi Lagu Kebangsaan Indonesia, Budayawan: Bejat!!

Selasa, 29 Desember 2020 09:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Akhyar

Budayawan Aceh, Herman RN [Foto: Ist]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Sebuah cuplikan video lagu kebangsaan Indonesia Raya yang diubah liriknya dengan kata-kata kasar oleh seseorang yang berasal dari negara Malaysia viral di Indonesia dan membuat warga Indonesia murka.

Pasalnya, video yang diunggah ke Youtube oleh akun MY Asean terdapat lirik yang menyematkan kata-kata penistaan dan tidak pantas diucapkan. Bahkan dalam lirik tersebut juga mengolok-olok nama Presiden Soekarno dan presiden Jokowi.

Budayawan Aceh, Herman RN mengaku geram dengan video tersebut. Menurutnya, kelakuan warga Malaysia pada video itu sangat bejat dan telah melewati batas.

"Ada banyak kebudayaan Indonesia yang dicaplok dan diplagiat selama ini oleh mereka (Malaysia-red), kita tidak terlalu meributkan hal itu, kita anggap itu bagian dari kreatifitas mereka. Tetapi dengan kata-kata ejekan dan nista, ini bukan kreativitas namanya, ini lebih bejat dengan apa yang telah mereka buat kepada bangsa Indonesia," kata Herman kepada Dialeksis.com, Selasa (29/12/2020).

Ia melanjutkan, semua bangsa negara di dunia ini wajib menjunjung tinggi lagu kebangsaan negara lain. Karena dalam sebuah lagu kebangsaan terdapat simbol dan identitas jati diri sebuah negara.

Herman mengatakan, pada kasus video penghinaan itu, ada tiga delik hukum yang bisa digunakan untuk menuntut si pemilik akun MY Asean. Pertama, pelaku bisa dikenakan hukum penistaan simbol-simbol negara.

Kedua, pelaku bisa dijerat dengan hukuman plagiarisme. Dia telah mengadopsi karya cipta orang lain yang telah jadi dengan mengubah lirik-lirik.

Dan ketiga, pelaku bisa disanksi dengan hukum pelanggaran hak asasi manusia. Karena terdapat jutaan jiwa rakyat Indonesia yang merasa terinjak-injak dengan kebebasannya dalam bernegara.

"Jadi ada segala macam bentuk hukum yang bisa dijatuhkan kepada pemilik akun itu. Karena ini persoalan jati diri negara bangsa orang lain," kata Herman.

Budayawan Aceh itu mengatakan, selama ini rakyat Indonesia sangat menghormati negara Malaysia yang menciptakan lagu kebangsaannya dengan mencaplok salah satu lirik lagu daerah di Indonesia. Tetapi dengan kejadian baru-baru ini, Herman mengaku kesal dan berang sekali serta dengan tegas mengutuk kelakuan warga Malaysia itu.

"Kita maklumi persoalan itu. Tidak kita ganggu mereka, kita hormati karena sudah menjadi lagu kebangsaan mereka. Tapi hari ini sudah kejadian sebuah lagu kebangsaan Indonesia secara jelas dan secara nyata diubah dan bukan hanya persoalan pengubahan tapi pengejekan, penghinaan, dan penistaan juga ada didalamnya," kata Herman.

Ia memohon kepada para penegak hukum Malaysia untuk menindak tegas pelaku pencemaran simbol negara itu. Ia juga berharap pemerintah Malaysia tidak pandang bulu dalam penegakan hukum bagi para warganya yang telah menghina negara lain.

Selain itu, ia juga berpesan agar pemerintah Indonesia bertindak tegas pada kasus itu. Karena menurutnya, Indonesia bukan negara yang lemah dan mau diperolok-olok oleh negara lain.

"Pemerintah Indonesia harus berani bangkit, bangun, dan tunjukkan bahwa Indonesia bukan negara sembarangan. Kalau perlu perang, tidak seberapa negara Malaysia itu. Hari ini kita katakan perang, besok hancur negara Malaysia itu, saya berani jamin," ungkap Herman.

Tidak lupa juga dengan teman-teman sejawat sebagai pelaku seni budaya. Ia mengimbau kepada seluruh budayawan yang ada di seluruh dunia untuk menuntut si pelaku penistaan negara itu.

Herman juga berpesan supaya Pemerintah Indonesia menyurati kepala perusahaan Google dan Youtube cabang Indonesia untuk menutup segala akun yang terkait dengan akun Youtube MY Asean dan tidak memberi peluang untuknya kembali eksis di media sosial.

"Kita sudah pernah melakukan hal serupa kepada Google translate ketika bahasa Aceh diterjemahkan dengan aneh-aneh, ternyata bisa. Jadi, pemerintah Indonesia harus melakukan itu juga," pungkasnya.

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda