Beranda / Liputan Khusus / Dialetika / Menanti Gebrakan Legislator Milenial di Parlemen Aceh

Menanti Gebrakan Legislator Milenial di Parlemen Aceh

Kamis, 31 Oktober 2019 19:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Tuanku Muhammad naik becak saat menghadiri pelantikannya sebagai anggota DPRK Banda Aceh. [Foto: IST/Dialeksis.com]

DIALEKSIS.COM - Santun dan memikat. Strategi inilah yang digunakan Tuanku Muhammad saat berkampanye sebagai calon anggota legislatif Dewan Perwakilan Rakyat Kota Banda Aceh menjelang Pemilu April 2019 lalu. 

Pemuda 27 tahun itu lantas menempuh cara-cara milenial dalam memikat hati masyarakat. 

Ia memanfaatkan media sosial seperti Facebook dan Instagram. Juga menjemput suara door to door, namun dengan cara yang santun. Hasilnya? Mungkin Anda sudah bisa menebak.

Tuanku Muhammad adalah salah satu dari sejumlah calon anggota legislatif (caleg) berusia muda pada Pemilu Serentak 17 April lalu.

Informasi didapat Dialeksis.com, pada Pemilu 2019 menurut data Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh, ada 9.757 calon anggota DPRA dan DPRK di 23 kabupaten/kota di Aceh yang ditetapkan KIP Aceh dan KIP kabupaten/kota. Mereka memperebutkan total 736 kursi di seluruh parlemen di Aceh.

Rinciannya, 1.296 caleg dari 10 daerah pemilihan (dapil) memperebutkan 81 kursi di Parlemen Provinsi. Sementara di Gedung Parlemen kabupaten/kota se-Aceh, tersedia 655 kursi yang tersebar di 95 dapil, yang menjadi incaran 8.561 caleg.

Siapapun yang maju sebagai caleg pada Pemilu 2019, ia harus mengacu pada landasan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI yang menerbitkan Peraturan Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD, dan DPRD.

Syarat yang barangkali memudahkan para milenial terpampang wajahnya di daftar caleg di antaranya berumur minimal 21 tahun dan berpendidikan paling rendah tamat SMA atau sederajat.

Ada yang menganalogikan, Pemilu lima tahun sekali itu layaknya pasar kaget. Sebab warga terkaget-kaget melihat sejumlah nama yang tampil di daftar caleg. Ada yang sangat mudah dikenal, ada yang sangat jarang terdengar, bahkan ada yang sama sekali tak dikenal.

Bambang Priyo Jatmiko dalam artikelnya "Ingin Jadi Caleg, Berapa Miliar Dana Dibutuhkan?" di Kompas.com (01/08/2018) menyebutkan, layaknya Pasar Kaget, ada banyak barang baru. Sebagian mutunya bagus. Tapi tidak sedikit yang kualitasnya KW.

"Ya, seperti pasar kaget karena dalam Pileg juga masyarakat sering dibuat terkaget-kaget. Karena ada orang-orang baru yang tak diperhitungkan sebelumnya, tiba-tiba maju jadi wakil rakyat," tulisnya.

Anda mungkin juga dibuat kaget. Di Aceh, sejumlah nama yang sudah populer dari latar profesinya muncul di baliho caleg. Muncul pula nama-nama calon wakil rakyat yang terbilang berusia remaja atau muda.

Penelusuran Dialeksis.com, mereka di antaranya penyanyi kontroversial Zuhdi (27 tahun) alias Bergek yang maju sebagai Caleg DPRA dari Dapil 5 dengan bendera PNA. 

Banner promosi Zuhdi alias Bergek saat maju sebagai Caleg DPRA Dapil 5. [Foto: Youtuber jafar khan]

Ada juga komedian Abdul Hadi (48 tahun) alias Bang Joni Eumpang Breueh mencoba peruntungan dari Dapil yang sama dengan kendaraan Partai SIRA.

Dari kalangan model atau Selebgram, ada Aan Risnanda Valevi (27 tahun) yang maju sebagai Caleg DPRA dari Dapil 10 melalui Hanura dan Nanda Humaiya (22 tahun) yang diusung PAN untuk Caleg DPRK Aceh Besar Dapil 2.

Sementara di Banda Aceh, PDI Perjuangan misalnya dengan berani mendorong 5 musisi yang juga berusia muda untuk maju sebagai Bakal Caleg DPRK Banda Aceh di berbagai Dapil. Muhammad Juanda, guru gitar sekaligus gitaris band Push in Here, maju di Dapil 1. Kemudian produser dan pengarang lagu Gading Hamonangan Hasibuan dan drummer/instruktur musik Teuku Mahfud di Dapil 2.

Berikut gitaris dan vokalis band Ain’t No Fun, Teuku Maksum Hafis maju di Dapil 3. Kelima, mantan bassis Green Jello dan Es Buah, Hendra Irawan bertarung di Dapil 4. Mereka diharapkan mewakili suara milenial.

Pun dengan Tuanku Muhammad, dari kalangan aktivis muslim. Ia mengendarai PKS menuju parlemen Banda Aceh dari jalan Dapil 3.

Bukan Popularitas

Namun faktanya, popularitas dan keberanian terjun ke dunia politik bukan modalitas utama untuk meraih kemenangan. Nama-nama di atas tak ada yang melenggang ke parlemen, kecuali Tuanku Muhammad.

Mantan Ketua Umum Perwakilan Wilayah Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (PW KAMMI) Aceh itu berhasil mendapat kepercayaan masyarakat dan melaju mulus ke Gedung Parlemen Banda Aceh dengan raihan 1.110 suara. Ia bahkan mengundang perhatian publik di hari pelantikannya.

Pada Rabu 11 September lalu, dia menghadiri pelantikan anggota DPRK Banda Aceh periode 2019-2024 dengan menumpangi becak motor dari rumahnya di kawasan Lamgugob, Syiah Kuala. Ia ingin langsung "dekat dengan rakyat" di hari pelantikannya.

Di DPRK Banda Aceh, ia resmi tercatat sebagai anggota legislatif termuda. Tak itu saja, ia juga ditunjuk sebagai Ketua Fraksi PKS DPRK Banda Aceh.

"Ini adalah sebuah amanah besar yang diberikan masyarakat khususnya warga Syiah Kuala dan Ulee Kareng (Dapil 3 Banda Aceh) dan Banda Aceh umumnya," kata Tumad, sapaannya, saat diwawancara Dialeksis.com, Selasa (29/10/2019).

Sejurus kemudian dia berujar, "Tumad takut apakah dengan amanah besar ini kita bisa menjaganya dan menjalannya ke depan, sehingga perasaan ini memacu Tumad agar ke depan terus bekerja dengan tulus dan apa yang dikerjakan itu terasa di tengah-tengah masyarakat."

Terlebih di era Industri 4.0, ujar Tumad, masyarakat yang sudah melek dunia digital akan sangat mudah melihat kinerja legislator. 

Untuk itu, ia pun akan memanfaatkan dunia maya untuk menyampaikan apa yang telah dilakukan selama menjadi anggota dewan.

Tuanku Muhammad mengenakan jas anggota DPRK Banda Aceh. [Foto: IST]

Di DPRK Banda Aceh, Tumad masuk dalam Komisi 1 membidangi hukum dan pemerintahan. Pun begitu, ia akan mengakomodir aspirasi soal kepemudaan.

"Insya Allah saya akan memperjuangkan suara pemuda, apalagi Ketua Komisi 4 dari PKS," ujarnya.

Komisi 4 DPRK Banda Aceh membidangi pendidikan, kesehatan, agama, perempuan dan anak, serta kepemudaan. Ketuanya Tati Meutia Asmara.

Tumad mengaku, sewaktu kampanye, lebih dulu meminta restu orang tua, keluarga, dan rekan-rekannya. Dia pun tak perlu mengeluarkan uang banyak untuk menggalang dukungan.

"Hanya Rp 10 juta," bebernya.

Ia lebih bermodalkan jaringan pertemanan, organisasi, dan partisipasnya dalam masyarakat semenjak ia kuliah di UIN Ari-Raniry Banda Aceh. Modalitas yang mulai ia tabur hampir satu dekade lalu.

"Selain memanfaatkan media sosial pribadi, kita juga door to door, dengan cara yang santun. Dalam artian tidak menjelekkan pihak lain dan tidak menggunakan money politik," ujarnya.

Selain Tuanku Muhammad, ada sejumlah wajah baru dari kalangan milenial yang menghuni parleman Aceh periode 2019-2024.

Penelusuran Dialeksis.com, Ketua DPRD termuda se-Indonesia ada di Aceh. Ade Fadly Pranata Bintang, politisi Partai Hanura Kota Subulussalam, dipercayakan sebagai Ketua DPRK Subulussalam 2019-2024. 

Ade Fadly Pranata Bintang dilantik sebagai Ketua DRPK Subulussalam periode 2019-2024 pada Senin (28/10/2019). [Foto: serambinews.com]

Ia kelahiran 24 April 1996 alias 23 tahun. Satu tahun lebih muda dari Anita Yasmin Ketua DPRD Batanghari Jambi.

Fadly Bintang meraup suara terbanyak di Subulussalam, 1.487 suara. Selain itu, Hanura merupakan partai pemenang pada Pemilu 2019 di kotamadya itu, dengan perolehan 4 kursi. Otomatis berhak menduduki kursi Ketua DPRK.

Di timur Aceh, Melvita Sari (23 tahun) menjadi anggota termuda DPRK Langsa periode 2019-2024. Lulusan Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Lembaga Administrasi Negara (STIA-LAN) Bandung ini maju dengan Partai Gerindra. Bersama legislator setempat lainnya, ia dilantik pada 2 September 2019.

Merasa sebagai pendatang baru di parlemen Kota Langsa dan dari kalangan milenial, ia pun berharap bisa bersinergi dengan para politisi senior dari berbagai parpol lainnya.

Dia bertekad memperjuangkan kemajuan dan mengembangkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) generasi muda yang unggul di segala bidang, sehingga seluruh aspek lainnya akan ikut maju.

"Pembangunan sektor infrastruktur Industri dan teknologi akan membuka ruang terhadap terciptanya lapangan kerja bagi masyarakat, terutama dari kalangan generasi muda Kota Langsa," ujarnya kepada media.

Di Aceh Utara, nama Rian Abadi menjadi headline news. Dari ke 45 anggota DPRK Aceh Utara yang di lantik pada 2 September lalu, dia menjadi legislator termuda, berusia 22 tahun. Dari Dapil 2 Aceh Utara, ia berhasil meraup 1.878 terbanyak dengan kendaraan Demokrat.

Baca juga: Harapan Ekonomi Indonesia pada 3 Menteri Milenial

Nama milenial juga merebak di Meulaboh, Aceh Barat. Medradia Yugistira (25 tahun) dari PAN, dilantik sebagai anggota DPRK Aceh Barat periode 2019-2024 pada Senin 26 Agustus lalu. Ia menjadi legislator termuda di Bumi Cut Nyak Dhien.

Usai dilantik, lulusan Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta mengatakan kepada wartawan, "Saya akan konsentrasi pada bidang pendidikan dan kesehatan."

Mewakili Suara Milenial

Hampir di setiap daerah, ada legislator muda yang berhasil melaju ke parlemen. Menurut anggota DPRK Banda Aceh Tuanku Muhammad, hal itu menunjukkan anak muda Aceh saat ini mulai diberikan amanah besar.

"Ini artinya, para senior (legislator) di Aceh sudah mulai memandang pentingnya anak muda," kata Tumad kepada Dialeksis.com.

Realita ini menjadi awal bagi Aceh ke depan untuk memiliki estafet pemimpin yang lebih baik. Jika sejak muda sudah menjadi pemimpin yang baik, sejak muda diberikan pengalaman, maka ketika dewasa nanti, ini akan menjadi pemimpin besar.

"Ini juga menunjukkan masyarakat Aceh sekarang sudah cerdas dalam melihat potensi anak muda. Makanya kita dewan muda ini berupaya memberikan contoh yang terbaik agar kelak di periode berikutnya akan ada lebih banyak lagi anak muda yang dipercaya menjadi wakilnya di gedung parlemen," tuturnya.

Tumad pun mengatakan, para legislator muda Aceh nantinya akan bersinergi dengan membentuk semacam forum bersama (forbes), sehingga memiliki visi dan misi yang sama dalam mewakili suara milenial.

Syukurlah Banyak Anak Muda

Farid Nyak Umar, politisi PKS Aceh menilai, banyaknya legislator milenial yang mengisi parleman di Aceh, merupakan sesuatu yang harus disyukuri karena Indonesia saat ini mengalami bonus demografi.

Artinya, jumlah usia produktif hari ini lebih banyak dibandingkan usia non produktif. Sebagai contoh, ujarnya, 60 persen warga Banda Aceh berusia produktif, 15 -35 tahun.

"Artinya kalau jumlah anak muda di Banda Aceh lebih banyak, maka tak salah kalau hari ini pemuda diberikan ruang untuk terlibat aktif dalam proses pembangunan kota," ujar Ketua DPRK Banda Aceh itu, kepada Dialeksis.com, Kamis (31/10/2019).

Partisipasi milenial di parleman dinilai positif. Hari ini eranya pemuda. Bahkan kalau dilihat perjalanan sejarah sebuah bangsa, pemuda menjadi aktor utama terjadinya sebuah perubahan. Indonesia ketika era reformasi, pun dimotori pemuda.

Farid Nyak Umar, Ketua DPRK Banda Aceh periode 2019-2024. [Foto: Makmur Emnur/Dialeksis.com]

Ketika misalnya banyak orang meragukan kapasitas anak muda, jelas Farid, mereka harus melihat juga bahwa para senior yang berhasil hari ini juga dimulai ketika masa mudanya. Bila tak pernah diberikan ruang atau kesempatan, maka takkan pernah punya pengalaman.

"Saya sendiri sudah membuktikan ketika tahun 2004 terpilih jadi anggota DPRK Banda Aceh pada usia 24 tahun," ungkapnya.

Dia meneruskan, saat itu sebagian orang mungkin meragukannya karena baru selesai kuliah, langsung memberanikan diri maju sebagai caleg.

"Tapi karena kita memiliki semangat, kompetensi, dan kesungguhan, justru kita bisa dan kemudian berpartner dengan orang-orang yang lebih senior," tutur pria kelahiran Pidie ini.

Itu dulu. Tapi kini, dengan banyaknya kaum muda terlibat di parlemen, masyarakat yang telah memilih mereka harus optimis.

Bila perlu, tambah Farid, jika sebelumnya harus ada keterlibatan 30 % perempuan dalam pemilihan legislatif, mungkin ke depan juga harus ada ketentuan semacam itu untuk kuota kaum muda di parlemen.

Menurutnya, kali ini memang keterlibatan legislator muda lebih banyak dari periode-periode sebelumnya. Tak hanya di Banda Aceh, di sejumlah kab/kota di Aceh, Ketua DPRK-nya bahkan masih di bawah 40 tahun.

Di jaman Industri 4.0 ini, Farid Nyak Umar yakin, legislator muda dapat berkontrubusi untuk pembangunan daerah dari gedung parlemen.

Terlebih di Kota Banda Aceh yang baru saja meraih penghargaan salah satu Kota Layak Pemuda 2019 oleh Kemenpora, peran anak muda sangat dibutuhkan. 

Saat ini bahkan, sejumlah kepala setara eselon II dihuni oleh pemuda. Sudah saatnya para pemuda diberi amanah.

"Kenapa pemuda perlu diberi ruang? Karena pemuda itu bisa belajar cepat," ujarnya.

Namun, ada catatan bagi para legislator muda. Mereka harus bisa bergaul secara luwes sehingga bisa diterima semua kalangan, juga harus berinteraksi dengan para senior agar lebih elegan.

"Anak muda punya semangat, orang tua punya pengalaman. Kalau dua ini berkolaborasi, saya yakin, legislatif ke depan akan lebih cepat merespon aspirasi masyarakat," ujarnya.

Apalagi jika semua legislator muda di seluruh parlemen Aceh bisa bersatu dengan membuat sebuah wadah, seperti disarankan Tuanku Muhammad, tentu akan lebih mudah menyuarakan aspirasi terkait regulasi, penganggaran, dan aspirasi masyarakat lainnya.

Sebelum Indonesia merayakan Hari Sumpah Pemuda ke-91 pada 28 Oktober lalu, para pemuda ini sudah diambil sumpah sebagai wakil rakyat di gedung parlemen masing-masing. 

Anggota legislatif se-Aceh periode 2019-2024 siap menyongsong tugasnya. Sebagai rakyat yang telah memilih mereka, kita nantikan sentuhan para legislator itu, dari kalangan milenial khususnya.(Makmur Emnur)


Keyword:


Editor :
Makmur Emnur

riset-JSI
Komentar Anda