Beranda / Berita / Nasional / Kasus Penembakan Anjing Canon di Aceh Menuai Reaksi Keras Warganet

Kasus Penembakan Anjing Canon di Aceh Menuai Reaksi Keras Warganet

Minggu, 24 Oktober 2021 12:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Foto: Ist


DIALEKSIS.COM | Nasional - Kasus kematian anjing Canon di Aceh menambah lembaran pilu peristiwa penyiksaan hewan di tanah air. Kasus kematian Canon di Aceh mengundang respons warganet yang menyayangkan penangkapannya oleh Satpol PP tidak sesuai prosedur memadai. 

Mengutip akun instagram @rosaeyoh, Canon sebetulnya anjing yang ramah yang tinggal di Pulau Banyak, Aceh. Dalam video berdurasi 15 detik, tampak Satpol PP berseragam menggunakan batang pohon untuk menangkap Canon.

Dalam keterangan @rosaeyoh, kematian Canon disebabkan kehabisan nafas, karena dimasukkan ke dalam keranjang sayur yang tertutup. Selain itu, Canon harus menempuh perjalanan berjam-jam dari Pulau Panjang ke Ibukota Kabupaten Singkil.

Kematian anjing Canon seolah mengingatkan kembali kepada status Indonesia sebagai juara dunia konten penyiksaan hewan.

Mengutip Tempo.co pada 22 September 2021, berdasarkan Asia For Animals Coalition, Indonesia adalah negara nomor satu di dunia yang paling banyak mengunggah konten kekejaman terhadap hewan di media sosial.

Dari 5.480 konten yang dikumpulkan, sebanyak 1.626 konten penyiksaan berasal dari wilayah Indonesia. Data ini dikumpulkan sejak Juli 2020-Agustus 2021 dari YouTube, Facebook dan TikTok. Namun, masih terdapat ribuan konten yang lokasinya tidak diketahui.

"Data kami secara kuat mengkonfirmasi bahwa konten kekejaman terhadap hewan di dunia maya adalah masalah global berskala luas," papar Asia For Animals Coalition

"Mungkin fakta paling mengejutkan bahwa secara kolektif, 5840 masing-masing video, yang kami dokumentasikan telah ditonton sebanyak 5.347.809.262 kali saat penelitian ini ditulis," tulis laporan tersebut.

Koalisi organisasi pemerhati hewan seluruh dunia ini juga menulis bahwa banyak kerugian diderita oleh hewan, tapi keuntungan diperoleh oleh platform dan pengunggah. 

Pendiri Jakarta Animal Aid Network (JAAN) Karin Franken menjelaskan pembiaran atas penyiksaan terhadap hewan sejak kecil bisa menjadi cikal bakal tindakan sadistis di kemudian hari.

Pembelajaran empati dimulai sejak dini melalui perilaku terhadap hewan sekitar. Ketika perilaku kejam terhadap hewan dibiarkan, maka empati itu terkikis.

"Itu yang harus dimengerti oleh pemerintah dan educater juga, karena belum tentu juga guru di negara ini mengerti itu juga. Karena kan animal welfare itu kan masih area yang tidak terlalu populer dan juga orang tidak selalu mengerti soal animal welfare."

Menurutnya, masih banyaknya masalah penyiksaan hewan merupakan problem edukasi. Di sisi lain, pemerintah tidak cukup tegas karena mereka melihat ini bukan perhatian penting [bisnis.com].

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda