Beranda / Opini / Gerakan Pembebasan Pattani Bangkit?

Gerakan Pembebasan Pattani Bangkit?

Rabu, 12 September 2018 14:11 WIB

Font: Ukuran: - +


Guru Besar Universitas Nasional Australia, John Blaxland menyatakan di satu pihak, perkembangan situasi di Thailand Selatan masih menguntungkan pihak Pemerintah. Namun, seorang pengamat Thailand sendiri, Don Pathan mengatakan bahwa pemberontakan muslim di sana justru bangkit kembali.

"Pemberontakan yang meletus menjadi konflik terbuka pada Januari 2004 di provinsi selatan Pattani, Yala dan Narathiwat, telah berlangsung 14 tahun. Selama periode intervensi, pihak berwenang mengklaim ada lebih dari 18.000 insiden terorisme yang menyebabkan lebih dari 7000 kematian. Laporan ketidakadilan yang persisten dan kekerasan sewenang-wenang yang dilakukan oleh pihak berwenang terus mengikis kepercayaan pada kemampuan pemerintah pusat untuk menyelesaikan perselisihan," kata Blaxland.

Ia mencatat bahwa insiden "telah menurun secara dramatis dari puncak 2061 insiden pada tahun 2010 menjadi 489 insiden pada tahun 2017. Angka ini tidak serendah tingkat sebelum atau hingga 2004 (143 insiden) dan 2005 (240 insiden) tetapi ini menunjukkan penurunan dramatis sejak puncak 2010."

Problem utama dalam resolusi konflik, menurut Blaxland, "Otoritas pemerintah terus menghadapi kesulitan untuk menemukan perwakilan pemberontak yang jelas dan kredibel untuk bernegosiasi." Koalisi kelompok pemberontak yang tergabung dalam Mara Patani pengaruhnya tampak terbatas. Sementara Barisan Revolusi Nasional (BRN) sebagai kelompok yang besar berada di luar meja perundingan.

Operasi militer berlanjut dengan strategi yang tak berubah. Pihak Pemerintah bersikukuh dengan prinsip, kata Blaxland: " satu kondisi yang tidak dapat dinegosiasikan adalah persatuan negara Thailand. Ide-ide untuk model federal atau untuk meningkatkan otonomi bagi Muslim Melayu selatan telah menimbulkan kegelisahan besar di Bangkok."

Akhirnya Blaxland menyimpulkan: "Terlepas dari citranya sebagai tanah senyuman, Thailand memiliki tingkat kekerasan yang sangat tinggi secara nasional."

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda