Beranda / Opini / Menanti LPJ Nova

Menanti LPJ Nova

Minggu, 01 Agustus 2021 17:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Ilustrasi Anggaran [Foto: Shutterstock/far]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Sudah make tanggung jawablah, jangan mau enaknya saja, giliran tanggung jawab kamu enggan, kira-kira begitulah bahasa pasaran yg sering digunakan untuk menagih sebuah pertanggung jawaban atas segela sesuatu yang sudah dikerjakan, tulisan ini tidak ada kaitannya berita yang sedang hangat sekarang tentang mantan pesepakbola kita, yang dimintai tanggung jawab oleh seorang wanita yang mengaku sebagai istri sirih dan telah melahirkan dua orang anak dari hubungan mereka.

Kalau kita masuk masjid, dimanapun itu, baik masjid yang megah ditengah kota, atau masjid dikampung-kampung, baik masjid yang pengurusnya para 1, maupun masjid dikampung yg pengurusnya penduduk desa, tapi ada satu kesamaan yang akan kita temui, Laporan Kas Masjid dan Laporan dana pembangunan masjid serta laporan kegiatan lain semisal zakat fitah dan qurban.

Semua masjid dengan terang dan terpampang menuliskan kondisi kas masjid, sampai-sampai jika sedang kurang khusuk mendengar khutbah atau ceramah, tak jarang mata kita tertuju membaca besaran rupiah yang masuk dan keluar berikut rinciannya.

Saban menjelang ibadah shalat Jum'at melaluo pengeras suaraa pengurus mengumumkan laporan keuangan masjid secara global dengan akhir kalimat "untuk pengeluaran lebih rinci dapat dilihat pada pada papan pengumuman" lantas saya iseng beberapa kali membaca pengeluaran terperinci yang diaebutkan tadi, Masya Allah saat saya baca tertulia detail semua pengeluaran sampe ukuran beli tali plastik dan ongkos becakpun ditulis lengkap dengan nomor polisi dan nama abang becaknya.

Saya berpikir kenapa pertanggung jawaban dimasjid bisa dibuay begitu rapi, apik dan transfaran, apakah ini karena berhubungan dengan uang infaq dan shadaqah dari ummat untuk rumah Allah yang kalau dikorup maka dosanya berlipat ganda ? Tapi bukankah semua dana ummat, uang rakyat, adalah amanah yang harus dupertanggung jawabkan dengan baik, dan tidak juga boleh dikorup karena juga berdosa dan akan dimintai pertanggung jawaban.

Saya juga berpikir ngapain pengurus masjid harus sedemikian repotnya menyiapkan dan mengumumkan pertanggung jawaban keuangan masjid, toh masyarakat semua yakin dan percaya bahwa pengurus masjid adalah orang-orang shaleh, jujur dan amanah. Selain itu pengurus masjid umunnya tidak mendapat upah dan honor, malah uang pribadi yang kemudian sering terpakai.

Membaca berita belakangan ini baik dari media sosial maupun medianonline, kabar tentang Anggaran Pendaatan Belanja Aceh (APBA) Tahun 2020, yang hingga hari ini masih dalam pembahasan dalam rapat dan pertemuan-pertemuan dengan anggota DPR Aceh yang membidanginya.

Dari rapat ini berita mencuat bahwa dalam APBA 2020 tidak ada alokasi anggaran untuk korban konflik Aceh, Anggaran banyak digunakan untuk belaja mobil dinas, biaya rutin, tidak sesuai dengan mekanisme dan aturan dan seabrel masalah lainnya. bagi saua apapun itu persoalannya biarlah jadi pembahasan anatara eksekutif dan legeslatif, apa aturan dan konsekwensinya, apakah akan diterima atau tidak hanya mereka digedung terhormat itu saja yang tau.

Namun tidakkah ganjil, saat ini sudah tahun 2021, dimana anggaran tahun 2021 sedang dilelang, sedang dikerjakan sedang diawasi sedang proses dicairkan oleh pihak eksekutif, tapi disisi lain pihak eksekutif harus menyusun pertanggung jawaban lagi untuk anggaran tahun 2020, tujuh bulan sudah berlalu anggaran 2020 namub belum juga dipertanggungjawabkan.

Saya juga pernah mengalami repotnya selaku ketua panitia acara dikampung dimintai LPJ nya, karena sudah berselang lama mulailah keteteran karana banyak anggaran keluar yang tidak tercatat dengan rapi, banyak faktur belanja yang yang tidak tersimpan, jadi agak repot juga untuk mempertanggung jawabkannya, tapi apakah situasi ini juga berlaku dan dialami oleh pemerintahan yang punya staf dan aparatur sertw penanggung jawab kegiatan, punya pejabat dan struk kerja, punya kantor dengan segala fasilitas penunjangnya ?

Meskipun mungkin secara aturan LPJ Gubenur bisa disampaikan sedemikian molor dan lamanya tapi sungguh ini tidak mencerminkan tata kelola pemerintahan yang baik, yang epektif dan efesien. Sah-sah saja jika kemudian kita menduga pasti banyak masalah makaya LPJ jadi molor dan terlambat. 

Tidak perlulah kita menggurui bapak dewan untuk mengukur sebuah kinerja dengan melihat serapan anggaran, penggunaan anggaran yang tepat guna, tepat sasaran, tepat kualitas dan kuantitasnya. Besarnya Silpa saban tahun sudah jadi pertanda lemahnya kinerja karena tidak sanggup melaksanakan kegiatan sehingga anggaran tak terserap seluruhnya.

17 Triliun lebih anggaran tahun 2020 tidak mampu merubah peringkat nomor satu sebagai provisi termiskin sepulau Sumatera. 17 Triliun hanya mampu menggeser angka kemiskinan sebsar 0,1 %. Dengan fakta ini layakkah LPJ Gubernur diterima.

Gubernur dan jajaran pemerintah Aceh, daerah dengan penerapan Syariat Islam, daerah yang agar masyarakatnya tak terlibat praktek riba sehingga melalui Qanun Lembaga Keuangan Syariat (LKS) menutup beroperasinya bank konvensional di Aceh, sudah sepantasnya berkaca dan mencontoh pengurus masjid dalam mengelola keuagan, dengan jujur, amanah dan transfaran. Tak perlu jauh belajar dan study banding untuk mengelola keuangan yang baik, cukup ke masjid terdekat dari rumah anda saja.

APBA 2020 sudah anda kerjakan, tujuh bulan sudah tahun 2021 berjalan, sekarang laporkanlah pertanggung jawabannya, kami ingin melihat dan membacanya, dan kami juga ingin saksikan sejauh mana daya kritis dan sikap anggota dewan kami membaca dan menyikapinya, atau akan berakhir damai-damai saja karena semua punya andil dan punya bagian. [Win Singkite]

Keyword:


Editor :
Alfatur

riset-JSI
Komentar Anda