DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Fraksi Partai Golkar DPR Aceh menyerukan langkah strategis untuk memanfaatkan Dana Otonomi Khusus (Otsus) secara lebih progresif dan produktif. Salah satu poin penting yang digaungkan adalah alokasi minimal 1 persen Dana Otsus untuk mendukung kegiatan penelitian dan pengembangan (litbang) di Aceh.
Dalam pandangan akhir Fraksi terhadap Rancangan Qanun Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBA 2024 yang disampaikan pada Sidang Paripurna DPRA, Rabu (31/7/2025), Ketua Fraksi Golkar di parlemen DPRA, Muhammad Rizky alias Adek, menegaskan bahwa anggaran riset di Aceh selama ini masih jauh dari ideal, bahkan cenderung diabaikan dalam proses perencanaan pembangunan.
“Riset bukan lagi pelengkap. Riset harus menjadi fondasi. Kami mendorong agar minimal satu persen Dana Otsus dialokasikan khusus untuk kegiatan litbang di Aceh,” tegas Rizky kepada Dialeksis, Minggu (3/8/2025).
Dorongan ini bukan tanpa alasan. Rizky menyoroti bahwa selama ini kebijakan pemerintah seringkali bersifat instingtif dan minim basis data ilmiah. Padahal, pembangunan yang berpijak pada sains dan hasil kajian akademik akan jauh lebih akurat dalam menjawab kebutuhan masyarakat.
Ia mencontohkan, banyak hasil riset dari perguruan tinggi di Aceh yang terabaikan dan tidak menjadi rujukan dalam penyusunan kebijakan atau program daerah. Masalahnya bukan pada minimnya riset, tetapi lemahnya sinergi antara pemerintah dan lembaga riset lokal.
“Keputusan anggaran dan program pembangunan tidak bisa hanya berdasarkan asumsi atau tren sesaat. Harus berbasis data, dan itu hanya mungkin kalau ada riset yang kuat dan berkelanjutan,” ujarnya.
Menurut Rizky, selama ini Dana Otsus cenderung diarahkan untuk belanja-belanja fisik tanpa memperhatikan keberlanjutan manfaat sosial dan peningkatan kapasitas daerah. Padahal, riset yang didanai dengan serius bisa membantu Aceh merumuskan prioritas pembangunan, menghindari pemborosan anggaran, serta mendorong inovasi sektor strategis seperti pertanian, perikanan, energi, dan pendidikan.
“Belanja besar tak menjamin hasil besar kalau perencanaan kita lemah. Riset adalah alat ukur, bukan pelengkap.”
Tak hanya soal pembangunan fisik, Fraksi Golkar juga menyoroti pentingnya riset dalam mendukung reformasi birokrasi dan peningkatan kualitas pelayanan publik. Indeks layanan publik Aceh masih rendah, dan digitalisasi birokrasi belum menunjukkan capaian signifikan.
“Kalau kita ingin mempercepat reformasi birokrasi, sistem merit, dan pelayanan berbasis digital, riset kebijakan dan evaluasi layanan harus jadi kebiasaan baru,” kata Rizky.
Fraksi Golkar bahkan menyarankan agar Pemerintah Aceh membuka ruang kolaborasi terbuka dengan perguruan tinggi, LSM riset, dan lembaga independen untuk melakukan audit sosial terhadap layanan publik dan efektivitas program pemerintah.
Dalam konteks kekhususan dan keistimewaan Aceh, Fraksi Golkar menilai bahwa upaya revitalisasi syariat Islam dan pembangunan ekonomi berbasis wakaf hanya akan berdampak signifikan jika dirancang berdasarkan kajian akademik, sosial, dan budaya yang komprehensif.
“Keistimewaan Aceh akan kehilangan daya ungkit jika tak ditopang dengan riset mendalam dan analisis ilmiah,” ucap Rizky.
Golkar juga menekankan pentingnya pendekatan saintifik dalam menjawab tantangan ke depan seperti perubahan iklim, krisis energi, transformasi pertanian modern, serta ketimpangan pembangunan antarwilayah.
Rizky menegaskan bahwa seluruh rekomendasi Fraksi Golkar bersifat membangun dan lahir dari komitmen politik untuk menjadikan APBA sebagai alat perubahan nyata, bukan sekadar formalitas tahunan.
“Riset akan memperkuat trust antara pemerintah dan rakyat. Ini bukan semata kritik, tapi ajakan membangun sistem pemerintahan yang belajar dan beradaptasi,” tandasnya.
“Dengan memasukkan riset sebagai bagian dari instrumen wajib dalam siklus anggaran, Fraksi Golkar berharap Aceh bisa memiliki roadmap pembangunan jangka panjang yang berbasis data, inklusif, dan berkelanjutan. Sebab, tanpa arah dan pemetaan yang valid, pembangunan hanya akan seperti berlayar tanpa kompas,” pungkas pria bersahaja ini.